Informasi Masjid, Mushola dan Pondok Pesantren di KOTA BALIKPAPAN

Temukan Masjid Raya, Masjid Agung, Masjid Besar, Masjid Jami, Masjid Umum, Masjid Bersejarah, Masjid Kampus/Sekolah, Masjid Perumahan, Masjid di Mall/Pasar, Masjid Pesantren, Masjid Kantor, Mushola, Pondok Pesantren di KOTA BALIKPAPAN

Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai

Qs Ali Imran : 103

Pondok Pesantren di KOTA BALIKPAPAN

Tentang KOTA BALIKPAPAN

Kota Balikpapan adalah sebuah kota di Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Balikpapan menjadi kota terbesar kedua di Kalimantan Timur, setelah Kota Samarinda, dengan total penduduk sebanyak 746.804 jiwa pada pertengahan tahun 2024.

Sebagai pusat bisnis dan industri, kota ini memiliki perekonomian terbesar di seluruh Kalimantan, dengan total PDRB mencapai Rp79,65 triliun pada tahun 2016. Balikpapan menjadi salah satu dari 3 gerbang menuju ibu kota Indonesia yang baru, dengan keberadaan Pelabuhan Semayang (tersibuk kedua setelah Pelabuhan Samarinda) dan Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman yang merupakan bandara kota tersibuk ketiga di Kalimantan, setelah Banjarmasin dan Pontianak.

Terbentuknya Balikpapan berawal dari sebuah perkampungan nelayan di tepi Selat Makassar pada abad ke-19. Pengeboran pertama sumur minyak di kota ini dimulai pada 10 Februari 1897, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Balikpapan. Pada tahun 1907, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) mendirikan kantor di kota ini, yang kemudian diikuti oleh masuknya investasi dari berbagai perusahaan multinasional. Berdasarkan survey persepsi masyarakat dengan 1000 responden, kota Balikpapan dulunya dinobatkan IAP sebagai salah satu kota paling layak huni di Indonesia tahun 2014 dan 2017. Namun pada tahun 2022, kota ini justru tertinggal oleh Samarinda dan tidak lagi dinobatkan dalam 10 besar.

Ada beberapa hikayat populer yang menceritakan asal usul kota yang berada di pesisir timur Kalimantan ini, yaitu:

Daerah Balikpapan dan Balikpapan Seberang (Penajam) merupakan bagian dari wilayah negara dependen Kesultanan Kutai. Tahun 1942 Penajam termasuk dalam wilayah Balikpapan. Sejak sekitar tahun 1636, Kalimantan pada umumnya termasuk negara bagian Kutai, negara bagian Paser dan negara bagian Berau diklaim sebagai wilayah mandala negara Kesultanan Banjarmasin. Pada 1 Januari 1817, Sulaiman dari Banjar telah menyerahkan kedaulatannya atas sebagian besar Kalimantan kepada perusahaan VOC, yang kemudian diperbarui lagi pada tanggal 4 Mei 1826 pada masa Sultan Adam. Setelah itu Kalimantan pada umumnya menjadi wilayah negara Hindia Belanda. Tahun 1844, bekas negara bagian Kutai secara resmi mendapat pengakuan sebagai negara dependensi di dalam negara Hindia Belanda. Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, Kutai termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8 Tahun 1855, Kutai merupakan sebagian dari de zuid- en oosterafdeeling van Borneo yang beribu kota di Banjarmasin.

Dengan ditemukannya sumber-sumber minyak di daerah Balikpapan dan daerah sekitarnya (Samboja, Sanga-Sanga dan Muara Badak), pemerintah Hindia Belanda akhirnya membeli wilayah ini dari Sultan Kutai Kertanegara serta dibangun untuk mendukung usaha-usaha pertambangan khususnya perminyakan dengan mendirikan kilang minyak, kantor operasi serta perumahan pegawai (sisa-sisa usaha pembangunan Hindia Belanda dapat dilihat dari permukiman para staf Pertamina). Aktivitas perminyakan ini juga membantu perpindahan penduduk terutama para pekerja dari Jawa, serta dari berbagai daerah. Saat itu perusahaan minyak yang dikenal adalah BPM, Shell dan KPM. Wilayah Balikpapan pada tahun 1930 itu meliputi Balikpapan Seberang (Penajam).

