Khutbah Pertama
السلام عليكم ورØمة الله وبركاته
الله أكبر الله أكبر الله أكبر X3  لاإله إلاّ الله والله أكبر الله أكبر ولله الØمد. الØمد لله الذي بنعمته تتم الصالØات الذي هدانا لهذا وما كنّا لنهتدي لولا أن هدانا الله. أشهد أن لاإله إلاّ الله ÙˆØده لاشريك له الذي خصّنا بخير كتاب أنزل وأكرمنا بخير نبىّ أرسل وأتمّ علينا النعمة بأعظم دين شرع دين الإسلام, اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا, وأشهد أنّ Ù…Øمدا عبده ورسوله الذي أدّى الأمانة وبلّغ الرّسالة ÙˆÙ†ØµØ Ø§Ù„Ø£Ù…Ù‘Ø© وجاهد ÙÙŠ الله Øقّ جهاده وتركنا على المØجّة البيضاء ليلها كنهارها لايزيغ عنها إلاّ هالك. اللهم صلّ وسلّم وبارك على سيدنا Ù…Øمد النبيّ الكريم وعلى آله وصØابته المجاهدين الطّاهرين أجمعين. أمّا بعد,
Ùيا عباد الله ! اتّقوا الله Øقّ تقاته ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون, واعلموا أن يومكم هذا يوم عظيم وعيد كريم, قال عزّ وجلّ : ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون.Â
وقال صلّى الله عليه وسلم : زَيّنÙوْا اَعْيَادَكÙمْ بÙالتَّكْبÙيْرÙ. (الطبراني، غريب، ÙÙŠ نيل الاوطار)
صدق الله العظيم وصدق رسوله النبيّ الكريم ونØÙ† على ذالك من الشاهدين والشّاكرين.Â
Dalam suasana pelaksanaan ibadah salat Idulfitri yang khidmat berselimut rahmat dan kemenangan ini, marilah kita menghaturkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas curahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, sehingga pada pagi yang cerah ini, kita dapat berkesempatan mensyiarkan dan mengikuti salat Idulfitri 1442 H dalam keadaan sehat walafiat, meski di tengah ancaman pandemi covid-19 yang masih menghantui kehidupan umat manusia. Karenanya, kita tetap terus berikhtiar menegakkan protokol kesehatan dengan disiplin demi keselamatan bersama.
Hari raya Idulfitri yang disambut oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia dengan kumandang takbir, tahlil, dan tahmid yang menyeruak di setiap sudut kehidupan, di masjid, di surau, di lapangan, di jalan, di gunung dan di seluruh atmosfir kehidupan, menggema memenuhi seluruh angkasa raya -sesungguhnya- adalah wujud kemenangan dan ekspresi rasa syukur kaum muslimin kepada Allah atas keberhasilannya menaklukkan hawa nafsu dan mengembalikan fithrah (kesucian jiwa) melalui serangkaian aktifitas ibadah, amal shaleh dan mujahadah selama satu bulan penuh di bulan suci Ramadan yang baru saja kita lewati.
Allah SWT berfirman :
ولتكملوا العدّة ولتكبّروا الله على ما هداكم ولعلّكم تشكرون
“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu, semoga kamu bersyukur (kepada-Nya).†(QS. Al-Baqarah : 185).
Ma’asyiral Muslimin wal Aidin, As'adakumullah.
Dalam suasana hari raya kemenangan ini, mari kita hayati kembali makna dan pesan penting kefithrahan manusia, baik sebagai ibadullah (hamba Allah) mupun sebagai khalifatullah fil ardli (khalifah di bumi), terlebih dalam suasana duka pandemi covid yang sedang melanda dunia dan telah mengubah pola hidup secara drastics, sebagaimana yang kita saksikan dan alami bersama.
