Informasi Masjid dan Mushola di KAB. TANA TORAJA

Temukan Masjid Raya, Masjid Agung, Masjid Besar, Masjid Jami, Masjid Umum, Masjid Bersejarah, Masjid Kampus/Sekolah, Masjid Perumahan, Masjid di Mall/Pasar, Masjid Pesantren, Masjid Kantor, Mushola di KAB. TANA TORAJA

Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai

Qs Ali Imran : 103

Tentang KAB. TANA TORAJA

Kabupaten Tana Toraja adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota dari kabupaten ini ada di kecamatan Makale. Tana Toraja memiliki luas wilayah 2.054,30 km² dan pada tahun 2022 memiliki penduduk sebanyak 291.046 jiwa dengan kepadatan 142 jiwa/km².

Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya suku Batak Toba dan Nias yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini merupakan salah satu objek wisata unggulan di Provinsi Sulawesi Selatan.

Pemerintahan Di Toraja telah diawali sejak masa pemerintah Hindia Belanda. Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1957 yang diperjuangkan oleh W. L. Tambing di DPR RI akhirnya dibentuk Kabupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja yang peresmiannya dilakuan pada tanggal 31 Agustus 1957 dengan Bupati Kepala Daerah yang pertama bernama Lakitta.

Surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 954/XI/1998 tanggal 14 Desember 1998, wilayah kabupaten Tana Toraja terdiri dari 9 kecamatan defenitif, 6 perwakilan kecamatan, 22 kelurahan, dan 63 desa. Kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan ditindaklanjuti dengan menerbitkan Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2000 tanggal 29 Desember 2000, 6 perwakilan kecamatan diubah menjadi kecamatan defenitif, sehingga jumlah kecamatan seluruhnya menjadi 15 kecamatan, 22 kelurahan dan 63 desa.

Pada tahun 2001, dikeluarkan Peraturan daerah No. 2 Tahun 2001 tanggal 11 april 2001, dimana keseluruhan nama "desa" yang ada berubah nama menjadi "lembang". Setelah ditetapkannya Peraturan Daerah No. 2 tahun 2001 tentang perubahan Pertama Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2000, Peraturan Daerah Kabupaten Tana-Toraja Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan Kedua Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2000, serta peraturan daerah nomor 6 Tahun 2005 tentang perubahan Ketiga peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2000, wilayah kabupaten Tana Toraja berkembang menjadi 40 kecamatan, 87 kelurahan dan 223 lembang (desa).

Selanjutnya muncul wacana pemekaran wilayah, yakni Kabupaten Toraja Utara. Wacana pemekaran ini menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat Toraja sendiri. Pembentukan kabupaten Toraja Utara akhirnya ditetapkan melalui sidang paripurna DPR-RI pada tanggal 24 Juni 2008. Akan tetapi, peresmian Kabupaten Toraja Utara dilakukan dua bulan kemudian, yang dirangkaikan dengan peringatan hari ulang tahun kabupaten Tana Toraja yang ke-51, yaitu pada tanggal 31 Agustus 2008.

Beberapa waktu lalu, muncul wacana pemekaran Provinsi Tana Toraja yang meliputi Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Jika hal itu terwujud, maka Kabupaten Tana Toraja akan dibagi menjadi beberapa daerah otonomi baru.

Bupati Tana Toraja adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Tana Toraja. Bupati Tana Toraja bertanggungjawab kepada gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Tana Toraja ialah Theofilus Allorerung, dengan wakil bupati Zadrak Tombeg. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Tana Toraja 2020, sebagai bupati dan wakil bupati untuk periode 2021-2026. Theofilus dan Zadrak dilantik oleh gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, di Baruga Karaeng Pattingaloang, Rujab Gubernur Sulawesi Selatan, Kota Makassar, pada 26 Februari 2021.

Kabupaten Tana Toraja Kepulauan terdiri dari 19 kecamatan, 47 kelurahan dan 112 desa. Pada tahun 2017, kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.990,22 km² dan jumlah penduduk sebesar 283.214 jiwa dengan sebaran penduduk 142 jiwa/km².

Pada tahun 1957, daerah Toraja menjadi Dati II Tana Toraja berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 tahun 1957 dan UU Nomor 29 tahun 1959. Willem Linggi Tambing (WL Tambing), seorang anggota DPR, bersama tokoh masyarakat Kristen dan adat tradisional mempelopori berdirinya Kabupaten Tana Toraja (TK.II) tersebut yang secara resmi kemudian berdiri pada 31 Agustus 1957.

Pada tahun 2008, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2008, bagian utara wilayah Kabupaten Tana Toraja dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Toraja Utara dengan ibu kota Rantepao.

Suku asli yang mendiami Tana Toraja ialah suku Toraja. Orang Toraja adalah suku yang menetap di kawasan pegunungan bagian Utara Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasi orang Toraja diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dan 500.000 jiwa diantaranya berada di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Sebagian besar orang Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian lagi menganut agama Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk Todolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari agama Hindu Dharma.

