Masjid dengan Kategori Masjid Besar
Masjid dengan Kategori Masjid Besar di KOTA MAKASSAR
Gunakan form di bawah ini, untuk mempersempit pencarian
Tentang KOTA MAKASSAR
Kota Makassar (Lontara Makassar: ᨀᨚᨈ ᨆᨀᨔᨑ, transliterasi: Kota Mangkasara'), sebelumnya bernama Ujung Pandang (nama benteng suku makassar), adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Sebelumnya, kota yang sejak 1971 hingga 1999 dikenal secara resmi sebagai Ujung Pandang ini merupakan kota terbesar di wilayah Indonesia Timur dan pusat kota terbesar ketujuh di Indonesia dari jumlah penduduk setelah Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan Palembang. Kota ini terletak di pesisir barat daya pulau Sulawesi, menghadap Selat Makassar. Sebagian besar penduduk yang mendiami kota ini adalah suku Makassar atau Tu MANGKASARAK (paling dominan) dan pendatang dari orang-orang Bugis, Jawa, Mandar, Toraja, Sunda, Tionghoa dan lain-lain.
Menurut Bappenas, Makassar adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Medan, Jakarta, dan Surabaya. Dengan memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan jumlah penduduk lebih dari 1,4 juta jiwa, kota ini berada di urutan ketujuh kota terbesar di Indonesia dari jumlah penduduk setelah Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan Palembang. Makanan khas Makassar yang umum dijumpai di pelosok kota adalah Coto Makassar, Roti Maros, Jalangkote, Bassang, Kue Tori, Pallu butung, Pisang Ijo, Sop Saudara dan Sop Konro.
Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar. Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan.
Pada abad ke-16 hingga abad ke-17, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan di sana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut.
Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun Islam semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu yang bekerja dalam perdagangan di Kepulauan Maluku dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab. Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu (Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awwalul Islam, Raja Tallo).
Kontrol penguasa Makassar makin menurun seiring makin kuatnya pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun 1669, Belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap sebagai Batu Penghalang terbesar untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia timur. Setelah berperang habis-habisan mempertahankan kerajaan melawan beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa menanda tangani Perjanjian Bongaya.
Meningkatnya penghuni kota di Indonesia, maka timbul kebutuhan untuk menerapkan pembentukan Kotapraja seperti yang berlaku di Negeri Belanda. Kebutuhan nampak dalam peraturan desentralisasi tahun 1903 yang memungkinkan terbentuknya Kotapraja (Gemeente) setelah tahun 1905.
Realisasi dari keinginan pembentukan pemerintahan Kotapraja itu akhirnya berhasil diwujudkan. Makassar pada waktu itu merupakan pelabuhan terpenting di kawasan timur Indonesia yang juga ibu kota Gouvernement Celebes en Onderhoorigheden dan akhirnya mendapat kedudukan sebagai daerah Kotapraja (gemeente) pada tahun 1906.
Menurut catatan sejarah, cikal bakal lahirnya Kota Makassar berawal dari 1 April 1906. Saat itu pemerintah Hindia Belanda membentuk dewan pemerintahan Gemeentee di Kampung Baru, yang terletak di kawasan Pantai Losari dan Benteng Fort Rotterdam. Kawasan ini yang berkembang menjadi kota Makassar hingga kini disebut hari kebudayaan makassar, sebelumnya merupakan hari jadi Kotamadya Ujung Pandang.
Nama Makassar sendiri sempat diganti menjadi Ujung Pandang di masa pemerintahan Orde Baru, tepatnya pada 31 Agustus 1971. Meski begitu, sebutan Ujung Pandang sudah dikenal sejak tahun 1950-an.
Usaha perluasan wilayah pemerintahan Kotamadya Makassar akhirnya berhasil dapat diwujudkan pada tahun 1971, dari luas wilayah 21 km² menjadi 175 km² berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tanggal 1 September 1971. Perluasan wilayah ini diikuti pula dengan perubahan nama Kotamadya Makassar menjadi Kotamadya Ujung Pandang.
Perlu diketahui bahwa perubahan nama Kotamadya, Makassar menjadi Kotamadya Ujung Pandang yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 itu, sesungguhnya pada tahun 1964 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kotapraja Makassar telah disetujui pergantian nama Kotapraja Makassar menjadi Kotapraja Ujung Pandang yang dituangkan dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kotapraja Makassar Nomor 29/DPRD-GR tanggal 24 September 1964.
