Masjid dengan Kategori Masjid Raya

Masjid dengan Kategori Masjid Raya di KAB. ACEH BARAT DAYA

Gunakan form di bawah ini, untuk mempersempit pencarian

Tentang KAB. ACEH BARAT DAYA

.mw-parser-output .geo-default,.mw-parser-output .geo-dms,.mw-parser-output .geo-dec{display:inline}.mw-parser-output .geo-nondefault,.mw-parser-output .geo-multi-punct,.mw-parser-output .geo-inline-hidden{display:none}.mw-parser-output .longitude,.mw-parser-output .latitude{white-space:nowrap}3°48′N 96°52′E / 3.800°N 96.867°E / 3.800; 96.867

Aceh Barat Daya (bahasa Aceh: Jawoe: اچيه بارات ديا) adalah salah satu kabupaten di provinsi Aceh, Indonesia yang beribu kota di Blangpidie. Kabupaten ini resmi berdiri setelah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2002. Pada akhir tahun 2023, jumlah penduduk Aceh Barat Daya sebanyak 154.800 jiwa.

Aceh Barat Daya atau yang sering disingkat "ABDYA" merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan. Pemekaran kabupaten yang dijuluki Bumoe Breueh Sigupai ini bukanlah merupakan akibat dari reformasi pada tahun 1998. Meskipun perubahan pemerintahan nasional saat itu mempercepat pemekaran tersebut, namun wacana untuk pemekaran itu sendiri sudah berkembang sejak sekitar tahun 1960-an.

Penduduk Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya pernah menjadi sasaran serangan kapal perang Amerika Serikat. Potomac, nama kapal perang ini, membawa lebih dari 300 prajurit. Dikirim atas perintah Presiden Andrew Jackson sebagai bentuk hukuman bagi penduduk Kuala Batee yang pernah merampas kargo milik kapal dagang Amerika Serikat bernama Friendship. Penduduk Kuala Batee menyerang kapal tersebut karena merasa muak terhadap para pedagang Amerika Serikat yang suka mencurangi timbangan. Kargo yang dirampas bernilai sekitar mencapai 50.000 dollar Amerika Serikat. Salah satu muatannya adalah lada dan opium. Dalam serangan ini lebih dari 450 penduduk Kuala Batee tewas, sedangkan Amerika Serikat hanya kehilangan dua nyawa prajuritnya dan belasan lainnya terluka.

Bupati saat ini dijabat oleh penjabat bupati yakni Darmansah. Sebelumnya, bupati dijabat oleh Akmal Ibrahim, didampingi Wakil Bupati, Muslizar, untuk masa bakti tahun 2017–2022. Didahului oleh Bupati Jufri Hasanuddin dan Wakil Bupati Erwanto, untuk masa bakti tahun 2012–2017. Bupati definitif pertama hasil pemilihan kepala daerah secara langsung yaitu Akmal Ibrahim, didampingi oleh Wakil Bupati Syamsurizal, untuk masa bakti tahun 2007–2012. Pasangan ini dilantik menggantikan Penjabat Bupati Azwar Umri.

DPRK Abdya memiliki 25 orang anggota yang dipilih secara langsung dalam pemilihan umum legislatif lima tahun sekali. Anggota DRPK Abdya yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang menjabat untuk periode 2019-2024 sejak 9 September 2019 dan berasal dari 11 partai politik. Pimpinan DPRK Abdya terdiri dari satu ketua dan dua wakil ketua yang berasal dari partai politik pemilik kursi dan suara terbanyak. Pimpinan DPRK Abdya periode 2019-2024 dijabat oleh Nurdianto dari Partai Demokrat sebagai Ketua dan Hendra Fadli dari Partai Aceh sebagai Wakil Ketua II yang menjabat sejak 25 Oktober 2019. Untuk posisi Wakil Ketua I atas nama Syarifuddin belum dilantik pada saat itu dikarenakan adanya dualisme kepengurusan Partai Nanggroe Aceh. Syarifuddin kemudian resmi dilantik menjadi Wakil Ketua I pada 12 Januari 2021. Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Aceh Barat Daya dalam dua periode terakhir.

