Khutbah Pertama
الْØَمْد٠لÙله٠الَّذÙيْ بÙÙ†ÙعْمَتÙه٠تَتÙمّ٠الصَّالÙØَاتÙØŒ وَبÙÙَضْلÙه٠تَتَنَزَّل٠الْخَيْرَات٠وَالْبَرَكَاتÙØŒ وَبÙتَوْÙÙيْقÙه٠تَتَØَقَّق٠الْمَقَاصÙد٠وَالْغَايَاتÙ. أَشْهَد٠أَنْ لَا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ Ø¥Ùلَّا الله٠وَØْدَه٠لَاشَرÙيْكَ لَه٠وَأَشْهَد٠أَنْ Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠لَانَبÙيَّ بَعْدَهÙ. اللهم صَلّ٠وَسَلّÙمْ وَبَارÙكْ عَلَى سَيّÙدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى آلÙه٠وَصَØْبÙه٠المÙجَاهÙدÙيْنَ الطَّاهÙرÙيْنَ. أَمَّا بَعْدÙØŒ Ùَيَا آيّÙهَا الØَاضÙرÙوْنَ Ø£ÙوْصÙيْكÙمْ ÙˆÙŽØ¥Ùيَّايَ بÙتَقْوَى الله٠وَطَاعَتÙه٠لَعَلَّكÙمْ تÙÙْلÙØÙوْنَ. يَا أَيّÙهَا الَّذÙينَ آمَنÙوا اتَّقÙوا اللَّهَ Øَقَّ تÙقَاتÙه٠وَلَا تَمÙوتÙنَّ Ø¥Ùلَّا وَأَنْتÙمْ Ù…ÙسْلÙÙ…Ùونَ، وَتَزَوَّدÙوا ÙÙŽØ¥Ùنَّ خَيْرَ الزَّاد٠التَّقْوَى. Â
 Ùَقَدْ قَالَ الله٠تَعَالَى ÙÙÙŠ ÙƒÙتَابÙه٠الْكَرÙيْم٠أَعÙوْذ٠بÙالله٠مÙÙ†ÙŽ الشَّيْطَان٠الرَّجÙيْمÙØŒ بÙسْم٠الله٠الرَّØْمَن٠الرَّØÙيْمÙ:Â
ÙˆÙŽÙƒÙÙ„Ùوا Ù…Ùمَّا رَزَقَكÙم٠اللَّه٠Øَلَالًا Ø·ÙŽÙŠÙّبًا وَاتَّقÙوا اللَّهَ الَّذÙÙŠ أَنتÙÙ… بÙÙ‡Ù Ù…ÙؤْمÙÙ†Ùونَ Â
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap persoalan halal belum menunjukkan sisi yang menggembirakan. Meskipun pelaksanaan sertifikasi halal sudah lama berjalan di Indonesia, kurang lebih 30 tahun, kesadaran halal dari pelaku usaha maupun masyarakat belum merata. Banyak pelaku usaha, terutama usaha mikro dan kecil (UMK) yang masih enggan mengurus sertifikat halal. Padahal produknya beredar dan diperdagangkan di masyarakat yang mayoritas muslim, dan secara religius sangat peduli soal halal dan haram suatu konsumsi. Apakah berupa produk makanan, minuman, kuliner, obat, kosmetika, barang gunaan, dan sebagainya.Â
Jumlah UMK ini jutaan di Indonesia. Tak kurang dari 62 juta tersebar di seluruh tanah air. Jika kesadaran halal belum membaik di kalangan pelaku usaha untuk menyajikan produk halal, potensi umat mengkonsumsi barang yang tidak-halal atau haram juga akan tinggi. Siapa yang bisa menjamin bahwa semua produk yang dihasilkan pabrik atau perusahaan terjamin kehalalannya. Siapa yang bisa memastikan bahwa suatu produk yang beredar di masyarakat telah memenuhi kriteria halal? Di sinilah pentingnya memastikan kehalalan produk itu. Bukan saja zatnya halal, tetapi proses produksinya juga dinyatakan halal. Dalam konteks inilah maka Pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang bertugas untuk memastikan dan menjamin bahwa produk yang beredar dan diperdagangkan di masyarakat memenuhi kehalalan. Caranya adalah dengan sertifikasi halal produk.