Nama Kota Ujung Pandang yang diresmikan pemakaiannya pada tanggal 14 September 1971, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 1971 yang dinyatakan berlaku tanggal 1 September 1971, merupakan perubahan nama dari Kota Makassar yang telah diperluas.
Dengan perubahan nama Makassar menjadi Ujung Pandang telah mendapat tanggapan dari berbagai tokoh tokoh masyarakat di Sulawesi Selatan. Salah satu tanggapan mengenai pengembalian nama Makassar, pada tanggal 17 Juli 1976 diajukan petisi yang ditandatangani oleh Prof. Dr. A. Zainal Abidin Farid S. H., Dr. Mattulada, dan Drs. H. Dg Mangemba, tiga budayawan terkemuka Makassar menuntut pengembalian nama Makassar. Usaha-usaha pengembalian nama Makassar terus bergulir, pada tanggal 21 Agustus 1995, Walikotamadya Ujung Pandang, H. Malik B. Masry, SE, MS mengadakan seminar yang hasil rekomendasi untuk pengembalian nama Kota Makassar.
Selanjutnya pada tanggal 21 Agustus 1999 diterbitkan Keputusan Pimpinan Dewan perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Ujung Pandang Nomor 05/Pim/DPRD/VIII/1999 yang memuat persetujuan DPRD Kotamadya Ujung Pandang atas rencana perubahan nama Ujung Pandang menjadi Makassar yang diusulkan oleh Walikota Drs. H. Baso Amiruddin Maula, S.H, M.Si. Akhirnya pada tanggal 13 Oktober 1999, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 yang menetapkan pengembalian nama Kotamadya Ujung Pandang menjadi Kota Makassar dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.
Makassar adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian Selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan sebelah Utara dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Kecamatan Liukang Tupabiring), sebelah Timur Kabupaten Maros (Kecamatan Mocongloe) dan Kabupaten Gowa (Kecamatan Pattallassang), sebelah selatan Kabupaten Gowa (Kecamatan Somba Opu dan Barombong) dan Kabupaten Takalar (Kecamatan Galesong Utara), serta sebelah Barat dengan Selat Makassar. Kota Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan kemiringan lahan 3-15° (bergelombang). Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi.
Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai “Waterfront City” yang di dalamnya mengalir beberapa sungai seperti Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam kota. Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang berada pada ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut.
Letak Kota Makassar adalah di bagian selatan dari Pulau Sulawesi. Perkembangan wilayah Kota Makassar dimulai di sepanjang pesisir pantai yang berada di antara dua sungai besar, yaitu sungai Jeneberang dan sungai Tallo. Perkembangan kota Makassar sebagai kota perdagangan dan kota pelabuhan ditunjang oleh wilayah utara. Wilayah pedalaman membawa komoditas sumber daya alam ke Makassar untuk dijual ke pasar. Bagian barat dari kota Makassar adalah selat Makassar dan terdapat sejumlah pulau kecil.
Pulau-pulau ini digunakan sebagai penunjang perkembangan kota, yakni sebagai pelindung dan memenuhi kebutuhan kota Makassar. Keberadaan pulau-pulau kecil digunakan sebagai pencegah gangguan badai dan ombak yang mengganggu perahu atau kapal-kapal yang melakukan perdagangan di pelabuhan Makassar. Masyarakat kota Makassar di pulau-pulau kecil ini dihuni oleh orang-orang suku Makassar yang mata pencahariannya berhubungan dengan laut.
Kota Makassar memiliki kondisi iklim tropis yang bertipe iklim tropis muson (Am), hal tersebut ditandai dengan kontrasnya jumlah rata-rata curah hujan di musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya berlangsung sejak bulan November hingga bulan Maret dan musim kemarau berlangsung dari bulan Mei hingga bulan September. Wilayah Kota Makassar memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26,°C sampai dengan 29 °C. Rata-rata curah hujan per tahun di wilayah ini berkisar antara 2700–3200 milimeter.
Kota Makassar terdiri dari 15 kecamatan dan 153 kelurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduk sebesar 1.663.479 jiwa dengan luas wilayah 199,26 km² dan tingkat kepadatan penduduk sebesar 8.348 jiwa/km².