Pada masa Perang Dunia II, Jepang mengincar wilayah ini sebagai batu loncatan mengadakan serangan ke Jawa. Pada tanggal 23-25 Januari 1942, armada Jepang di bawah pimpinan Shizuo Sakaguchi merebut Balikpapan dari tangan pasukan Sekutu dan Hindia Belanda. Tapi beberapa hari sebelumnya, Belanda telah menghancurkan fasilitas-fasilitas penting, seperti instalasi kilang minyak, infrastruktur, dan pabrik-pabrik kimia. Rangkaian peristiwa ini terangkum dalam Pertempuran Balikpapan (1942).

Pada babak akhir Perang Dunia II, nilai strategis kota Balikpapan juga diperhitungkan tentara Sekutu. Pada tahun 1945 tentara Sekutu di bawah komando Australia merebut kota dari tangan Jepang, dalam operasi dengan nama sandi Obo II, atau lebih dikenal sebagai Pertempuran Balikpapan (1945).

Berita tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia agak terlambat sampai di kota ini, sekitar tahun 1945-1946 melalui pekerja BPM yang datang dari Jawa dalam rangka rehabilitasi kilang minyak yang hancur akibat perang yang dilanjutkan dengan pernyataan rakyat di Lapangan FONI. Namun karena Belanda berniat menguasai kembali kota ini maka terjadi peperangan yang berlanjut sampai pada pertempuran Sangatta. Pada masa pengakuan kedaulatan tahun 1949, wilayah ini diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat yang berlanjut kepada Republik Indonesia.

Kota Balikpapan memiliki wilayah 85% berbukit-bukit serta 12% berupa daerah datar yang sempit terutama berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sungai kecil serta pesisir pantai. Dengan kondisi tanah yang bersifat asam (gambut) serta dominan tanah merah yang kurang subur. Sebagaimana layaknya wilayah lain di Indonesia, kota ini juga beriklim tropis. Kota ini berada di pesisir timur Kalimantan yang langsung berbatasan dengan Selat Makassar, memiliki teluk yang dapat dimanfaatkan sebagai pelabuhan laut komersial dan pelabuhan minyak.

Secara geografis, wilayah Kota Balikpapan berada pada 1º–1,5º Lintang Selatan dan 116,5º–117º Bujur Timur. Kota Balikpapan memiliki wilayah seluas 503,3 km2. Batas-batas wilayah Kota Balikpapan sebagai berikut:

Secara umum Kota Balikpapan berada pada ketinggian 0 sampai 100 meter di atas permukaan laut. Klasifikasi terbesar yaitu berada pada ketinggian 20-100 mdpl dengan luas 20.090,57 ha atau 51,66% dari luas wilayah, ketinggian >10-20 mdpl seluas 17.260 ha atau 34,17% dari luas wilayah dan ketinggian 0-10 mdpl seluas 6.980 Ha atau 13% dari luas wilayah. Dari sisi topografis sebagian besar wilayah Kota Balikpapan berada pada kemiringan lereng antara 15-40% yaitu seluas seluas 21.305,57 Ha atau 42,33% dari luas wilayah keseluruhan. Secara morfologis Kota Balikpapan terdiri dari 85% kawasan perbukitan dengan jenis tanah podsolik merah kuning yang memiliki karakter topsoil tipis, struktur tanah mudah tererosi. Sedangkan 15% lainnya merupakan daerah dataran yang terletak di sepanjang pantai timur dan selatan wilayah Kota Balikpapan dengan jenis tanah umumnya adalah alluvial.

