Informasi Masjid, Mushola dan Pondok Pesantren di KAB. JEPARA

Temukan Masjid Raya, Masjid Agung, Masjid Besar, Masjid Jami, Masjid Umum, Masjid Bersejarah, Masjid Kampus/Sekolah, Masjid Perumahan, Masjid di Mall/Pasar, Masjid Pesantren, Masjid Kantor, Mushola, Pondok Pesantren di KAB. JEPARA

Tidakkah dia menyadari bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya ?

Qs Al-Alaq : 14

Pondok Pesantren di KAB. JEPARA

Tentang KAB. JEPARA

Kabupaten Jepara (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦗꦼꦥꦫ, Pegon: جڤارا pengucapan bahasa Jawa: ) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya berada di kecamatan Jepara. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di bagian Barat dan Utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di bagian Timur, serta Kabupaten Demak di bagian Selatan. Wilayah kabupaten Jepara juga meliputi Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa. Jumlah penduduk Jepara pada akhir tahun 2022 sebanyak 1.252.566 jiwa.

Menurut sejarahwan Hindia Belanda Cornelis Lekkerkerker, nama Jepara berasal dari kata Ujungpara yang kemudian berubah menjadi kata Ujung Mara, Jumpara, dan akhirnya Jepara atau Japara. Kata Ujungpara berasal dari bahasa Jawa yang terdiri atas dua kata, yaitu Ujung dan Para. Kata Ujung berarti “bagian darat yang menjorok jauh ke laut”, sedangkan kata Para, berarti "menunjukkan arah”. Dengan demikian, kata Ujungpara berarti “suatu daerah yang letaknya menjorok jauh ke laut”. Dalam sumber lain, kata Para merupakan kependekan dari Pepara, yang artinya "bebakulan mrono mrene" (berdagang ke sana ke mari). Dengan artian ini, maka kata Ujungpara juga berarti "sebuah ujung tempat bermukimnya para pedagang dari berbagai daerah".

Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110°9'48,02" sampai 110°58'37,40" Bujur Timur dan 5°43'20,67" sampai 6°47'25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara terletak di Pantura Timur Jawa Tengah yang bagian barat dan utaranya dibatasi oleh laut. Bagian timur wilayah kabupaten ini merupakan daerah pegunungan. Luas wilayah daratan Kabupaten Jepara 1.004,132 km2 dengan panjang garis pantai 72 km. Wilayah tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (24,179 km²) sedangkan wilayah terluas adalah Kecamatan Keling (231,758 km²).

Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau di Laut Jawa. Dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sebagian besar wilayah Karimunjawa dilindungi dalam Cagar Alam Laut Karimunjawa.

Secara topografi, Kabupaten Jepara dapat dibagi dalam empat wilayah yaitu wilayah pantai di bagian pesisir Barat dan Utara, wilayah dataran rendah di bagian tengah dan Selatan, wilayah pegunungan di bagian Timur yang merupakan lereng Barat dari Gunung Muria dan wilayah perairan atau kepulauan di bagian utara merupakan serangkaian Kepulauan Karimunjawa.

Dengan kondisi topografi demikian, Kabupaten Jepara memiliki variasi ketinggian antara 0 m sampai dengan 1.301 mdpl (dari permukaan laut), daerah terendah adalah Kecamatan Kedung antara 0–2 mdpl yang merupakan dataran pantai, sedangkan daerah yang tertinggi adalah Kecamatan Keling antara 0-1.301 mdpl merupakan perbukitan. Variasi ketinggian tersebut menyebabkan Kabupaten Jepara terbagai dalam empat kemiringan lahan, yaitu datar 41.327,060 Ha, bergelombang 37.689,917 Ha, curam 10.776 Ha, dan sangat curam 10.620,212 Ha.