Pertama: ‘Idulfitri mengandung arti kembali kepada kesucian rohani, atau kembali ke asal kejadian, atau kembali ke sikap keberagamaan yang benar. Makna ini mengisyaratkan bahwa setiap muslim yang merayakan Idulfitri sebenarnya dia sedang merayakan kesucian rohaninya dan menikmati sikap keberagamaan yang benar. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:Â
..... ومن تزكّى Ùإنّما يتزكّى لنÙسه وإلى الله المصير (18) وما يستوي الأعمى والبصير (19) ولا الّظلمات ولا النّور (20) ولا الظلّ ولا الØرور (21).
“Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama (antara) orang yang buta dengan orang yang melihat? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan terang-benderang? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas? (QS. Al-Fathir : 18-21).
Mari kita perhatikan, betapa Allah SWT membandingkan orang yang mensucikan dirinya dengan orang yang mengotorinya laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang berbanding gelap, laksana teduh berlawan panas. Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seakan hendak menyatakan bahwa manusia yang fitri itu adalah yang mau melihat persoalan masyarakatnya secara empatik, kemudian berupaya mengurainya untuk terciptanya tatanan kehidupan yang adil dan berkesejahteraan. Ia mampu menjadi lentera di kala gelap, menjadi payung di kala panas, menjadi garam bagi kehidupan dengan berupaya menghadirkan kemaslahatan dan prestasi yang maksimal untuk peradaban manusia yang lebih baik. Mereka inilah pemilik agama yang benar, hanifiyyah wa al-samhah yang santun, toleran, dan penuh kasih sayang kepada sesama.Â
Allah Akbar x3 Walillahilhamdu, Hadirin Jamaah shalat Idulfitri, Rahimakumullah.
Kedua: disadari bahwa fitrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu. Berubah karena pergaulan, karena pengaruh lingkungan, karena pendidikan, karena bacaan dan tontonan, bahkan karena asupan makanan dan minuman. Maka, agar fitrah itu tetap terpelihara dan terus bersemi, hendaknya manusia mengacu pada pola kehidupan yang Islami. Yaitu, pola kehidupan yang bernafaskan nilai-nilai spiritualitas dan akhlak mulia. Sehingga, darinya diharapkan mampu membangun insan kamil yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan serta terampil dalam menjawab berbagai peluang dan tantangan.
Untuk itu, segala kebiasaan baik yang telah kita jalankan di bulan suci Ramadan, berupa pengendalian hawa nafsu, tadabbur Al-Quran, berderma kepada sesama, mengelola emosi, peduli dan disiplin, bertutur kata yang jujur serta berbagai amal kebajikan yang lain, hendaknya tetap dirawat dan ditingkatkan sedemikian rupa agar menjadi tradisi yang mulia dalam diri, keluarga dan masyarakat, terlebih di tengah disrupsi kehidupan manusia yang semakin krisis spiritualitas dan empati kemanusiaan.
Seperti kita yakini bahwa ghoyah (tujuan final) disyariatkannya ibadah shiyam adalah untuk membentuk pribadi muttaqin yang memiliki sifat dan karakter seperti disinyalir Allah dalam surat Ali Imran ayat 134 - 135:Â
الذين ينÙقون ÙÙŠ السراء والضراء والكاظمين الغيظ والعاÙين عن الناس والله ÙŠØب المØسنين (134) والذين إذا Ùعلوا ÙاØشة أو ظلموا أنÙسهم ذكروالله ÙاستغÙروا لذنوبهم ومن يغÙروا الذنوب إلا الله ولم يصروا على ماÙعلوه وهم يعلمون (135)
“Orang-orang yang gemar berinfaq, baik dalam suasana lapang maupun dalam situasi sempit, pandai meredam gejolak emosinya, suka memberi maaf, selalu beristighfar dan segera bertaubat bila melakukan dosa dan kezaliman serta tidak mengulang-ulang kemaksiyatan sementara ia telah menyatakan taubat kepada Allah SWT."