Suhu udara di wilayah Kota Balikpapan berada pada 23°–32 °C dengan tingkat kelembapan relatif sebesar ±84%. Wilayah Kota Balikpapan sendiri beriklim tropis dengan tipe (Af). Curah hujan di wilayah Balikpapan cenderung tinggi setiap tahunnya, yaitu berkisar antara 2.300–2.900 mm per tahun dan dengan jumlah hari hujan lebih dari 130 hari hujan per tahun.

Di Hutan Lindung Sungai Wain, yang merupakan daerah resapan air utama dan habitat satwa langka Kalimantan, mulai dirambah masyarakat dengan cara tebang bakar sehingga ketika musim kemarau sebagian kawasan tersebut menjadi tandus dan mengalami kerusakan 40%. Luas area hutan Sungai Wain yang mencapai 10 ribu hektare, perlahan tetapi pasti terus berkurang, hingga menyisakan 9 ribu hektare dengan kondisi hutan yang masih baik hanya 63%. Warga sekitar banyak mencari kayu untuk memasak di hutan tersebut walaupun di sekelilingnya telah dipagari kawat.

Sebelumnya antara tahun 2000 hingga 2001, pembalakan liar terjadi di 10 hingga 15 titik di hutan Sungai Wain, dan pada tahun 2009 hutan ini dilanda kebakaran bersama hutan Sungai Manggar yang membuat 15 hektare kawasan hutan terlalap api. Ancaman penambangan batu bara dari wilayah sekitar yang memberikan izin penambangan seperti Paser dan Kutai Kartanegara turut mengganggu ekosistem perbatasan hutan Sungai Wain.

Hutan kota di Telagasari yang diresmikan tahun 1996 dengan luas 29,4 hektare, kini telah menyusut hingga menjadi 8 hektare saja. Hutan di tengah kota ini telah dikelilingi permukiman penduduk.

Hutan lindung Sungai Manggar juga mengalami kerusakan cukup parah, yakni sekitar 60%. Waduk di hutan ini pun terancam karena lahan-lahan tambang batu bara dan pabrik bata didirikan begitu dekat sehingga terjadi pendangkalan air waduk. Mayoritas dari yang mendirikan tersebut bahkan diketahui merupakan masyarakat pendatang. Selain itu, pembangunan jalan tol Balikpapan–Samarinda yang direncanakan pemerintah Kaltim yang membelah hutan sepanjang 8 kilometer melintasi waduk bisa merusak kualitas sumber air bersih di Balikpapan tersebut.

Kerusakan hutan mengakibatkan Balikpapan mudah terjadi bencana banjir dan longsor setiap dilanda hujan deras. Suplai air bersih juga semakin berkurang karena resapan air kian menyempit, erosi mudah terjadi serta sedimen dari lokasi penambangan yang mengalir ke sungai memperkeruh dan mendangkalkan waduk, ditambah dengan kondisi Balikpapan yang hanya memiliki sedikit sungai dan tanah yang kurang subur.

Populasi maskot Balikpapan, beruang madu semakin sedikit yakni hanya tinggal 50 ekor. Hal ini disebabkan penambangan batu bara yang mempersempit habitat beruang madu, sehingga beruang madu enggan bereproduksi.

Selain beruang madu, satwa Balikpapan lainnya yang dinyatakan terancam punah yaitu bekantan, uwa-uwa Kalimantan, orangutan Kalimantan, trenggiling dan musang air Bennet. Sedangkan satwa di Balikpapan yang telah punah ialah banteng (Bos javanicus).

Tak cukup dengan penggundulan dan pengrusakan hutan maupun bakau yang masif, terumbu karang Balikpapan juga tidak luput dari pengrusakan bahkan kondisinya sangat memprihatinkan dan terancam kepunahan serius. Berdasarkan data pemkot, sebelum tahun 2007 saja tercatat 3 pihak melakukan pengrusakan terumbu karang Balikpapan, yakni proyek jalan Balikpapan-Samarinda tahun 1965, proyek Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman tahun 1996 (pengrusakan karang di Balikpapan Timur) dan para nelayan yang menggunakan bom ikan (potasium).

