Masjid dengan Kategori Masjid Raya

Masjid dengan Kategori Masjid Raya di KAB. NAGEKEO

Gunakan form di bawah ini, untuk mempersempit pencarian

Tentang KAB. NAGEKEO

Kabupaten Nagekeo atau Nagé Kéo adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Pulau Flores. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2007, pada Selasa, 22 Mei 2007 oleh penjabat Mendagri Widodo A. S. dan Drs. Elias Djo ditunjuk sebagai penjabat bupati.

Pusat pemerintahan Kabupaten Nagekeo berlokasi di Mbay. Luas wilayah 1.416,96 km2 persegi dan berpenduduk sebanyak 164.457 jiwa pada akhir tahun 2024. Wilayah ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Ngada.

Penelusuran terhadap sejarah pemerintahan dan komunitas Nagekeo, dapat ditemui sejak masuknya pemerintah Hindia Belanda sekitar 1909. Walaupun sebelumnya terdapat tata pemerintahan/ administrasi pemerintahan tradisional (berdasarkan hukum adat), akan tetapi catatan valid dalam bentuk naskah akademik tentu tidak mudah ditemukan. Kecuali melalui suatu penelitian sejarah yang mendalam, terpadu dan komprehensif. Hal tersebut karena, tradisi lisan (dalam kajian antropologis) lebih merupakan ciri yang paling menonjol dalam komunitas masyarakat Nagekeo. Gregory Forth (2004), mengedit hasil studi Louis Fontijne dari suatu wilayah kolonial di Indonesia Timur dengan judul: Guardians of the Land in Kelimado. Philipus Tule (2004), Longing for the House of God Dwelling in the House of the Ancestors: Local Belief, Christianity, and Islam among the Kẻo of Central Flores.

Naskah yang disebutkan terakhir ini, merupakan hasil studi antropologis yang mendeskripsikan fenomena komunitas masyarakat ditinjau dari beberapa perspektif seperti etnografis, struktur kekuasaan tradisional, sistem perkawinan dan hubungan antar agama (Katolik dan Islam) pada Secondary Sub-district Udi Worowatu, yang merupakan bagian dari Sub-district Kẻo. Walaupun demikian, studi-studi tersebut yang cenderung merupakan studi antropologis, mendeskripsikan sejarah pemerintahan Nagekẻo sangat terbatas.

Otoritas dan administrasi Pemerintahan Hindia Belanda, diperkirakan baru terbentuk di wilayah Ngada antara tahun 1908 – 1909. Dietrich (Tule, 2004) menyatakan bahwa sampai dengan tahun 1907 wilayah Ngada, belum menjadi otoritas administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Dalam periode 1909 – 1950, afdeeling Flores terbagi ke dalam lima onderafdeeling yang mencakup 9 keswaprajaan (self-governing domains). Kelima onderafdeeling dimaksud adalah: Flores Timur (Swapraja: Adonara dan Larantuka), Maumere (Swapraja: Sikka), Ende (Swapraja: Ende dan Lio), Ngadha (Swapraja: Nagekeo, Bajawa dan Riung), Manggarai (Swapraja: Manggarai). Onderafdeeling Ngadha terbagi ke dalam enam wilayah subdistrik yaitu: Ngadha, Riung, Tado, Turing, Nage dan Keo.

Gagasan untuk menggabungkan Swapraja Nage dan Keo, mengemuka dalam pertemuan antara pemerintah Hindia Belanda dengan Raja Boawae Roga Ngole dan Raja Keo Muwa Tunga di Boawae tanggal 18 April 1917. Akan tetapi gagasan tersebut tidak dapat direalisasikan. Ide untuk menggabungkan dua keswaprajaan, baru dapat direalisasikan setelah meninggalnya Raja Keo: Muwa Tunga yang digantikan oleh saudaranya: Goa Tunga (Tule, 2004; Forth, 1994b, citing Hamilton, 1918). Di Boawae, juga terjadi regenerasi kepemimpinan raja dari Roga Ngole kepada putranya Joseph Juwa Dobe (Forth, 2004). Joseph Juwa Dobe, dilantik menjadi raja pada tanggal 26 Januari 1931, sekaligus sebagai simbol penggabungan swapraja Nage dan Keo menjadi Swapraja Nagekeo. Dengan demikian, sejak tahun 1931 onderafdeeling Ngadha mencakup 3 swapraja yaitu: Nagekeo, Ngadha dan Riung.

Dalam periode 1950 -1958, tidak terdapat perubahan substansif dari struktur lembaga pemerintahan. Berdasarkan UU no. 64 tahun 1958 Provinsi Nusa Tenggara dipecah menjadi Daerah Swatantra Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Daerah Tingkat I NTT meliputi daerah Flores, Sumba dan Timor. Melalui UU nomor 69/1958 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II dalam wilayah daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maka daerah swatantra NTT dibagi menjadi 12 daerah Swatantra Tingkat II yaitu: Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu.