Dengan menghayati pesan ayat tersebut, mari kita tegaskan kembali bahwa segala aktifitas ibadah yang kita laksanakan hendaknya tidak terjebak pada rutinitas ritual yang kering makna. Sebaliknya, amaliyah ibadah yang kita laksanakan seharusnya mampu mengaktualisasikan maqashid (tujuan asasi) dan hikmah tasyri di balik setiap pelaksanaan ibadah. Yaitu, untuk menata dan memuliakan harkat dan martabat kemanusiaan. Sebab seluruh amal ibadah yang disyariatkan Islam sesungguhnya oleh dan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Laha ma kasabat wa 'alaiha maktasabat: ia mendapat (pahala) dari kebajikan yang dikerjakannya dan ia mendapat (siksa) dari kejahatan yang diperbuatnya. (QS. Al-Baqarah: 286).
Ramadan adalah kampus kehidupan manusia. Sukses Ramadan sesungguhnya tidak diukur pada saat sedang berlangsung, akan tetapi justru dilihat dari sebelas bulan yang akan dijalaninya ke depan. Adakah ia mampu melakukan perubahan dan perbaikan dirinya menjadi pribadi muttaqin? Adakah ia tetap konsisten menjaga amaliah kebajikan selama Ramadan untuk tegaknya kemaslahatan dan keluhuran diri serta lingkungannya? Semua berpulang kepada penghayatan dan komitmen dirinya.
Allahu Akbar X3, Walillahilhamdu, Hadirin yang dirahmati Allah
Ketiga: adalah merupakan sunnatullaah bila dinamika kehidupan diwarnai dengan susah dan senang, datang dan hilang, peluang dan tantangan, tangis dan tawa, anugrah dan musibah yang acap kali menghiasi perjalanan hidup. Orang bijak menyatakan, kehidupan laksana roda berputar, sekali waktu bertengger di atas, waktu lain tergilas di bawah. Kehidupan laksana samudra yang tak pernah sepi dari deburan gelombang. Segala yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan dari Yang Maha Kuasa, tidak ada sesuatupun yang abadi, apalagi yang dapat disombongkan.
Boleh jadi kemarin sebagai penguasa, sekarang hidup dibalik jeruji penjara, kemarin bergelimang harta, saat ini miskin papa, kemarin mereka yang kita cinta masih berkumpul bercengkrama, saat ini telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Itulah lingkaran roda kehidupan dan kita semua sedang berputar bersamanya.
Sungguh betapa amat lemahnya manusia di hadapan kuasa Tuhan. Untuk berhadapan dengan satu makhluk sangat kecil virus corona, meski dengan segala kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi modern saat ini, toh nyatanya tak berdaya.
Sebagai seorang mukmin, kita meyakini bahwa tidak ada peristiwa apapun berlalu dengan sia-sia begitu saja, tapi ia sarat dengan pelajaran dan makna. Tidak ada celah kata menyerah akan tetapi harus tetap optimis menggapai rahmatNya, bekerja keras seraya mengharap pertolonganNya. Orang mukmin akan terus berusaha menegakkan dakwah, merajut ukhuwah, menebar marhamah dan menjawab segala tantangan kehidupan dengan penuh kesungguhan, karena ia menyadari bahwa segala perbuatan baik adalah wujud pengabdian dan ibadah kepada Rab-nya.
Dalam puasa terkandung pesan ibadah ritual dan sosial sekaligus. Orang yang sedang melaksanakan puasa, ketika merasakan lapar dan dahaga, maka pada saat itulah mereka merasakan, betapa sulit dan pahitnya kehidupan orang-orang yang lemah dan miskin papa, supaya hatinya tergerak dan bangkit menyayangi dan menyantuni mereka. Itulah sebabnya, pada akhir Ramadan kita diwajibkan mengeluarkan zakat sebagai wujud kepedulian dan solidaritas kita untuk menghadirkan kebahagiaan kepada sesama.
Suatu hari, Rasulullah Saw berpidato di atas mimbarnya, maukah kalian aku kabarkan orang yang paling jahat di antara kalian? Para sahabat pun serentak menjawab: Tentu ya Rasulallah. Orang yang paling jahat di antara kalian ialah orang yang kenyang sendirian, yang suka memukul (budak) yang melayani dirinya, dan orang yang menolak pemberian karena keangkuhannyaâ€.