Pada tahun 2004 di Balikpapan Timur, tercatat tutupan karang biotic hanya berkisar 4.02%-26% saja sementara tutupan karang massive dan encrusting hanya sekitar 4.02%-17.92% saja. Pengamatan juga mengungkap fakta bahwa wilayah tersebut dulunya memiliki tutupan karang yang cukup luas dengan daerah pertumbuhan 2–10 m. Berdasarkan klasifikasi status Wilkinson, terumbu karang Balikpapan Timur berstatus 'Poor' (status terendah).

Sebelum terjadi bencana tumpahan minyak, terumbu karang Teluk Balikpapan yang merupakan terumbu karang terunik di Indonesia, kerusakannya sudah dalam kategori 'Parah'. Saat itu, teluk sudah mengalami sedimentasi tinggi karena menjadi muara sedimen daratan dari 10 buah sungai. Pada tahun 2011, laju sedimentasi Teluk Balikpapan mencapai 7 ton per hektar per tahun, sehingga dasar teluk menjadi lebih dangkal 17 meter hanya dalam kurun waktu 6 tahun saja.

Pembangunan industri (sawit, termasuk Kawasan Industri Kariangau), pemukiman tepi laut yang semakin padat, aktivitas kapal dan transportasi air yang tinggi serta pertambangan batu bara semakin memperparah kerusakan terumbu karang. Akibatnya terumbu karang mati lantaran air laut berubah menjadi keruh, berwarna kecoklatan dan tercemar.

Terjadinya bencana besar tumpahan minyak 2018 menjadi kerusakan lingkungan terberat bagi Balikpapan, yang mana sebanyak 4 kawasan terumbu karang seluas 10,4 hektar dipastikan telah rusak. Tragedi tersebut sangat disayangkan, mengingat pemulihan terumbu karang karena bom ikan saja membutuhkan waktu ratusan tahun lamanya. Badan Keamanan Laut menegaskan bila di luar negeri setetes minyak jatuh ke laut sudah merupakan pelanggaran berat, sementara di Indonesia penegakan hukum masih lemah.

Apabila terumbu karang mati, maka berbagai biota laut teluk ikut berkurang karena terumbu karang merupakan rumah, tempat bertelur serta perawatan biota laut, sehingga dapat memicu konflik perikanan antara nelayan Balikpapan dan Penajam Paser Utara. Budi daya rumput laut Penajam Paser Utara juga turut terancam. Gelombang tinggi dengan mudahnya menerjang pesisir sebab terumbu karang berperan membantu bakau dalam meredam ombak.

Wali kota adalah pemimpin tertinggi di pemerintahan kota Balikpapan. Saat ini, wali kota yang menjabat ialah Rahmad Mas'ud. Ia menang pada pemilihan umum wali kota Balikpapan 2020. Ia berpasangan dengan calon wakil wali kota, Thohari Aziz. Namun, sebelum pelantikan jabatan, Thohari meninggal dunia pada 27 Januari 2021. Rahmad kemudian dilantik menjadi wali kota Balikpapan periode 2021-2024 oleh gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, pada 31 Mei 2021 di Pendopo Etam Kota Samarinda.

Kota Balikpapan terdiri dari 6 kecamatan dan 34 kelurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 619.983 jiwa dengan luas wilayah 527,00 km² dan sebaran penduduk 1.176 jiwa/km². Perda Balikpapan No. 8 tahun 2012 meresmikan pembentukan kecamatan baru, Balikpapan Kota.