Ma’asyiral Muslimin Sidang Jumat Rahimakumullah
Kita bergembira karena saat ini mulai tumbuh gaya hidup halal (halal lifestyle) di kalangan anak muda di perkotaan. Ibu-ibu dan remaja perempuan juga mulai tertarik dengan produk-produk halal seperti kosmetik halal atau kuliner halal (halal food). Bagi perusahaan besar dan menengah ada kebutuhan yang makin besar untuk kompetisi menyediakan bahan halal atau produk halal. Produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia juga amat menyadari soal halal karena “pasar†orang Indonesia yang mayoritas muslim membutuhkan kepastian halal.
Perkembangan ini tentu sangat baik. Dampak ikutan dari kecenderungan ini adalah peluang pengembangan ekosistem halal di Indonesia makin menjanjikan dan variatif. Penyediaan makanan-minuman di restoran, rumah makan, atau pusat kuliner Indonesia yang sangat kaya di semua daerah mulai berlomba-lomba menyajikan konsumsi halal. Tren busana muslim yang sudah menjamur di berbagai kota dan pusat perbelanjaan juga memajang busana halal (moslem-modest fashion). Di bidang pariwisata gencar dikampanyekan pariwisata halal (Islamic tourism atau moslem friendly tourism). Produk-produk syariah juga makin berkembang, seperti perbankan dan keuangan syariah, asuransi syariah, takaful, dan sebagainya. Haji dan umrah juga tak kalah menarik sebagai pemantik ekonomi syariah dan bisnis halal. Selain itu masih ada potensi zakat, sedekah hingga wakaf uang yang mendukung pengembangan ekonomi syariah dan bisnis halal di Indonesia.
Optimisme Indonesia menjadi global hub (destinasi utama) ekonomi syariah dan produk halal dunia memiliki alasan rasional. Pertama, Indonesia dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia membawa keuntungan tersendiri sebagai pangsa pasar halal yang sangat potensial. Jumlah penduduk beragama Islam mencapai 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk Indonesia. Atau 13,1% dari seluruh muslim di dunia. Permintaan akan produk dan jasa halal dipastikan akan meningkat. Artinya, dengan ‘keuntungan demografik’ ini Indonesia memiliki kesempatan dalam pengembangan Industri halal dunia. Bahkan hanya bermain pada local market saja, sebenarnya cukup bagi Indonesia untuk memenangkan persaingan industri halal.Â
Alasan kedua, perkembangan ekonomi syariah sangat menjanjikan. Baik perbankan syariah, keuangan syariah, asuransi dan reksadana syariah, dan lain-lain. Market share perbankan syariah sudah di kisaran 5,7 persen, meski masih kalah jauh dari market share perbankan konvensional yang berada di 94,3 persen. Pertumbuhan perbankan syariah mencapai 14,6 persen secara tahun ke tahun. Sektor syariah lainnya juga berada pada dinamika yang positif dan menguntungkan. Â
Ketiga, ekosistem halal di Indonesia saat ini makin baik dan variatif. Di sektor barang ada makanan-minuman halal, pakaian muslim, pariwisata halal, pendidikan Islam, haji dan umrah, zakat, sedekah hingga wakaf (islamic philanthropy). Sektor jasa tersedia penyembelihan halal, logistik dan pergudangan, pelabuhan, transportasi dan distribusi, pengemasan, penjualan sampai penyajian produk halal di pasar tradisional, ritel, maupun pasar modern dan digital market (e-commerce). Pertumbuhan ekosistem halal ini mendongkrak pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah. Halal food punya potensi Rp2.300 triliun, busana muslim potensinya hingga Rp190 triliun. Sementara pariwisata halal kisaran Rp135 triliun, haji dan umrah sebesar Rp120 triliun, dan pendidikan memiliki potensi Rp40 triliun.Â
Dalam ekosistem ini, produk halal meliputi pasar yang luas. Menyentuh hampir semua lahan bisnis yang ada mulai dari bahan baku (raw material), produk dan layanan kesehatan, kosmetik dan perawatan pribadi, properti, hotel, travel, media, pendidikan, dan jasa keuangan syariah. Memperkuat ekosistem ini, Indonesia telah menetapkan 10 sektor yang secara ekonomi dan bisnis berkontribusi besar dalam industri halal yakni industri makanan, wisata dan perjalanan, pakaian dan fesyen, kosmetik, keuangan syariah, farmasi, media dan rekreasional, kebugaran, pendidikan, dan seni budaya.