Lalu Rasulullah meneruskan pidatonya, maukah kalian kuberitahu, orang yang lebih jahat dari mereka? Tentu ya Rasulallah. Yaitu, orang yang tidak mau menyelamatkan orang yang sedang tergelincir dan yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain.
Lalu, Rasul pun meneruskan pidatonya, maukah aku beritahukan orang yang lebih jahat dari semua itu? Tentu, ya Rasulallah. Yaitu, orang yang suka membenci orang lain dan orang lain pun membenci kepada dirinya. (Kitab Bihar al-Anwar, 75: 186; al-Mukjam al-Kabir, hadis nomor. 10.775).Â
Idulfitri adalah momentum emas untuk memperkuat solidaritas kemanusiaan kita dengan saling peduli, berbagi dan menghargai, saling merajut silaturrahmi, menyapa dan memaafkan serta mengaktualisasikan nilai-nilai fitrah dalam perbuatan nyata dan prilaku mulia.Â
Semoga Allah SWT senantiasa menganugerahi kekuatan dan bimbingan kepada kita agar tergolong sebagai hamba-hamba-Nya yang mampu menghiasi diri dengan sifat dan prilaku orang-orang muttaqin, juga berhasil merawat kesucian diri dan memperoleh kemenangan di hari raya yang fitri. Semoga momentum Idulfitri juga benar-benar mampu mengantarkan tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai agama, akhlak mulia, kebersamaan dan kasih sayang dan terus saling peduli di tengah pandemi demi terciptanya tatanan masyarakat yang berharkat dan bermartabat, sejahtera dan berkeadaban di bawah naungan rida, maghfirah, dan kasih sayang Allah SWT. Amin, Ya Mujiibassaa'iliin.
بَارَكَ الله٠لÙÙŠ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙƒÙمْ Ùي٠القÙرْآن٠العَظÙيْمÙØŒ ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙَعَني٠وَإÙيَّاكÙمْ بÙمَا ÙÙيْه٠مÙÙ†ÙŽ اْلآياَت٠وَالذÙّكْر٠الØÙŽÙƒÙيْم٠وَتَقَبَّل Ù…ÙنيÙÙ‘ ÙˆÙŽÙ…ÙنْكÙمْ تÙلاَوَتَه٠َإÙنَّه٠هÙÙˆÙŽ السَّمÙيْع٠العَلÙيْمÙ.Â
Ø£ÙŽÙ‚Ùوْل٠قَوْلي٠هذَا أَسْتَغْÙÙر٠اللهَ لي٠وَلَكÙمْ ÙˆÙŽÙ„ÙسَائÙر٠الْمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ وَالمÙسْلÙمَات٠وَالمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ وَالمÙؤْمÙنَات٠ ÙَاسْتَغْÙÙرÙوْه٠إÙنَّه٠هÙÙˆÙŽ الغَÙÙوْر٠الرَّØÙيْمÙ.
Â
Khutbah Kedua
الله أكبر X7 الله أكبر كبيرا والØمد لله كثيرا وسبØان الله بكرة وأصيلا. الØمد لله الذي أعاد العيد وكرّر Ù†Øمده سبØانه أن خلق وصوّر. أشهد أن لا إله إلاّ الله ÙˆØده لا شريك له شهادة يثقل بها الميزان ÙÙŠ المخشر وأشهد أنّ Ù…Øمدا عبده ورسوله المبعوث إلى كاÙØ© البشر. اللهمّ Ùصلّ وسلّم وبارك على سيّدنا Ù…Øمّد وعلى آله وأصØابه الشّر٠الأÙخر. أمّا بعد,