Pembentukan kecamatan pada masing-masing kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1962. Melalui Surat Keputusan Gubernur Kdh. Tk I NTT No. Pem. 66/ 1/ 2 tentang pembentukan 64 kecamatan dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Ngada mencakup 6 Kecamatan, yaitu: Ngadha Utara, Ngadha Selatan, Nage Utara, Nage Tangah, Keo dan Kecamatan Riung. Pada tahun 1963 dikeluarkan Keputusan Gubernur Kepala Drh. Tk. I NTT No. Pem. 66/ I/ 2 tanggal 20 Mei 1963 tentang pemekaran Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo (yang merupakan wilayah Keo Barat) dan Kecamatan Nangaroro (yang merupakan wilayah Keo Timur). Melalui keputusan tersebut, nama kecamatan di Kabupaten Ngada diubah sebagai berikut: Kecamatan Ngada Utara menjadi Kecamatan Bajawa; Kecamatan Ngaha Selatan menjadi Kecamatan Aimere; Kecamatan Nage Tengah menjadi Kecamatan Boawae; Kecamatan Nage Utara menjadi Kecamatan Aesesa; Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo dan Kecamatan Nangaroro.

Pertengahan dekade 1990-2000, agenda pemindahan ibu kota Kabupaten Ngada dari Bajawa ke Mbay, mencapai puncaknya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 1996, yang menetapkan Ibu kota Kabupaten Ngada yang baru yaitu Mbay. Ide dan gagasan tersebut menjadi kekuatan dengan sebelumnya (1994) Mbay ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu(Kapet). Pergantian kepemimpinan Kepala Daerah (Bupati) Ngada pada tahun 2000 dari Drs. Johanes S. Aoh ke Ir. Albertus Nong Botha, mengakibatkan dua agenda besar yaitu pemanfaatan kebijakan nasional Kapet Mbay dan pemindahan ibu kota Kabupaten Ngada ke Mbay, mengalami masa pasang surut.

Masa pasang surut tersebut, yang secara substansif menjadi argumen dan latar belakang lahirnya gagasan perjuangan pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagai pemekaran Kabupaten Ngada. Pada tahun 2002, Kabupaten Ngada telah mencakup 14 wilayah kecamatan yaitu: Aimere, Ngada Bawa, Bajawa, Golewa, Jerebu’u, So’a, Riung, Riung Barat, Aesesa, Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah. Bertepatan dengan pengresmian Nagekeo sebagai suatu daerah otonom baru (Kabupaten), 22 Mei 2007, lingkup wilayahnya, mencakup 7 kecamatan yaitu: Aesesa, Aesesa Selatan, Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah.

Secara geografis kabupaten Nagekeo terletak pada koordinat 121°6'20" - 121°32'0" Bujur Timur dan 8°26'15'- 8°64'40" Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Nagekeo secara keseluruhan adalah 1.416,96 km2.

Topografi Kabupaten Nagekeo sebagian besar berbukit, bergunung dan berlembah serta memiliki lereng-lereng yang curam yang umumnya terletak di daerah pantai. Keadaan tersebut di atas dapat dirinci sebagai berikut:

Suhu udara di wilayah Kabupaten Nagekeo bervariasi antara 20°–34 °C dengan tingkat kelembapan nisbi berkisar antara 64%–84%. Wilayah Kabupaten Nagekeo beriklim sabana tropis (Aw) dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau di wilayah Nagekeo biasanya berlangsung selama ≥7 bulan yaitu pada periode April–November dengan bulan terkering adalah Agustus. Sementara itu, musim penghujan di wilayah Nagekeo pada umumnya berlangsung singkat pada periode bulan-bulan basah Desember–Maret dengan bulan terbasah adalah Februari yang curah hujan bulanannya di atas 200 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Nagekeo berkisar antara 800–1300 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 60–130 hari hujan.

Bupati adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Nagekeo. Bupati Nagekeo bertanggungjawab atas wilayah Nagekeo kepada gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Nagekeo, yakni Johanes Don Bosco Do, didampingi wakil bupati Marianus Waja. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Nagekeo 2018. Mereka dilantik oleh gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat, pada 23 Desember 2018 di Aula Fernandez kantor gubernur Nusa Tenggara Timur Kota Kupang.

Kabupaten Nagekeo terdiri dari 7 Kecamatan, 16 Kelurahan, dan 97 Desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 160.180 jiwa dengan luas wilayah 1.416,96 km² dan sebaran penduduk 113 jiwa/km².

DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undangnya pada 8 Desember 2006. Kabupaten Nagekeo adalah 1 dari 16 kabupaten/kota baru yang dimekarkan pada 2006. Dengan dasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007, yang ditetapkan pada tanggal 22 Mei 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagai daerah otonom.

Kabupaten Nagekeo memiliki jumlah penduduk sebanyak 164.457 jiwa dengan total 43.853 kepala keluarga. Penduduk laki-laki sebanyak 81.399 orang, sedangkan perempuan 83.058 orang. Komposisi pemeluk agama didominasi oleh pemeluk Katolik sebanyak 147.579 jiwa, disusul Islam 15.662 jiwa, Kristen 1.172 jiwa, Hindu 34 jiwa, Buddha 8 jiwa, dan dua orang menganut kepercayaan terhadap Tuhan YME.

