Informasi Masjid dan Mushola di KAB. SRAGEN

Temukan Masjid Raya, Masjid Agung, Masjid Besar, Masjid Jami, Masjid Umum, Masjid Bersejarah, Masjid Kampus/Sekolah, Masjid Perumahan, Masjid di Mall/Pasar, Masjid Pesantren, Masjid Kantor, Mushola di KAB. SRAGEN

Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (Tanggungan) Allah.

Qs. Asy-Syura : 40

Tentang KAB. SRAGEN

Kabupaten Sragen (Jawa: Hanacaraka: ꦯꦿꦒꦺꦤ꧀, Pegon: سراڬن, translit. Ṡragèn) adalah sebuah wilayah kabupaten di Solo Raya, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya adalah kecamatan Sragen, sekitar 30 km sebelah Timur Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di Utara, Kabupaten Ngawi di Timur, Kabupaten Karanganyar di Selatan, serta Kabupaten Boyolali di Barat. Penduduk kabupaten Sragen berjumlah 1000.000 jiwa pada tahun 2023.

Kabupaten ini dikenal dengan sebutan "Kota Fosil" dan juga dikenal sebagai "Bumi Sukowati", nama yang digunakan sejak masa kekuasaan Kerajaan (Kasunanan) Surakarta. Nama Sragen dipakai karena pusat pemerintahan berada di Sragen. Kawasan Sangiran merupakan tempat ditemukannya fosil manusia purba dan binatang purba, yang sebagian disimpan di Museum Fosil Sangiran.

Secara geografis, Kabupaten Sragen terletak di 7°15' – 7°30' Lintang Selatan dan 110°45' – 111°10' Bujur Timur. Wilayahnya berada di lembah daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang mengalir ke arah timur. Sebagian besar merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 70-480 meter di atas permukaan air laut. Sebelah utara berupa perbukitan, bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng. Sedangkan sebagian kecil wilayah selatan berupa perbukitan kaki Gunung Lawu.

Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor: 4 Tahun 1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746. tanggal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono yang ke- I menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.

Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintahan yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala bangsawan muda tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda. Dalam sejarah peperangan tersebut, disebut dengan Perang Mangkubumen ( 1746–1757 ). Dalam perjalanan perangnya Pangeran Muda dengan pasukannya dari Keraton bergerak melewati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, Guyang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati.

Di Desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa Pandak, Karangnongko di jadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati, dan dia meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat pemerintahan.

Karena secara geografis terletak di tepi Jalan Lintas Tentara Kompeni Surakarta – Madiun, pusat Pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian sejak tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko.

Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa Lain.

Dengan daerah kekuasaan serta pasukan yang semakin besar Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanaan kepada Kompeni Belanda bahu membahu dengan saudaranya Raden Mas Said, yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari, yaitu kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, di mana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-1 dan perjanjian Salatiga tahun 1757, di mana Raden Mas Said ditetapkan menjadi Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta.

Selanjutnya sejak tanggal 12 Oktober 1840 dengan Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu serat Angger – angger Gunung, daerah yang lokasinya strategis ditunjuk menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu Lintas Barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen.

Perkembangan selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Residen Surakarta Baron de Geer ditambah kekuasaan yaitu melakukan tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen. Kemudian berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, di mana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.

Sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang.

Selanjutnya sejak Sunan Paku Buwono VIII dan seterusnya diadakan reformasi terus menerus dibidang Pemerintahan, di mana pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada zaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No. 23 Tahun 1918, di mana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.

Dan Akhirnya memasuki Zaman Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia, Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.

Bupati adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Sragen. Bupati Sragen bertanggungjawab atas wilayah tersebut kepada gubernur Provinsi Jawa Tengah. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Sragen ialah Kusdinar Untung Yuni Sukowati, dengan wakil bupati Suroto. Mereka merupakan pemenang pemilihan kepada daerah tahun 2020, dan mulai menjabat sejak 26 Februari 2021.

Kabupaten Sragen terdiri dari 20 kecamatan, 12 kelurahan, dan 196 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 981.416 jiwa dengan luas wilayah 941,54 km² dan sebaran penduduk 1.042 jiwa/km².

Sragen terletak di jalur utama Jalan Nasional Yogyakarta-Solo-Ngawi-Surabaya. Kabupaten ini merupakan gerbang utama sebelah timur Provinsi Jawa Tengah, yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur.

Sragen dilintasi jalur kereta api lintas tengah (Surabaya–Surakarta–Yogyakarta–Purwokerto-Jakarta) dan selatan Jawa (Surabaya-Surakarta-Yogyakarta-Tasikmalaya-Bandung) dengan stasiun terbesarnya Stasiun Sragen, yang melayani kereta api menuju beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Banyuwangi, dan Cirebon. Selain itu, di lintas utara Jawa segmen Gundih–Solo Balapan dengan stasiun terbesarnya adalah Stasiun Salem di Kecamatan Gemolong.

Sragen juga dilintasi oleh Jalan Tol Trans Jawa ruas Jalan Tol Solo-Ngawi dengan pintu keluar (gerbang tol) ada 2, yaitu di Sidoharjo Jalan Gemolong-Sragen, serta di Sambungmacan, tepatnya di Jalan Raya Sragen-Ngawi yang sudah dioperasikan.

Sragen juga memiliki terminal tipe B. Terminal Pilangsari adalah Terminal bus terbesar di Sragen. Melayani bus AKAP/AKDP jurusan Jakarta, Bandung, Surabaya, dan lain lain. Ada juga terminal Gemolong yang juga melayani bus di wilayah Gemolong, dan letaknya tidak begitu jauh dari Stasiun Salem dan pusat kecamatan Gemolong, dan juga terdapat layanan Trans Jateng koridor Surakarta-Sumberlawang.

Sragen juga memiliki transportasi antar desa yang berupa bus kecil/minibus dan angkot, yang menghubungkan desa-desa di Sragen, seperti ke Sambirejo, dan Gondang.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.