Masjid dengan Kategori Masjid di Mall/Pasar

Masjid dengan Kategori Masjid di Mall/Pasar di KAB. SLEMAN

Gunakan form di bawah ini, untuk mempersempit pencarian

Tentang KAB. SLEMAN

Kabupaten ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten) di utara dan timur, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, dan Kota Yogyakarta di selatan, serta Kabupaten Kulon Progo di barat. Pusat pemerintahan di Kapanewon Sleman, yang berada di jalur utama antara Yogyakarta–Semarang.

Bagian utara kabupaten ini merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Merapi di perbatasan dengan Jawa Tengah, salah satu gunung berapi aktif yang paling berbahaya di Pulau Jawa. Sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah yang subur. Di antara sungai-sungai besar yang melintasi kabupaten ini adalah Kali Progo (membatasi Kabupaten Sleman dengan Kabupaten Kulon Progo), kali Code, kali Kuning, kali Opak dan Kali Tapus.

Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no. 11 Tahun 1916 tanggal 15 Mei 1916 yang membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta dalam 3 Kabupaten, yakni Kabupaten Kalasan, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sulaiman (yang kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati sebagai kepala wilayahnya. Dalam Rijksblad tersebut juga disebutkan bahwa kabupaten Sulaiman terdiri dari 4 distrik yakni: Distrik Mlati (terdiri 5 onderdistrik dan 46 kalurahan), Distrik Klegoeng (terdiri 6 onderdistrik dan 52 kalurahan), Distrik Joemeneng (terdiri 6 onderdistrik dan 58 kalurahan), Distrik Godean (terdiri 8 onderdistrik dan 55 kalurahan).

Sedangkan Dalam peta vorstenlanden yang dirilis oleh pemerintah Hindia Belanda pada sensus penduduk tahun 1930, Kabupaten Sleman ditulis sebagai Kabupaten Kota Yogyakarta dan terbagi dalam tiga kawedanan, yakni Sleman, Mlati dan Kalasan.

Berdasarkan Peraturan Daerah no.12 Tahun 1998, tanggal 15 Mei tahun 1916 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Sleman. Menurut Almanak, hari tersebut tepat pada Hari Senin Kliwon, Tanggal 12 Rejeb Tahun Je 1846 Wuku Wayang.

Berdasar pada perhitungan tahun Masehi, Hari Jadi Kabupaten Sleman ditandai dengan surya sengkala "Rasa Manunggal Hanggatra Negara" yang memiliki sifat bilangan Rasa=6, Manunggal=1, Hanggatra=9, Negara=1, sehingga terbaca tahun 1916. Sengkalan tersebut, walaupun melambangkan tahun, memiliki makna yang jelas bagi masyarakat Jawa, yakni dengan rasa persatuan membentuk negara. Sedangkan dari perhitungan tahun Jawa diperoleh candra sengkala "Anggana Catur Salira Tunggal". Anggana=6, Catur=4, Salira=8, Tunggal=1. Dengan demikian dari candra sengkala tersebut terbaca tahun 1846.

Beberapa tahun kemudian Kabupaten Sleman sempat diturunkan statusnya menjadi distrik di bawah wilayah Kabupaten Yogyakarta. Dan baru pada tanggal 8 April 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX melakukan penataan kembali wilayah Kasultanan Yogyakarta melalui Jogjakarta Koorei angka 2 (dua). Penataan ini menempatkan Sleman pada status semula, sebagai wilayah Kabupaten dengan Kanjeng Raden Tumenggung Pringgodiningrat sebagai bupati. Pada masa itu, wilayah Sleman membawahi 17 Kapenewon/Kecamatan (Son) yang terdiri dari 258 Kalurahan (Ku). Ibu kota kabupaten berada di wilayah utara, yang saat ini dikenal sebagai desa Triharjo. Melalui Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 1948 tentang perubahan daerah-daerah kelurahan, maka 258 kelurahan di Kabupaten Sleman saling menggabungkan diri hingga menjadi 86 kelurahan/desa. Kelurahan/desa tersebut membawahi 1.212 padukuhan.