Kabupaten Aceh Barat Daya memiliki 9 kecamatan dan 152 gampong dengan kode pos 23762-23767 (dari total 289 kecamatan dan 6.497 gampong di seluruh Aceh). Per tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah ini adalah 125.991 (dari penduduk seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 62.633 pria dan 63.358 wanita (rasio 98,86). Dengan luas daerah 188.205 ha (dibanding luas seluruh provinsi Aceh 5.677.081 ha), tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 54 jiwa/km² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/km²). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya sebesar 148.687 jiwa dengan luas wilayahnya 1.490,60 km² dan sebaran penduduk 100 jiwa/km².

Penduduk Aceh Barat Daya didominasi oleh Suku Aceh (80%) diikuti oleh Suku Aneuk Jamee (12%). Sedangkan sisanya adalah pendatang dari berbagai suku (8%). Di Aceh Barat Daya ini pula lahir pejuang kemerdekaan Indonesia yaitu Teuku Ben Mahmud dan Teungku Peukan.

Aceh Barat Daya mengandalkan sektor pertanian dan perdagangan untuk kelangsungan perekonomiannya. Hal ini ditunjang dengan posisinya yang sangat strategis di jalur dagang kawasan barat selatan Aceh, khususnya kota Blangpidie yang sejak dahulu menjadi pusat perdagangan di pantai barat selatan Aceh. Sebenarnya bila kondisi keamanan semakin membaik, banyak sekali potensi yang dapat digali di kawasan ini, seperti pariwisata, karena posisinya yang merupakan paduan antara pantai Samudra Hindia dan Bukit Barisan yang hijau. Selain itu Aceh Barat Daya dapat dikembangkan sebagai kawasan agroindustri, agrobisnis dan peternakan terpadu serta sektor lain yang akan berkembang.

Kabupaten Aceh Barat Daya memiliki potensi sumber daya mineral yang cukup kaya, di antaranya bijih besi, emas, batu-bara, pasir zirkon dan galena. Juga terdapat batuan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pupuk mineral. Namun hingga saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya dalam mempercepat pembangunan sektor energi dan sumber daya mineral, sesuai dengan Qanun No. 1 Tahun 2008 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah telah terbentuk SKPD Dinas Pertambangan dan Energi.

Wisata Alam Pulau Gosong Sangkalan, Taman Wisata Cemara Indah, Wisata Pantai Ujong Manggeng, Wisata Pantai Lhok Pawoh, Wisata Pantai Jilbab, Wisata Pantai Bali, Wisata Pantai Kuala, Wisata Pantai Lama Muda dan Pantai Lama Tuha. Pariwisata Gunung: Bendungan irigasi Krueng Susoh Blang Pidie, Irigasi Krueng Baru Lembah Sabil Manggeng, Air terjun Kuala Batee Bahbah Rot, Marga Satwa Leuser (Pucuk Kila), Pucok Krueng Alue Sungai Pinang.

Kabupaten Aceh Barat daya saat ini memiliki beberapa Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya seperti wisata alam, wisata cagar budaya dan situs sejarah sampai wisata minat khusus seperti hiking dan arung jeram. Sampai tahun 2012 belum tercatat wisatawan dalam dan luar negeri yang berkunjung ke berbagai pelosok Aceh Barat Daya. Di antara jenis wisata yang menonjol adalah wisata minat khusus hiking. Untuk mendukung kegiatan wisata tersebut terdapat pula 7 hotel/losmen yang tersebar di Kabupaten Aceh Barat Daya khususnya di Kota Blangpidie. Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan objek wisata yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat Daya.

Sumber: Draft RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya, 2012 Sumber: Untuk Kecamatan Setia dari Tabloid Jangka Pos, 2018

Tari Rateb Meuseukat merupakan salah satu tarian Aceh yang berasal dari Aceh. Nama Ratéb Meuseukat berasal dari bahasa Arab yaitu rateb asal kata ratib artinya ibadat dan meuseukat asal kata sakat yang berarti diam.