Keempat, saat ini Indonesia sudah jadi pemain besar sebagai pengekspor produk halal ke negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) dengan nilai 8,7 miliar dolar AS meski masih didominasi bahan mentah. Indonesia diakui oleh negara-negara OKI sebagai pemilik potensi yang besar dalam pengembangan industri halal. Ibaratnya, jika selesai masalah halal di Indonesia, selesai pula masalah dunia. Karena itu, selain mengadakan kerjasama bisnis, para pengusaha Indonesia harus taat regulasi halal karena itu menjadi pintu masuk agar diterima oleh negara-negara Arab dan Timur Tengah yang sangat memperhatikan sertifikasi halal. Karena itulah, dalam berbagai event Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH, Ma’ruf Amin menyatakan keinginannya agar Indonesia menjadi produsen halal terbesar di dunia.
Jemaah Jumat yang Dimuliakan Allah
Sengaja khatib menyampaikan perkembangan industri halal ini karena kurang mendapat perhatian dari kaum muslimin Indonesia. Padahal mengkonsumsi makanan halal merupakan ajaran dan perintah Allah SWT. Al-Quran secara eksplisit menegaskan :Â Â
ÙÙŽÙƒÙÙ„Ùوْا Ù…Ùمَّا رَزَقَكÙم٠اللّٰه٠Øَلٰلًا طَيّÙبًاۖ وَّاشْكÙرÙوْا Ù†Ùعْمَتَ اللّٰه٠اÙنْ ÙƒÙنْتÙمْ اÙيَّاه٠تَعْبÙدÙوْنَÂ
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah dikaruniakan Allah kepada kamu dan syukurilah nikmat Allah, jika benar kamu hanya menyembahNya semata-mata†(An-Nahl: 114)
ÙˆÙŽÙƒÙÙ„Ùوْا Ù…Ùمَّا رَزَقَكÙم٠اللّٰه٠Øَلٰلًا طَيّÙبًا ۖوَّاتَّقÙوا اللّٰهَ الَّذÙيْٓ اَنْتÙمْ بÙهٖ Ù…ÙؤْمÙÙ†ÙوْنَÂ
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya†(Al-Maidah: 88)
Begitu juga larangan mengkonsumsi barang yang haram juga sangat tegas dinyatakan dalam Al-Qur’an. Misalnya:
ØÙرّÙمَتْ عَلَيْكÙم٠الْمَيْتَة٠وَالدَّم٠وَلَØْم٠الْخÙنْزÙيْر٠وَمَآ اÙÙ‡Ùلَّ Ù„Ùغَيْر٠اللّٰه٠بÙهٖ وَالْمÙنْخَنÙقَة٠وَالْمَوْقÙوْذَة٠وَالْمÙتَرَدّÙيَة٠وَالنَّطÙيْØَة٠وَمَآ اَكَلَ السَّبÙع٠اÙلَّا مَا ذَكَّيْتÙمْۗ وَمَا Ø°ÙبÙØÙŽ عَلَى النّÙصÙب٠وَاَنْ تَسْتَقْسÙÙ…Ùوْا بÙالْاَزْلَامÙÛ— ذٰلÙÙƒÙمْ ÙÙسْقٌۗÂ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan†(Al-Maidah:3).