Kabupaten Sleman memiliki tombak "Kyai Turunsih Tangguh Ngayogyakarto", pemberian dari Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Sabtu Kliwon 15 Mei 1999 (Tanggal Jawa, 29 Sapar 1932 Ehe). Penyerahan Pusaka tersebut kepada Bupati Sleman, dikawal 2 bergada prajurit Kraton Yogyakarta yakni Bregada Ketanggung berbendera Cakraswandana dan Bregada Mantrijero berbendera Purnamasidi. Pusaka itu dibawa seorang abdi Keraton Yogyakarta, KRT Pringgohadi Seputra.

Tombak Kyai Turunsih memiliki dhapur (pangkal) cekel beluluk Ngayogyakarta dan pamor beras wutah (wos wutah) wengkon. Pamor pusaka itu sesuai kondisi Sleman sebagai gudang berasnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Tombak tersebut memiliki panjang sepanjang kurang lebih 270 cm dan pangkal sepanjang 49 cm.

Menurut Sri Sultan Hamengkubuwono X, Tombak Kyai Turunsih mengisyaratkan laku ambeg paramarta, dijiwai olah rasa kasih sayang, yang mencakup wilayah se-Kabupaten Sleman sebagaimana sebuah keluarga besar yang harmonis, mulat sarira sesuai hari jadinya 'Anggana Catur Sarira Tunggal' yang terbaca tahun 1846 Jawa. Candra Sengkala tersebut mengemukakan sikap kearifan tradisional di empat penjuru yang manunggal pada jiwa kesatuan, yang menjadi unsur kasepuhannya.

Kabupaten Sleman memiliki 17 kapanewon dan 86 kalurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduk mencapai 1.062.861 jiwa yang tersebar di wilayah seluas 574,82 km² dengan tingkat kepadatan penduduk 1.849 jiwa/km².

Sleman merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2020, tercatat produk domestik regional bruto (PDRB) lapangan usaha atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 45,83 triliun.

Perekonomian Sleman mayoritas ditopang melalui sektor pengolahan, yakni mencapai Rp 6,16 triliun (13,4%) dan sektor konstruksi.com">Konstruksi yang mencapai Rp 5,04 triliun (10,99%) dari total PDRB.

Pasar tradisional tersebar di seluruh kapanewon di Sleman. Pusat perekonomian Sleman justru bukan berada di Kota Sleman. Kota Sleman difokuskan sebagai wilayah kerja pemerintahan kabupaten. Pusat perekonomian Sleman berada di wilayah yang menjadi kota satelit dari Kota Yogyakarta, seperti Depok, Mlati, Gamping, dan Ngaglik.

Sebagian pasar modern yang menggunakan nama "Yogyakarta" juga berada di Sleman, seperti Plaza Ambarrukmo, Hartono Mall Yogyakarta, Jogja City Mall, dan Sleman City Hall.

Pada tahun 2021, jumlah penduduk kabupaten Sleman adalah 1.125.804 jiwa, dengan kepadatan mencapai 2.076,32 per km2 nya. Kapanewon Depok menjadi wilayah dengan jumlah penduduk paling tinggi di Sleman, yakni 131.005 jiwa. Hal tersebut sangat wajar mengingat kapanewon Depok merupakan bagian dari kota satelit Kota Yogyakarta. Sedangkan kapanewon Cangkringan menjadi wilayah dengan jumlah penduduk paling rendah di Sleman, yakni 31.131 jiwa.