Dalam Perda Balikpapan No. 7 tahun 2012 ditetapkan pemekaran 7 kelurahan baru. Dari 27 kelurahan sebelum pemekaran terdapat 369 RW dan 1.143 RT. Ini berarti bahwa jumlah RW sebelum dan sesudah pemekaran tidak berubah, sedangkan RT mengalami penambahan sebanyak 62 buah sehingga berubah dari jumlah 1.081 menjadi 1.143 RT.

Balikpapan adalah berstatus sebagai kota dengan wali kota sebagai kepala daerah dan DPRD sebagai legislatif serta memiliki perlengkapan pemerintahan dan aparatur pemerintah seperti Kepolisian, Kejaksaan Negeri, Rumah Tahanan dan Lembaga Permasyarakatan serta Pengadilan Negeri. Selain itu Balikpapan menjadi pusat pemerintahan untuk wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan. Tercatat di antaranya kantor Polda (Kepolisian Daerah) Kalimantan Timur dan Kejaksaan Tinggi berpusat disini. Serta markas besar Angkatan Darat, yakni Komando Daerah Militer (KODAM) VI Mulawarman yang memiliki daerah operasi wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan berpusat di kota ini. KODAM yang memiliki motto "Gawi Manuntung Waja Sampai Kaputing" merupakan satu-satunya KODAM yang berpusat di kota, bukan ibu kota provinsi.

Penduduk asli Balikpapan adalah suku Balik, kemudian dari etnis pendatang yang sudah lama menetap di Balikpapan yakni berasal dari etnis Banjar, Bugis, Makassar, Jawa, serta pendatang lain yang di antaranya beretnis Manado, Gorontalo, Madura, Sunda, dan lain-lain.

Di awal Juni 2014, jumlah penduduk mencapai 684.339 jiwa dengan jumlah pendatang selama tahun 2012 sebanyak 21.486 jiwa yang merupakan jumlah tertinggi selama tiga tahun terakhir. Jumlah pendatang tersebut mampu melampaui jumlah pendatang yang masuk di Singapura pada tahun yang sama yakni sebanyak 20.693 jiwa. Antara tahun 2003 hingga 2012, jumlah pendatang tercatat 170 ribu jiwa lebih, sebagian besar dari pendatang tersebut memenuhi persyaratan dan menjadi warga tetap, sedangkan sisanya dipulangkan atau pindah sendiri. Peningkatan jumlah penduduk terjadi akibat tingginya arus migrasi pendatang serta pertambahan alamiah (kelahiran), sehingga Balikpapan mulai tahun 2005 hingga saat ini menjadi kota terpadat penduduk di Kaltim.

Berdasarkan asalnya, pendatang berasal dari pulau-pulau di sekitar seperti Jawa, Madura dan Sulawesi. Jumlah pendatang paling banyak berasal dari Jawa yakni sebanyak 30%, kemudian diikuti dengan Banjar dan Bugis masing-masing sebanyak 20%, Toraja sebanyak 11%, Madura sebanyak 8%, Buton sebanyak 7% dan Betawi sebanyak 4%. Tingkat pendidikan pendatang didominasi oleh lulusan SLTA sebanyak 36%, diikuti lulusan SD sebanyak 25%, tidak tamat SD sebanyak 23%, lulusan SMP sebanyak 12% dan perguruan tinggi hanya 4%. Alasan pendatang masuk ke Balikpapan beragam, paling banyak karena mencari pekerjaan (48%), kemudian karena pindah kerja (33%) dan karena ikut keluarga atau suami sebanyak 19%. Kesadaran pendatang dalam membuang sampah di Balikpapan bervariasi, ada yang membuangnya tepat di TPS hingga membuang bebas di sungai. Sekitar 50% pendatang membuang sampah di TPS, kemudian sebanyak 35% pendatang pengelolaan sampahnya dipungut oleh petugas, 11% pendatang membakar sampahnya dan sebanyak 4% membuangnya langsung ke sungai.