Dalam hadits Nabi disebutkan:Â
عَنْ أَبÙÙŠ عَبْد٠الله٠النّÙعْمَان٠بْن٠بَشÙيْر٠رَضÙÙŠÙŽ الله٠عَنْهÙمَا قَالَ سَمÙعْت٠رَسÙوْلَ الله٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙŠÙŽÙ‚ÙوْلÙ: Ø¥Ùنَّ الْØَلاَلَ بَيّÙÙ†ÙŒ ÙˆÙŽØ¥Ùنَّ الْØَرَامَ بَيّÙÙ†ÙŒ وَبَيْنَهÙمَا Ø£ÙÙ…Ùوْرٌ Ù…ÙشْتَبÙهَاتٌ لاَ يَعْلَمÙÙ‡Ùنَّ ÙƒÙŽØ«Ùيْرٌ Ù…ÙÙ†ÙŽ النَّاس٠رواه البخاري ومسلمÂ
“Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir r.a, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak†(HR Bukhari Muslim).
Dengan penjelasan tersebut maka mengkonsumsi produk halal merupakan kewajiban bagi umat Islam dan bukti ketaatan terhadap agamannya, serta ketakwaan pada Tuhannya. Konsekuensinya, setiap muslim harus memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap produk yang dikonsumsi. Untuk mengerti dan memastikan bahwa produk yang dikonsumsi itu halal, cara paling mudah adalah mengenali apakah produk itu telah bersertifikat halal atau tidak. Apakah produk itu berlabel halal apa belum. Penjelasan sertifikat halal dapat diperoleh langsung dari produsennya atau pelaku usahanya, atau dari kanal informasi seperti website, media sosial dan lainnya. Sementara label halal lebih mudah dicek pada kemasan produk atau ditempel di tempat usaha seperti restoran dan katering.Â
Banyak produk dari luar negeri seperti Jepang, Korea, Cina, Thailand, dan Malaysia yang sudah mengantongi sertifikat halal dan mencantumkan label halal pada produknya. Demikian juga produk-produk pangan, daging, minuman kemasan, kosmetik, dan obat atau barang gunaan yang bersertifikat halal. Pencantuman label halal pada produk memudahkan setiap konsumen memilih dan menentukan pilihan produk yang akan dibeli.
Hadirin yang Berbahagia
Demikianlah gambaran sederhana konsep halal yang sedang berlangsung di Indonesia. Mengetahui apa itu halal, memilih produk yang halal, dan memprioritaskan makanan halal untuk dikonsumsi amat penting diketahui oleh setiap muslim. Namun saat ini, persoalan halal bukan saja apa yang dikonsumsi, tapi juga apa yang digunakan, dipakai, dan dimanfaatkan oleh muslim. Karena itulah, industri halal berkembang sangat pesat. Bukan hanya di Indonesia, tapi sudah menjadi kebutuhan masyarakat dunia. Produk halal telah menjadi bagian bisnis dunia yang nilainya sangat besar dan menjanjikan, bukan saja untuk masyarakat muslim tetapi juga non-muslim. Bukan hanya menjadi pusat perhatian negara-negara Islam, tetapi juga negara-negara “sekuler†atau minoritas muslim.
Kita meyakini produk halal adalah simbol kebersihan, keamanan, dan kualitas tinggi atau premium quality. Karenanya kebutuhan akan produk halal dibutuhkan oleh semua umat manusia. Karena itulah Indonesia berobsesi menjadi pusat halal dunia karena memang memiliki potensi yang besar. Mari kita dukung cita-cita ini untuk tujuan mulia. Pertama, menjalankan perintah agama. Kedua, bukti ketakwaan kita pada Allah. Ketiga, kepatuhan kita kepada aturan/regulasi negara. Keempat, menjaga kelangsungan hidup kita dengan mengkonsumsi yang jelas halal. Kelima, menjamin dan memastikan bahwa produk yang beredar di Indonesia memenuhi kriteria halal.