Diberitakan bahwa tari Ratéb Meuseukat ini diciptakan gerak dan gayanya oleh anak Teungku Abdurrahim alias Habib Seunagan (Nagan Raya), sedangkan syair atau ratéb-nya diciptakan oleh Teungku Chik di Kala, seorang ulama di Seunagan, yang hidup pada abad ke XIX. Isi dan kandungan syairnya terdiri dari sanjungan dan puji-pujian kepada Allah dan sanjungan kepada Nabi, dimainkan oleh sejumlah perempuan dengan pakaian adat Aceh. Tari ini banyak berkembang di Meudang Ara Rumoh Baro di kabupaten Aceh Barat Daya.Pada mulanya Ratéb Meuseukat dimainkan sesudah selesai mengaji pelajaran agama malam hari, dan juga hal ini tidak terlepas sebagai media dakwah. Permainannya dilakukan dalam posisi duduk dan berdiri.

Pada akhirnya juga permainan Ratéb Meuseukat itu dipertunjukkan juga pada upacara agama dan hari-hari besar, upacara perkawinan dan lain-lainnya yang tidak bertentangan dengan agama.Saat ini, tari ini merupakan tari yang paling terkenal di Indonesia. Hal ini dikarenakan keindahan, kedinamisan dan kecepatan gerakannya. Tari ini sangat sering disalahartikan sebagai tari Saman milik suku Gayo. Padahal antara kedua tari ini terdapat perbedaan yang sangat jelas.Perbedaan utama antara tari Ratéb Meuseukat dengan tari Saman ada 3 yaitu, pertama tari Saman menggunakan bahasa Gayo, sedangkan tari Ratéb Meuseukat menggunakan bahasa Aceh. Kedua, tari Saman dibawakan oleh laki-laki, sedangkan tari Ratéb Meuseukat dibawakan oleh perempuan. Ketiga, tari Saman tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan tari Ratéb Meuseukat diiringi oleh alat musik, yaitu rapa’i dan geundrang

Rapa'i Geleng adalah sebuah tarian etnis Aceh yang berasal dari Manggeng, Aceh Barat Daya. Rapa'i Geleng dikembangkan oleh seorang anonim di Aceh Barat Daya. Permainan Rapa'i Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat. Tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair yang dinyanyikan, kostum dan gerak dasar dari unsur Tari Meuseukat. Jenis tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki

Mi berwarna kuning dan putih dimasak menggunakan adonan berupa gayung dari aluminium bertangkai kayu. Disebut mi kocok karena prosesnya dikocok-kocok selama beberapa detik dalam air mendidih sebelum dihidangkan. Mi ini umum ditemukan di Provinsi Aceh, termasuk di daerah lain di Indonesia. Akan tetapi, Mie kocok ala Abdya, menurut banyak kalangan, memiliki cita rasa berbeda dengan yang lain.

Pada 1960, Said Idrus (alm) pernah merantau ke Negeri Cina membuka warung di deretan pertokoaan kontruksi kayu di Jalan Selamat, Kota Blangpidie. Toko tersebut diberi label “Warung Muslim”. Selain menyediakan minuman kopi, menu khas di warung itu disebut mi kuning dan mi putih yang dikenal dengan sebutan mi kocok.

Era 60-an, di Kota Blangpidie (saat itu masih wilayah Aceh Selatan), ada tiga warung menyediakan mi kocok: Warung Muslim, Warung Sayangan dan Warung Japaris. Dua lainnya milik warga Tionghoa. Warung Muslim milik Said Idrus terus berkembang dan membuka cabang di Losmen Muslim, Jalan At-Taqwa, Blangpidie. Kemudian, warung tersebut dikelola oleh salah seorang putranya, Said Tantawi. Mi kocok Warung Muslim di lantai dasar Losmen Muslim, masih bertahan hingga saat ini. Kini, gerai tersebut dikelola Said Muswir (putra Said Tantawi atau cucu dari almarhum Said Idrus).

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.