Dengan pertumbuhan pendatang yang sangat tinggi, pada tahun 2015 jumlah penduduk diprediksi meningkat menjadi 825.275 jiwa yang mengakibatkan 5,15% (42.502 jiwa) penduduk Balikpapan saat itu tidak dapat menikmati air bersih. Jumlah penduduk pada tahun 2033 diprediksi mencapai angka 1.102.366 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.190 jiwa/km2.

Jumlah penduduk miskin cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari BPS Balikpapan, pada tahun 2009 terhitung 18.440 jiwa penduduk Balikpapan merupakan penduduk miskin, kemudian pada tahun 2010 meningkat empat ribu jiwa menjadi 22.850 jiwa dan pada tahun 2011 terjadi penurunan sedikit namun belum juga berkurang dari jumlah tahun 2009 yakni sebanyak 19.820 jiwa.

Suku asli Balikpapan adalah suku Balik yang saat ini telah menjadi minoritas. Suku Balik biasanya dianggap sebagai sub-suku Paser karena dianggap serumpun, sehingga terkadang disebut sebagai Paser Balik. Padahal sebenarnya, menurut ketua adat suku Balik, mereka berbeda dengan suku Paser. Seperti yang terjadi di kawasan Kalimantan lainnya, suku Banjar yang datang ke Balikpapan menyerap unsur-unsur suku lokal melalui perkawinan campur dengan suku Balik dan Suku Paser sehingga memunculkan komunitas Banjar-Balik. Secara garis besar, ada lima budaya dasar suku bangsa asal Kalimantan yang disebut Rumpun Kalimantan, empat di antaranya terdapat di Kalimantan Timur, khususnya Balikpapan yaitu: Banjar, Kutai, Dayak, Paser yang biasa disingkat Komunitas BAKUDAPA atau jika ditambah etnis Tidung menjadi BAKUDAPATI (akronim Banjar, Kutai, Dayak, Paser, Tidung) jika dihitung mencapai 31,39% populasi (sensus tahun 2000). Di antara keempat suku asal Kalimantan tersebut, duku Banjar merupakan yang terbanyak sejak masa kolonial.

Dalam sensus tahun 1930 suku Banjar berjumlah 7.389 jiwa (31,56%), suku Kutai/Melayu 52 jiwa, suku Dayak 32 jiwa diantara populasi Balikpapan. Selain empat suku di atas, banyak pula suku-suku asal dari pulau Sulawesi, Jawa, Sumatra, dan pulau lainnya sehingga pada awal pertumbuhan kota Balikpapan setidaknya terbentuk tiga kantung permukiman Banjar, Bugis, dan Jawa. Salah satu pakaian adat di Balikpapan, antara lain Baju Takwo.

Perekonomian kota ini bertumpu pada sektor industri yang didominasi oleh industri minyak dan gas, perdagangan dan jasa. Kota ini memiliki bandar udara berskala internasional, yakni Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan serta Pelabuhan Semayang selain pelabuhan minyak yang dimiliki Pertamina.

Di sektor perdagangan, pemerintah kota melindungi pengusaha lokal Balikpapan dengan membentuk peraturan daerah yang tidak lagi menerbitkan izin kepada toko modern seperti minimarket dari luar kota untuk beroperasi di Balikpapan. Selain itu pemerintah kota juga akan mengatur jarak dan jam operasional setiap minimarket sehingga pengusaha lokal dapat bersaing di tengah kompetisi yang semakin ketat.

Beberapa perguruan tinggi yang ada di Balikpapan yakni Universitas Balikpapan, Politeknik Negeri Balikpapan, Politeknik Borneo Medistra, STT Migas, STIE Madani Balikpapan, STIE Balikpapan (STIEPAN), STMIK Balikpapan, Akademi Sekretari dan Manajemen Indonesia, Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Universitas Tri Dharma, Universitas Mulia, Institut Kristen Borneo, STIT Balikpapan (STITBA), STAI Ibnu Khaldun Balikpapan, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur Balikpapan, dan lainnya.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.