Jumlah penduduk Kota Makassar pada tahun 2023 tercatat sebanyak 1.474.393 jiwa, terdiri dari 732.391 laki-laki dan 742.002 perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 98,7 dan laju pertumbuhan penduduk -0,29 persen. Kepadatan penduduk mencapai 8.388 jiwa per km², dengan Kecamatan Makassar dan Mariso mencatat kepadatan tertinggi masing-masing 32.634 dan 32.269 jiwa per km², sedangkan Tamalanrea terendah yaitu 3.337 jiwa per km². Proporsi penduduk usia 0–14 tahun sebesar 25,13 persen, usia 15–64 tahun sebesar 68,82 persen, dan usia ≥65 tahun sebesar 6,06 persen. Penduduk usia 15–29 tahun berjumlah 384.844 jiwa atau 26,10 persen dari total populasi.
Makassar merupakan kota yang multi etnis Penduduk Makassar kebanyakan dari Suku Makassar dan Suku Bugis, sisanya berasal dari Toraja, Mandar, Buton, Tionghoa, Jawa dan sebagainya.
Masyarakat kota Makassar menganut agama yang beragam, dengan mayoritas bergama Islam. Data pada Sensus Penduduk Indonesia 2010 mencatat, penduduk Makassar yang beragama Islam sebanyak 87,19%. Selanjutnya penduduk yang menganut agama Kekristenan sebanyak 11%, dengan rincian Protestan sebanyak 8,17%, dan katolik sebanyak 2,83%. Penganut agama Buddha sebanyak 1,27%, kemudian Hindu sebanyak 0,14%. Selebihnya sebanyak 0,40%, termasuk agama Konghucu, dan aliran kepercayaan.
Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kota Makassar adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat tiga bahasa daerah di Kota Makassar, yaitu bahasa Makassar. Bahasa mayoritas yang dituturkan oleh masyarakat di kota Makassar adalah Bahasa Makassar yang banyak menyerap unsur-unsur bahasa Sulawesi Selatan yang dituturkan oleh sebagian besar masyarakat kota ini. Bisa dikatakan bahasa Melayu Makassar ini menjadi bahasa ibu bagi generasi yang lahir diatas tahun 1990-an, yang umum digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Bahasa ini juga dituturkan diseluruh wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan sebagian wilayah Sulawesi tengah. Ciri khas bahasa ini adalah dengan adanya penggunaan kata ji, mi, ko, ja atau beberapa tambahan kata yang lain pada kalimat yang digunakan yang mana spesifik menujukkan kalimat perintah atau kata kerja yang hanya dipahami oleh orang di kota Makassar atau pendatang yang sudah menetap lama di kota ini.
Pete-pete adalah sebutan angkot di Makassar dan sekitarnya. Pete-pete merah adalah angkot yang berasal dari Kabupaten Gowa dan melayani pengangkutan antar kota, sedangkan pete-pete biru adalah angkot yang berasal dari Kota Makassar itu sendiri dan hanya melayani pengangkutan di wilayah Makassar saja. Sarana transportasi darat lain seperti bus, taksi, becak, bentor, dan ojek online juga tersedia di Makassar.
Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, Soekarno-Hatta menjadi nama pelabuhan, khususnya pelabuhan untuk kapal penumpang dan terminal penumpang. Pelabuhan ini dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia IV (Pelindo IV). Di area pelabuhan penumpang ini terdapat Masjid Babussalam. Masjid ini diresmikan Presiden Megawati, berbarengan dengan peresmian Terminal Petikemas Makassar, pada 21 Juli 2001. Sementara di kawasan ujung utara pelabuhan, atau ujung jalan Nusantara, terdapat awal Jalan Tol Reformasi (tol lingkar Makassar) yang menghubungkan kawasan pelabuhan dengan pusat kota. Jalan tol yang hanya sepanjang 3,1 km ini dikelola oleh PT Nusantara Infrastructure Tbk. Perusahaan milik Bosowa Group ini juga jadi pengelola jalan tol Bintaro-Bumi Serpong Damai (Jakarta/Tangerang).
Paotere adalah suatu pelabuhan perahu yang terletak di Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. Pelabuhan yang berjarak ± 5 km (± 30 menit) dari pusat Kota Makassar ini merupakan salah satu pelabuhan rakyat warisan tempo doeloe yang masih bertahan dan merupakan bukti peninggalan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo sejak abad ke-14 sewaktu memberangkatkan sekitar 200 armada Perahu Pinisi ke Malaka. Pelabuhan Paotere sekarang ini masih dipakai sebagai pelabuhan perahu-perahu rakyat seperti Pinisi dan Lambo dan juga menjadi pusat niaga nelayan.