Ùيا أيّها المؤمنون ! اتقواالله Ùيما أمر وانتهوا عمّا نهى عنه ÙˆØذر, واعلموا أنّ الله تعالى صلّى على نبيّه قديما Ùقال تعالى : إنّ الله وملائكته يصلّون على النّبي يا أيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيّدنا خير الخلق صاØب الصدق الأمين وارض اللهمّ عن كلّ الصØابة أجمعين وعن التابعين ومن تبعهم بإØسان إلى يوم الدين ويا أرØÙ… الرّاØمين,
أَللّهÙمَّ اغْÙÙرْلَنَا ÙˆÙŽÙ„ÙوَالÙدَيْنَا ÙˆÙŽ ارْØَمْهÙمَا كَمَا رَبَّيَانَا صÙغَارًا، أَللّهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙلْمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ ÙˆÙŽ الْمÙسْلÙمَات٠وَالْمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ وَالْمÙؤْمÙنَات٠اَلْأَØْيَاء٠مÙنْهÙمْ وَاْلأَمْوَاتÙ, رَبَّنَا لاَ تÙؤَاخÙذْنَا اÙنْ نَّسÙيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَØْمÙلْ عَلَيْنَآ اÙصْرًا كَمَا Øَمَلْتَه٠عَلَى الَّذÙيْنَ Ù…Ùنْ قَبْلÙنَا رَبَّنَا وَلاَ تÙØَمّÙلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بÙه٠وَاعْÙ٠عَنَّا وَاغْÙÙرْلَنَا وَارْØَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا ÙَانْصÙرْنَا عَلَى الْقَوْم٠الْكَاÙÙÙرÙيْنَ. اَللَّهÙمَّ اجْعَلْناَ بÙاْلأÙيْماَن٠كاَمÙÙ„Ùيْنَ ÙˆÙŽÙ„ÙلْÙَرَائÙض٠مÙؤَدّÙيْنَ ÙˆÙŽÙ„Ùلدَّعْوَة٠ØَامÙÙ„Ùيْنَ وَبÙاْلإÙسْلاَم٠مÙتَمَسّÙÙƒÙيْنَ وَعَن٠اللَّغْو٠مÙعْرÙضÙيْنَ ÙˆÙŽÙÙÙŠ الدّÙنْيَا زَاهÙدÙيْنَ ÙˆÙŽÙÙÙŠ اْلآخÙرَة٠رَاغÙبÙيْنَ وَبÙالْقَضَاء٠رَاضÙيْنَ ÙˆÙŽÙ„ÙلنّÙعاَم٠شاَكÙرÙيْنَ وَعَلَى اْلبَلاَء٠صاَبÙرÙيْنَ.
اَللَّهÙمَّ اجْعَلْ بÙلاَدَنَا هَذَا وَسَائÙرَ بÙلاَد٠الْمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ سَخَاءً رَخاَءً، اَللَّهÙمَّ مَنْ أَرَادَ بÙناَ سÙوْأً ÙَاَشْغÙلْه٠ÙÙÙŠ Ù†ÙŽÙْسÙه٠وَمَنْ كَادَنَا ÙÙŽÙƒÙدْه٠وَاجْعَلْ تَدْمÙيْرَه٠تَدْبÙيْرَهÙ, اَللَّهÙمَّ اجْعَلْناَ ÙÙيْ ضَمَانÙÙƒÙŽ وَأَمَانÙÙƒÙŽ وَبÙرّÙÙƒÙŽ وَاÙØْسَانÙÙƒÙŽ وَاØْرÙسْ بÙعَيْنÙÙƒÙŽ الَّتÙيْ لاَ تَناَم٠وَاØÙ’Ùَظْناَ بÙرÙكْنÙÙƒÙŽ الَّذÙيْ لاَ ÙŠÙرَامÙ. اَللَّهÙمَّ اَعÙزّ٠الإسْلاَمَ وَالْمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ، وَاَهْلÙك٠الْكَÙَرَةَ وَالْمÙشْرÙÙƒÙيْنَ، وَدَمّÙرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَنَا وَأَعْدَاءَ الدّÙيْنÙ,
ربنا اغÙر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل ÙÙŠ قلوبنا غلاّ للذين آمنوا ربّنا إنك غÙور رØيم, ربنا هب لنا من أزواجنا وذرّيّاتنا قرّة أعين واجعلنا للمتّقين إماما, ربنا لاتزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رØمة إنك أنت الوهّاب, ربنا آتنا ÙÙŠ الدنيا Øسنة ÙˆÙÙŠ الآخرة Øسنة وقنا عذاب النّار والØمد لله ربّ العالمين. آمين.