Daratan utama Kabupaten Jepara berdasarkan sistem hidrologi merupakan kawasan yang berada pada lereng Gunung Muria bagian barat yang mengalir sungai-sungai besar yang memiliki beberapa anak sungai. Sungai-sungai besar tersebut antara lain Sungai Gelis, Keling, Jarakan, Jinggotan, Banjaran, Mlonggo, Gung, Wiso, Pecangaan, Bakalan, Mayong, dan Tunggul. Berdasarkan karakteristik topografi wilayah, aliran sungai relatif dari daerah hulu di bagian timur (Gunung Muria) ke arah barat (barat daya, barat, dan barat laut) yaitu daerah hilir (laut Jawa).

Daratan utama Kabupaten Jepara memiliki beberapa jenis tanah, yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis tanah berikut Andosol coklat, terdapat diperbukitan bagian utara dan puncak Gunung Muria seluas 3.525,469 Ha, Regosol terdapat dibagian utara seluas 2.700,857 Ha, Alluvial terdapat di sepanjang pantai utara seluas 9.126,433 Ha, Asosiasi Mediterian terdapat di pantai barat seluas 19.400,458 Ha, dan Latosol yang merupakan jenis tanah paling dominan di Kabupaten Jepara terdapat di perbukitan Gunung Muria seluas 65.659,972 Ha.

Suhu udara di wilayah Jepara bervariasi antara 21°–34 °C dengan kelembapan nisbi sebesar ±81%. Iklim di wilayah Jepara adalah iklim tropis dengan tipe muson tropis (Am) yang memiliki dua musim yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson, yakni musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di wilayah Jepara berlangsung saat angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan dingin bertiup, yakni pada periode Mei–Oktober dengan bulan terkering adalah Agustus yang curah hujan bulanannya kurang dari 25 mm per bulan. Sementara itu, musim penghujan di Jepara berlangsung ketika periode bertiupnya angin muson barat daya–barat laut yang bersifat basah dan lembap, angin muson ini berlangsung pada periode November–April dengan bulan terbasah adalah Januari yang curah hujan bulanannya lebih dari 500 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Jepara berkisar antara 2.200–2.800 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 100–150 hari hujan per tahun.

Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara, dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat permukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618–906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.

Menurut seorang penulis Portugis bernama Tomé Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90–100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada di bawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507–1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.

Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan /Fatahillah yang berkuasa (1521–1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan takhta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.

Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di Bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Nimas Ratu Kalinyamat.

Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549–1579), Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani ekspor-impor. Di samping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.

Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai Rainha de Jepara Senora de Rica, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.

Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hampir 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun, serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.

Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang pada abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.

Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal di antaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai Quilimo.

Walaupun demikian, akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Namun, hal tersebut telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis pada abad 16 itu.

Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang disebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu, tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan seni ukir yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.

Menurut catatan sejarah, Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di Desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadirin. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat, dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu dia dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala Trus Karya Tataning Bumi atau terus bekerja keras membangun daerah.

Untuk Tahun 2010 ini, Jepara telah mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis terhadap produk ukirnya yang sangat khas.

Bupati yang menjabat di kabupaten Jepara saat ini ialah Edy Supriyanta, yang bertugas sebagai penjabat bupati. Sebelumnya, posisi bupati Jepara dijabat oleh Ahmad Marzuqi sebagai pemenang dalam Pemilihan umum Bupati Jepara 2017, bersama wakil bupati terpilih, Dian Kristiandi. Bagi Ahmad, jabatan tersebut merupakan jabatan periode kedua sebagai bupati Jepara. Namun pada 13 Mei 2019, Ahmad Marzuqi ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus suap Hakim Pengadilan Negeri Semarang dan divonis tiga tahun penjara pada 2019. Pelaksana tugas bupati kemudian dijabat oleh Dian Kristiandi. Setelah menjabat selama kurang lebih setahun, ia dilantik sebagi bupati Jepara, pada 2 Juni 2020. Selanjutnya, setelah masa tugas Dian sebagai bupati berakhir, jabatan bupati sebagai penjabat bupati diserahkan kepada Edy Supriyanta, sejak 22 Mei 2022. Edy sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.