Kota Makassar mempunyai sebuah bandara internasional, Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin yang pada tanggal 26 September 2008 diresmikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang menandakan mulai pada saat itu Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin beroperasi secara penuh di mana sebelumnya telah beroperasi tetapi hanya sebagian. Bandara Hasanuddin juga memiliki taksi khusus Bandara dengan harga yang bervariasi sesuai dengan region dari daerah yang dituju serta shuttle bus khusus yang melayani jalur dari dan ke bandara baru. Bahkan banyak taksi-taksi yang gelap yang juga menawarkan jasa kepada penumpang yang baru tiba di Makassar. Pada tahun 2009 diharapkan landasan pacu yang baru telah rampung dan bisa digunakan.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Kota Makassar pada 2023 tercatat sebesar Rp226.902,80 miliar, naik dari Rp208.935,79 miliar pada 2022 dan Rp190.318,07 miliar pada 2021, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,31 persen dan PDRB per kapita Rp155,95 juta. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Makassar berada di atas 9 persen, dengan puncak 10,83 persen pada 2008. Pada triwulan II 2019, realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri mencapai Rp601,1 miliar dan Penanaman Modal Asing Rp1 triliun. Lima sektor utama penyerapan investasi terdiri dari pertambangan sebesar Rp484,3 miliar, industri mineral non logam sebesar Rp377,1 miliar, jasa lainnya sebesar Rp169,2 miliar, listrik gas dan air sebesar Rp164,7 miliar, dan industri makanan sebesar Rp100,7 miliar. Pada 2023, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor menyumbang 20,03 persen terhadap struktur PDRB, diikuti industri pengolahan sebesar 18,83 persen dan konstruksi.com">Konstruksi sebesar 18,20 persen. Nilai tambah sektor perdagangan sebesar Rp45.443,61 miliar, industri pengolahan Rp42.720,21 miliar, dan konstruksi.com">Konstruksi Rp41.301,43 miliar. Nilai tambah sektor transportasi dan pergudangan naik dari Rp5.480,41 miliar pada 2022 menjadi Rp6.565,49 miliar pada 2023, penyediaan akomodasi dan makan minum naik dari Rp4.233,26 miliar menjadi Rp4.863,29 miliar, dan jasa keuangan dan asuransi naik dari Rp11.514,82 miliar menjadi Rp12.331,65 miliar.
Jumlah perusahaan industri kecil dan menengah mencapai 14.904 unit, menyerap 48.817 tenaga kerja dengan nilai produksi Rp3.783.498 juta. Industri makanan dan minuman menyumbang 74,27 persen terhadap nilai tambah sektor industri. Industri makanan dan minuman bertambah dari 2.218 perusahaan pada 2022 menjadi 7.391 perusahaan pada 2023. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh 12,44 persen, sektor transportasi dan perdagangan tumbuh 10,59 persen, dan jasa lainnya tumbuh 10,48 persen. Jumlah perusahaan konstruksi.com">Konstruksi mencapai 3.693 unit dengan 1.272 skala kecil, 493 menengah, dan 62 besar. Total simpanan masyarakat di perbankan sebesar Rp70.763.842 juta, terdiri dari tabungan Rp35.511.768 juta, deposito Rp24.323.110 juta, dan giro Rp10.928.964 juta. Jumlah koperasi aktif sebanyak 1.976 unit dengan sebaran tertinggi di Kecamatan Rappocini. Inflasi tahunan Kota Makassar sebesar 2,89 persen, tertinggi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 6,74 persen. Pengeluaran per kapita meningkat dari Rp1.678.574 pada 2022 menjadi Rp1.735.127 pada 2023, dengan alokasi pengeluaran non makanan sebesar 58,38 persen dan makanan sebesar 41,62 persen. Produk ekonomi lokal seperti PT Cepat dan Bersih Indonesia (QnC Laundry), Minyak Tawon, Bugis Waterpark, dan Jamesons Hardware Supermarket berasal dari Kota Makassar dan telah mencapai pasar nasional maupun internasional.
Data Badan Pusat Statistik Makassar mencatat jumlah Sekolah Dasar di kota ini sebanyak 473, kemudian jenjang Sekolah Menengah Pertama sebanyak 225, dan Sekolah Menengah Atas sederajat sebanyak 134. Sementara, Angka Partisipasi Murni (APM) siswa setiap jenjang pada tahun 2022, tingkat SD sebanyak 99,62%, tingkat SMP sebanyak 83,05%,dan tingkat SMA sebanyak 59,64%, jumlah partisipasi SMA menurun dibanding tahun 2021, yakni 60%.