Kabupaten Sleman bersama dengan kota Yogyakarta dan kabupaten Bantul tergabung dalam wilayah penyangga urban bernama Kartamantul, yang merupakan akronim dari Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. wilayah Sleman yang masuk dalam aglomerasi Kartamantul berada di Kapanewon Depok, Mlati, Gamping dan Ngaglik. Dengan luas wilayah 1.114,15 km², wilayah aglomerasi Kartamantul memiliki total jumlah penduduk lebih dari 2.4 juta jiwa.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Surat Keputusan Gubernur No.163/KEP/2017 menyatakan pembentukan sekretariat bersama Kartamantul, dengan tujuan untuk mempermudah sinergi kerjasama antar ketiga wilayah dalam hal sampah, pengolahan limbah, drainase, jalan, transportasi, dan air bersih.

Islam merupakan agama mayoritas yang dianut masyarakat kabupaten Sleman dengan persentase 90,58%, dengan jumlah penganut Kristen yang relatif signifikan yakni 9,25% (Katolik 6,28% dan Protestan 2,37%). Sebagian kecil lagi adalah pemeluk agama Hindu yakni 0,10%, Buddha 0,06% dan agama Lainnya 0,01%, termasuk Konghucu dan penghayat kepercayaan.

Sleman pernah menjadi basis keagamaan Hindu dan Buddha pada masa Kerajaan Mataram Kuno, hal ini dibuktikan dengan adanya temuan beberapa candi di sekitar Kalasan, Prambanan, Ngemplak dan Berbah. Sleman juga memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di era Mataram Baru, khususnya setelah dibagi ke dalam wilayah Yogyakarta. Beberapa masjid Pathok Negoro milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat berada di Sleman, seperti masjid Pathok Negoro Mlangi di Gamping dan masjid Pathok Negoro Plosokuning di Ngaglik.

Kabupaten Sleman dilintasi jalur antarprovinsi yang menghubungkan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Jawa Tengah. Ruas jalan lingkar dalam kota Yogyakarta juga melewati kabupaten ini. Hal tersebut membuat banyak angkutan umum, angkutan kota dan angkutan antarkota dari Kota Yogyakarta dan Kota Magelang melewati Sleman.

Trans Jogja adalah moda transportasi bus rapid transit yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, terkhusus kawasan aglomerasi Kartamantul.

Stasiun Maguwo di Kapanéwon Depok merupakan satu-satunya stasiun kereta api di Sleman yang masih melayani layanan kereta api penumpang. Terletak di jalur utama selatan dan tengah Pulau Jawa, Stasiun Maguwo hanya melayani komuter Commuter Line Yogyakarta. Ada pula Stasiun Patukan yang berada di Kapanéwon Gamping, namun hanya melayani persilangan dan persusulan antar kereta api.

Kabupaten ini terdapat Bandar Udara Internasional Adisutjipto, namun sejak ada Bandar Udara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, Bandara ini jadi Lanud Militer hingga saat ini.

Sleman memiliki banyak makanan dan minuman khas daerah. Jadah tempe adalah makanan khas Sleman yang merupakan gabungan dari dua jenis makanan yaitu jadah yang merupakan olahan dari ketan dan tempe ataupun tahu. Baik tempe atau tahunya biasanya diolah dengan cara dibacem. Di masyarakat umum, jadah lebih dikenal dengan nama gemblong. Jadah tempe banyak ditemui di daerah Kaliurang.

Sedangkan di Sleman bagian barat, terdapat sentra industri keripik belut yang terletak di Kapanewon Godean. Keripik belut mulai dikembangkan oleh masyarakat Godean sejak dekade 1980-an dan berkembang hingga saat ini. Godean juga memiliki sentra kuliner keripik belut yang terletak tak jauh dari pasar Godean.

Ayam goreng Kalasan juga menjadi salah satu makanan utama khas sleman. Ayam goreng Kalasan memiliki cita rasa yang berbeda dikarenakan memakai bumbu yang sederhana dengan cara diungkep. Selain itu, kremes atau remahan rennyah yang terbuat dari tepung kanji juga menjadi salah satu daya tarik dari ayam goreng Kalasan. Pusat kuliner ayam goreng Kalasan berada di Dusun Bendan, Kalurahan Tirtomartani, yang terletak di pinggir jalan raya Yogyakarta-Surakarta. Kuliner ini sudah menjadi franchise restoran di Seluruh Indonesia.