Jumlah angkatan kerja mencapai 93.762 orang, terdiri atas 51.723 laki-laki dan 42.039 perempuan. Dari total tersebut, sebanyak 90.446 orang bekerja dan 3.316 orang menganggur, menghasilkan tingkat pengangguran terbuka sebesar 3,53 persen. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 76,86 persen, dengan partisipasi laki-laki 86,9 persen dan perempuan 67,3 persen. Pekerja terbanyak berasal dari kelompok berusaha sendiri (26,1 persen), disusul pekerja keluarga tak dibayar (25,9 persen) dan pelaku usaha dibantu buruh tidak tetap (20,7 persen).

Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Nagekeo terdiri atas 1 rumah sakit, 7 puskesmas, 41 puskesmas pembantu, 7 poliklinik, 4 rumah bersalin, 25 praktik bidan, 10 praktik dokter, 9 praktik tenaga kesehatan lain, 7 apotek, dan 9 toko obat. Satu-satunya rumah sakit adalah RSUD Aeramo Kabupaten Nagekeo, sebuah rumah sakit Kelas D. Ketersediaan tempat tidur di rumah sakit ini mencakup 1 tempat tidur VIP, 14 Kelas I, 11 Kelas II, 57 Kelas III, 6 ICU tanpa ventilator, 4 NICU tanpa ventilator, 2 PICU tanpa ventilator, 3 ruang isolasi, dan 6 ruang perinatologi. Tenaga kesehatan di RSUD Aeramo meliputi 18 dokter umum, 1 dokter gigi, 1 dokter spesialis bedah, 1 spesialis anestesiologi, 2 spesialis patologi klinik, 1 spesialis mata, 1 spesialis penyakit mulut, 3 apoteker, dan 6 asisten apoteker. Secara total di kabupaten, jumlah tenaga kesehatan adalah 27 dokter umum, 2 dokter gigi, 3 apoteker, 21 tenaga kefarmasian, 2 tenaga gizi, 1 tenaga sanitasi lingkungan, 165 bidan, 211 perawat, dan 64 tenaga kesehatan lain.

Cakupan imunisasi pada bayi di bawah satu tahun terdiri atas 2.008 bayi untuk imunisasi BCG, 2.008 bayi untuk DPT-HB-Hib 1, 1.999 bayi untuk DPT-HB-Hib 2, 1.999 bayi untuk DPT-HB-Hib 3, serta 2.008 bayi untuk polio 1 dan 2. Cakupan untuk polio 3, polio 4, IPV, dan campak-rubella masing-masing sebanyak 1.999 bayi. Total anak usia 12–23 bulan dengan imunisasi dasar lengkap adalah 1.952 anak. Cakupan imunisasi campak-rubella pada bayi usia 9–12 bulan sebanyak 1.999 anak. Terdapat 304 posyandu aktif dari total 338 posyandu. Penimbangan bayi usia 0–11 bulan menjangkau 2.008 dari total 2.059 bayi, sementara penimbangan balita usia 12–59 bulan menjangkau 7.290 dari total 7.780 balita. Jumlah bayi dengan berat lahir rendah sebanyak 48 dari 2.059 bayi. Terdapat 4 kasus kematian bayi, 2 kematian neonatal, dan 1 kasus kematian ibu. Jumlah penderita hipertensi tercatat 3.484 orang, diabetes melitus 268 orang, tuberkulosis paru 52 orang, diare 1.543 orang, dan ISPA 13.224 orang. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting di Nagekeo adalah 18,8%. Data sebelumnya mencatat jumlah kasus stunting pada balita sebanyak 2.226 anak, wasting 308 anak, underweight 970 anak, dan overweight 136 anak. Penderita gangguan jiwa berat tercatat 29 orang dan gangguan jiwa ringan 158 orang. Hingga Juni 2024, kasus gigitan hewan penular rabies mencapai 1.131 kasus. Data lain menyebutkan 3 kasus HIV dan 17 kasus DBD. Pada tahun 2024, kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Nagekeo mencapai 100% atau 166.968 jiwa, sebuah peningkatan dari data sebelumnya sebanyak 147.837 orang, dan atas capaian ini Kabupaten Nagekeo menerima penghargaan Universal Health Coverage (UHC) Award.

Pelabuhan Marapokot berada di kabupaten Nagekeo, dibangun selama sepuluh tahun, yakni sejak tahun 2005 hingga 2015. Dengan total anggaran yang dikucurkan sekitar Rp 43 miliar, pelabuhan ini memiliki dermaga sepanjang 157 meter, trestle sebanyak 2 unit dengan panjang masing-masing 77 meter, terminal penumpang, kantor, gudang dan pos jaga. Pelabuhan Marapokot juga dapat disandari kapal berukuran hingga 3000 DWT.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.