Untuk jenjang perguruan tinggi, beberapa diantaranya yakni: Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Muslim Indonesia, Universitas Fajar, Universitas Cokroaminoto, Universitas Atma Jaya Makassar, Universitas Kristen Indonesia Paulus, Universitas Bosowa Makassar, Universitas Pancasakti, Universitas Islam Makassar, Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar, Politeknik Kesehatan Makassar, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Politeknik ATI Makassar, STKIP YPUP Makassar, Universitas Patria Artha, Universitas Pejuang Republik Indonesia, Universitas Sawerigading, Universitas Indonesia Timur Makassar, Universitas Teknologi Sulawesi, Universitas Karya Dharma, Universitas Pepabri, Universitas Terbuka Makassar dan lainnya.
Pada Tahun 2023 angka melek huruf di Kota Makassar sebesar 99,15 persen. Angka Harapan Lama Sekolah mencapai 15,61 tahun dan Rata-Rata Lama Sekolah mencapai 11,56 tahun. Angka Partisipasi Sekolah usia 7–12 tahun sebesar 99,34 persen, usia 13–15 tahun sebesar 93,88 persen, dan usia 16–18 tahun sebesar 71,19 persen. Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas dengan pendidikan tidak punya ijazah sebesar 4,58 persen, tamat SD sebesar 13,09 persen, tamat SLTP sebesar 19,85 persen, dan tamat SMA atau lebih sebesar 62,48 persen. Pada Tahun Ajaran 2023/2024, rasio murid per guru di jenjang SD sebesar 17, di jenjang SLTP dan SLTA masing-masing sebesar 15. Angka Partisipasi Kasar untuk jenjang SD sebesar 101,58 persen. Indeks Pembangunan Manusia Kota Makassar pada Tahun 2023 sebesar 84,85 dengan komponen pendidikan berupa Harapan Lama Sekolah sebesar 15,61 tahun dan Rata-Rata Lama Sekolah sebesar 11,56 tahun. Rata-rata lama sekolah Kota Makassar lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Sulawesi Selatan seperti Gowa sebesar 8,41 tahun, Parepare sebesar 10,7 tahun, dan Palopo sebesar 11,13 tahun.
Pada Tahun 2023 jumlah rumah sakit umum di Kota Makassar sebanyak 34 unit, rumah sakit bersalin 27 unit, puskesmas 47 unit, poliklinik 57 unit, dan apotek 115 unit. Angka harapan hidup penduduk Kota Makassar mencapai 75,15 tahun, naik dari 72,40 tahun pada Tahun 2022. Penolong kelahiran oleh dokter sebanyak 70,56 persen, oleh bidan 29,44 persen. Persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan turun dari 27,51 persen pada Tahun 2022 menjadi 13,99 persen pada Tahun 2023. Angka ini merupakan yang paling rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain fasilitas pemerintah, layanan kesehatan juga tersedia pada RS Wahidin Sudirohusodo sebagai rumah sakit pusat dengan fasilitas layanan spesialistik lengkap, laboratorium canggih, dan ruang ICU berstandar nasional. Di Makassar juga terdapat Rumah Sakit Umum Daerah Daya, Rumah Sakit Labuang Baji, Rumah Sakit Haji, dan Rumah Sakit Siti Khadijah sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan rujukan tingkat provinsi dan regional.
Fasilitas pelayanan kesehatan primer dan sekunder ditunjang oleh 47 puskesmas yang tersebar di seluruh kecamatan, ditambah dengan kehadiran pusat pelayanan terpadu di wilayah padat penduduk seperti Rappocini dan Biringkanaya. Seluruh puskesmas tersebut melayani konsultasi umum, imunisasi, pelayanan ibu dan anak, serta kesehatan gigi. Poliklinik sebanyak 57 unit tersebar di klinik swasta dan instansi pemerintah. Apotek sebanyak 115 unit melayani distribusi obat, termasuk di kawasan perumahan dan pusat bisnis. Layanan ambulans terdaftar sejumlah 54 unit. Kota Makassar juga memiliki layanan call center Dinas Kesehatan dan sistem rujukan digital untuk percepatan koordinasi antar faskes.
Makassar modern memiliki banyak tempat wisata yang digunakan untuk keperluan hiburan masyarakat Makassar maupun bagi wisatawan yang berasal dari kota maupun negara lain. Beberapa di antaranya yang paling digemari maayarakat makassar adalah:
Berita dari Masjid
Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.