بَارَكَ الله٠لÙÙŠ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙƒÙمْ ÙÙÙŠ الْقÙرْآن٠الْعَظÙيْمÙ. ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙَعَنÙÙŠ وَاÙÙŠÙّاكÙمْ بما Ùيه Ù…ÙÙ†ÙŽ الآيَات٠وَالذÙّكْر٠الْØÙŽÙƒÙيْمÙ. وَتَقَبَّلْ Ù…ÙÙ†Ùّيْ ÙˆÙŽÙ…ÙنْكÙمْ تÙلاوَتَه٠اÙنّه٠هÙÙˆÙŽ السَّمÙيْع٠اْلعَلÙيْمÙ. ÙَاسْتَغْÙÙرÙوْا اÙنَّه٠هÙوَاْلغَÙÙوْر٠الرَّØÙيْمÙ
Khutbah Kedua
اَلْØَمْد٠لله٠عَلىَ Ø¥ÙØْسَانÙه٠وَالشّÙكْر٠لَه٠عَلىَ تَوْÙÙيْقÙه٠وَاÙمْتÙنَانÙÙ‡Ù. وَأَشْهَد٠أَنْ لاَ اÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ Ø¥Ùلاَّ الله٠وَالله٠وَØْدَه٠لاَ شَرÙيْكَ لَه٠وَأَشْهَد٠أنَّ سَيّÙدَنَا Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠الدَّاعÙÙ‰ إلىَ رÙضْوَانÙÙ‡Ù. اللهÙمَّ صَلّ٠عَلَى سَيّÙدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وÙعَلَى اَلÙه٠وَاَصْØَابÙه٠وَسَلّÙمْ تَسْلÙيْمًا ÙƒÙثيْرًا
أَمَّا بَعْد٠Ùَياَ اَيّÙهَا النَّاس٠اÙتَّقÙوااللهَ ÙÙيْمَا أَمَرَ وَانْتَهÙوْا عَمَّا Ù†ÙŽÙ‡ÙŽÙ‰ وَاعْلَمÙوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكÙمْ بÙأَمْر٠بَدَأَ ÙÙيْه٠بÙÙ†ÙŽÙْسÙه٠وَثَـنَى بÙمَلآ ئÙكَتÙه٠بÙÙ‚ÙدْسÙه٠وَقَالَ تَعاَلَى Ø¥Ùنَّ اللهَ وَمَلآئÙكَتَه٠يÙصَلّÙوْنَ عَلىَ النَّبÙÙ‰ يآ اَيّÙهَا الَّذÙيْنَ آمَنÙوْا صَلّÙوْا عَلَيْه٠وَسَلّÙÙ…Ùوْا تَسْلÙيْمًا
اَللَّهÙÙ…ÙŽÙ‘ صَلÙÙ‘ وَسَلÙّمْ وَبَارÙكْ عَلَى عَبْدÙÙƒÙŽ ونَبÙÙŠÙّكَ وَرَسÙوْلÙÙƒÙŽ Ù…ÙØَمَّد٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ وَعَلَى آلÙه٠وَأَصْØَابÙه٠أَجْمَعÙيْنَ.
اَللَّهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙلْمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ وَالْمÙؤْمÙنَات٠وَالْمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ وَالْمÙسْلÙمَات٠الأَØْيَاء٠مÙنْهÙمْ وَاْلأَمْوَات٠إÙنَّكَ سَمÙيْعٌ قَرÙيْبٌ Ù…ÙجÙيْب٠الدَّعَوَاتÙ. اللَّهÙمَّ Ø¥Ùنَّا نَسْأَلÙÙƒÙŽ أَنَّا نَشْهَد٠أَنَّكَ أَنْتَ اللَّه٠لاَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ Ø¥Ùلاَّ أَنْتَ الأَØَد٠الصَّمَد٠الَّذÙÙ‰ لَمْ ÙŠÙŽÙ„Ùدْ وَلَمْ ÙŠÙولَدْ وَلَمْ ÙŠÙŽÙƒÙنْ Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙƒÙÙÙوًا Ø£ÙŽØَدٌ. رَبَّنَا اغْÙÙرْ لَنَا ÙˆÙŽÙ„ÙØ¥ÙخْوَانÙنَا الَّذÙيْنَ سَبَقÙوْنَا بÙالْإÙيْمَان٠وَلَا تَجْعَلْ ÙÙيْ Ù‚ÙÙ„ÙوْبÙنَا غÙلًّا Ù„ÙلَّذÙيْنَ آمَنÙوا رَبَّنَا Ø¥Ùنَّكَ رَءÙÙˆÙÙŒ رَØÙيمٌ
اللَّهÙمَّ أَلّÙÙÙ’ بَيْنَ Ù‚ÙÙ„ÙوبÙنَا، وَأَصْلÙØÙ’ ذَاتَ بَيْنÙنَا، وَاهْدÙنَا سÙبÙÙ„ÙŽ السَّلَامÙØŒ وَنَجّÙنَا Ù…ÙÙ†ÙŽ الظّÙÙ„Ùمَات٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ النّÙورÙØŒ وَجَنّÙبْنَا الْÙَوَاØÙØ´ÙŽ مَا ظَهَرَ Ù…Ùنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارÙكْ لَنَا ÙÙÙŠ أَسْمَاعÙنَا، وَأَبْصَارÙنَا، ÙˆÙŽÙ‚ÙÙ„ÙوبÙنَا، وَأَزْوَاجÙنَا، ÙˆÙŽØ°ÙرّÙيَّاتÙنَا، وَتÙبْ عَلَيْنَا Ø¥Ùنَّكَ أَنْتَ التَّوَّاب٠الرَّØÙيمÙÂ
اَللَّهÙمَّ أَصْلÙØÙ’ ÙˆÙلَاةَ Ø£ÙÙ…ÙوْرÙنَا، اَللَّهÙمَّ ÙˆÙŽÙÙ‘ÙقْهÙمْ Ù„Ùمَا ÙÙيْه٠صَلَاØÙÙ‡Ùمْ وَصَلَاØ٠اْلإÙسْلَام٠وَالْمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ، اَللَّهÙمَّ أَعÙنْهÙمْ عَلَى الْقÙيَام٠بÙمَهَامÙÙ‡Ùمْ كَمَا أَمَرْتَهÙمْ يَا رَبَّ الْعَالَمÙيْنَ. اَللَّهÙمَّ أَبْعÙدْ عَنْهÙمْ بÙطَانَةَ السّÙوْء٠وَالْمÙÙْسÙدÙيْنَ وَقَرّÙبْ Ø¥ÙلَيْهÙمْ أَهْلَ الْخَيْر٠وَالنَّاصÙØÙيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمÙيْنَ اَللَّهÙمَّ أَصْلÙØÙ’ ÙˆÙلَاةَ Ø£ÙÙ…Ùوْر٠الْمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ ÙÙيْ ÙƒÙلّ٠مَكَانÙ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا Ù…Ùنْ أَزْوَاجÙنَا ÙˆÙŽØ°ÙرّÙيَّاتÙنَا Ù‚Ùرَّةَ أَعْيÙن٠وَاجْعَلْنَا Ù„ÙلْمÙتَّقÙيْنَ Ø¥Ùمَامًا. رَبَّنَا آتÙنَا ÙÙÙŠ الدّÙنْيَا Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙÙÙŠ الْآخÙرَة٠Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙ‚Ùنَا عَذَابَ النَّارÙ. وَصَلَّى الله٠عَلَى نَبÙيّÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى آلÙه٠وَصَØْبÙÙ‡Ù Ùˆ َمَنْ تَبÙعَهÙمْ بÙØ¥ÙØْسَان٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ يَوْم٠الدّيْن. وَآخÙر٠دَعْوَانَا أَن٠الْØَمْد٠لله رَبّ٠الْعَالَمÙيْنَ