Tanaman ini dipilih menjadi flora identitas Kabupaten Sleman karena merupakan jenis tanaman Salak khas di wilayah Sleman dan telah menjadi kebanggaan masyarakat Sleman. Awalnya, Partodiredjo, seorang Jogoboyo desa pada Kapanewon Tempel, pada tahun 1917 menerima kenang-kenangan empat butir biji salak dari seorang warga negara Belanda yang akan kembali ke negerinya karena masa tugasnya telah berakhir.

Biji salak yang kemudian ditanam dan dibudidayakannya dengan baik ternyata menghasilkan buah yang manis dan tidak sepat, tidak seperti buah Salak yang selama itu dikenalnya. Pada tahun 1948-an tanaman Salak tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Muhadiwinarto (putra Partodiredjo) warga Sokobinangun, Merdikorejo, Tempel. Karena kelebihannya dalam hal rasa, tanaman salak tersebut cepat berkembang pesat penyebarannya.

Di wilayah Sleman, burung yang bersuara merdu ini berhabitat kebun Salak Jawa. Dengan makanan utama cacing tanah dan kumbang (uret). Punglor merupakan predator bagi hama tanaman Salak Jawa. Namun, keberadaannya semakin berkurang seiring berkurangnya habitat kebun Salak Jawa. Masyarakat lebih banyak memilih menanam salak pondoh.

Empat dari lima perguruan tinggi negeri Yogyakarta berada di Sleman, yakni Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta, dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menariknya, instansi perguruan tinggi tetap menggunakan nama "Yogyakarta" dalam hal surat-menyurat dan tugas akhir, meskipun berada di wilayah Sleman.

Menurut Badan Bahasa, bahasa Jawa dialek Jogja-Surakarta merupakan bahasa daerah yang dituturkan mayoritas penduduk Kabupaten Sleman. Menurut Statistik Kebahasaan 2019, bahasa ini menjadi satu-satunya bahasa daerah asli Kabupaten Sleman. Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Sleman adalah bahasa Indonesia.

Sleman sebagai salah satu bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya memiliki kebudayaan daerah yang beragam. Beberapa seni, budaya dan tradisi yang berasal dari Sleman antara lain:

Bregada rakyat berbeda dengan prajurit bregada yang ada di dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Bregada rakyat dibentuk oleh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai wujud rasa cinta mereka kepada bregada keraton.

Bregada rakyat juga dapat ditemui di Sleman. Biasanya bregada ini dimiliki oleh paguyuban warga di suatu pedukuhan, dan biasanya akan ditampilkan dalam beberapa acara desa yang bertajuk budaya. Beberapa bregada rakyat dari Sleman, seperti bregada Manunggaling Kawula dari kapanewon Berbah, bregada Pager Bumi dari kapanewon Turi, dan bregada Wira Manggala dari kapanewon Gamping. Bregada-bregada ini juga menjadi daya tarik wisata di Sleman.

Sleman memiliki fasilitas olahraga berupa dua stadion, satu berada di Maguwoharjo dan satu lagi berada di kota Sleman, yakni Stadion Tridadi. Stadion Maguwoharjo dipersiapkan untuk pergelaran sepak bola nasional maupun internasional. stadion tersebut sama-sama menjadi markas klub sepak bola PSS Sleman.

PSS Sleman merupakan klub sepak bola yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1976 semasa periode kepemimpinan Bupati Drs. KRT. Suyoto Projosuyoto. Kini, PSS Sleman merupakan salah satu peserta kompetisi tertinggi dalam pergelaran sepak bola Indonesia, yakni Liga 1 Indonesia.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.