Kata Toraja sendiri berasal dari bahasa Bugis, yakni "to riaja" yang artinya adalah "orang yang berdiam di negeri atas". Pada tahun 1909, pemerintah kolonial Belanda menyebut suku ini dengan nama Toraja. Suku Toraja terkenal dengan ritual pemakaman, rumah adat Tongkonan dan juga berbagai jenis ukiran kayu khas Toraja. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebelum abad ke-20, suku Toraja masih tinggal di desa-desa otonom. Mereka sebelumnya masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan mulai menyebarkan agama Kristen. Kemudian, sekitar tahun 1970-an, orang Toraja mulai terbuka dengan dunia luar, dan kabupaten Tana Toraja (sebelum dimekarkan) menjadi lambang pariwisata Indonesia. Kemudian terjadi perkembangan pariwisata Tana Toraja, dan dipelajari oleh ahli antropolog. Sehingga pada tahun 1990-1n, masyarakat Toraja mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan sektor pariwisata di kawasan Tana Toraja terus mengalami peningkatan.

Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Tana Toraja adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Tana Toraja, yaitu bahasa Toraja (khususnya dialek Toraja Karadeng, dialek Toraja Mangkendek, dialek Toraja Saluputi, dialek Toraja Makale, dan dialek Toraja Sangalla).

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2023 mencatat bahwa mayoritas penduduk Tana Toraja menganut agama Kristen yakni 86,08%, dimana Protestan sebanyak 70,63% dan Katolik 15,61%. Sebagian besar lainnya beragama Islam yakni 12,09%, kemudian Hindu 1,57%, Buddha 0,09% dan Kepercayaan 0,01%.

Kebanyakan masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditas andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran, kopi, cengkih, cokelat dan vanili. Perkenonomian di Tana Toraja digerakkan oleh 6 pasar tradisional dengan sistem perputaran setiap 6 hari. Keenam pasar yang ada ialah:

Tana Toraja menjadi salah satu tujuan wisata atau destinasi wisata berlatar budaya di Indonesia, secara khusus di Provinsi Sulawesi Selatan. Kehidupan masyarakat suku asli yakni suku Toraja, juga budaya yang unik, menjadikan kawasan dataran tinggi di Sulawesi Selatan ini dipilih wisatawan untuk melihat dan belajar budaya Toraja.

Pada tahun 1974, Tongkonan Siguntu' (Keluarga Sampetoding) dirara (diupacarakan secara adat / Rambu Tuka') dihadiri oleh para delegasi 60 negara asing yang mengikuti konferensi PATA di Jakarta tahun 1974. Sejak itulah Toraja mulai dikenal sebagai daerah tujuan wisata budaya di Indonesia.

Tongkonan/rumah tempat Puang Sangalla' (Raja Sangalla') berdiam. Sebagai tempat peristirahatan Puang Sangala' dan juga merupakan Istana tempat mengelola pemerintahan kerajaan Sangalla' pada waktu itu, Tongkonan Buntu Kalando bergelar "tando tananan langi' lantangna Kaero tongkonan layuk". Saat ini Tongkonan Buntu Kalando dijadikan Museum Tempat meyimpan benda-benda prasejarah dan peninggalan kerajaan Sangalla'.

Kuburan bayi yang belum tumbuh giginya (umur 6 bulan kebawah) yang diletakkan di dalam pohon hidup yang dilubangi.

Tongkonan Pallawa adalah salah satu tongkonan atau rumah adat yang sangat menarik dan berada di antara pohon-pohon bambu di puncak bukit. Tongkonan tersebut didekorasi dengan sejumlah tanduk kerbau yang ditancapkan di bagian depan rumah adat. Terletak sekitar 12 km ke arah utara dari Rantepao.

Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman Lemo kita dapat melihat mayat yanng disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma' Nene.

Bertempat di Bukit Burake, Tana Toraja telah dibangun Patung Yesus Kristus Memberkati yang diklaim sebagai patung Yesus tertinggi di dunia. Maksudnya letak patung tersebut berada pada ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut atau letak patungnya tertinggi di dunia, sementara ukuran patungnya sendiri bukan yang tertinggi di dunia.

Tana Toraja adalah salah satu tempat konservasi peradaban budaya PROTO MELAYU AUSTRONESIA yang masih terawat hingga kini. Kebudayaan adat istiadat, seni musik, seni tari, seni sastra lisan, bahasa, rumah, ukiran, tenunan dan kuliner yang masih sangat Tradisional, membuat Pemerintah Indonesia mengupayakan agar Tana Toraja bisa dikenal di dunia Internasional, salah satunya adalah mencalonkan Tana Toraja ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2009.

Hal tersebut didukung oleh Jepang untuk menjadikan Tana Toraja sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, Jepang sendiri akan ikut dalam upaya konservasi tersebut, khususnya terkait dengan rumah adat di daerah itu.

Dukungan ini disampaikan dalam pertemuan antara delegasi Indonesia dan Jepang di Poznan, Polandia, Sabtu (11/9/2010), Pertemuan dilakukan setelah usainya Pertemuan Para Menteri Kebudayaan Asia dan Eropa (Asia-Europa Culture Minister Meeting/ASEM) yang keempat pada 9-10 September di Poznan yang dihadiri oleh perwakilan dari sekitar 40 negara di Asia dan Eropa.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.