Unik! Azan di Masjid Indonesia Ini Dikumandangkan 4-7 Muazin Sekaligus
Ahmad subagja | Masjid At Taqwa
2024-03-26 23:00:45

Unik! Azan di Masjid Indonesia Ini Dikumandangkan 4-7 Muazin Sekaligus

Di Indonesia, terdapat sebuah tradisi unik mengenai azan yakni azan yang dikumandangkan lebih dari satu muazin sekaligus bahkan sampai tujuh orang. Tradisi ini tersebar di bagian barat hingga timur wilayah Indonesia.

Tumbuhnya tradisi azan di tengah-tengah masjid Tanah Air ini dilatarbelakangi dengan warisan budaya lokal setempat. Berikut ulasan selengkapnya.

Tradisi azan dengan tujuh muazin salah satunya dilakukan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat. Di masjid ini, azan dikumandangkan oleh tujuh orang sekaligus. Tradisi ini disebut sebagai azan pitu.

Unik! Azan di Masjid Indonesia Ini Dikumandangkan 4-7 Muazin Sekaligus

Meski dikumandangkan oleh tujuh muazin, lantunan azan terdengar tetap harmonis. Uniknya, tujuh muazin tersebut juga akan mengenakan pakaian khusus, enam di antaranya berjubah hijau dengan serban putih, dan satu berjubah putih dengan serban hitam.

Mengutip dari jurnal yang berjudul Revitalisasi "Legenda Azan Pitu" Melalui Siniar: Menyemai Spirit Islami dan Tradisi Volume 13 No 2, Desember 2022 oleh Nurhannah Widianti dan Abdu Zikrillah. Azan pitu pertama kali dilakukan pada 1480 M atau sekitar zaman Sunan Gunung Jati, Syekh Syarif Hidayatullah.

Kemunculan tradisi ini dilatarbelakangi oleh legenda turun menurun yang dituturkan di kalangan masyarakat. Dikisahkan, bermula ketika ada seorang pendekar sakti bernama Menjangan Wulung. Ia tidak suka apabila masyarakat Cirebon mempelajari Islam dan beribadah di Masjid Sang Cipta Rasa.

Akhirnya, Menjangan Wulung pun menyebarkan wabah penyakit yang diberi nama "Beruang Mandi". Kemudian, pada suatu malam ia mengoleskan racun yang dibuatnya itu. Akibatnya, setiap kali azan berkumandang, wabah itu pun menyebar menjangkiti seluruh warga Cirebon termasuk istri Sunan, Nyimas Pakungwati.

Jika warga semakin mendekat ke masjid maka mereka akan merasa pusing, muntah, bahkan meregang nyawa. Masyarakat pun ketakutan dan tak mau beribadah lagi di sana.

Sunan Gunung Jati pun menjadi sedih. Setelah berdoa kepada Allah SWT, Sunan Gunung Jati pun mendapat petunjuk bahwa wabah dapat hilang dengan mengumandangkan azan oleh tujuh orang sekaligus. Sebagai hasilnya, Sunan memerintahkan tujuh orang mengumandangkan azan secara bersamaan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Dengan lantunan azan pitu tersebut membuat Menjangan Wulung pun terpental dan menghilang begitu pun dengan wabah penyakit di tanah Cirebon.

Ternyata tak hanya di tanah Jawa, tradisi azan yang dikumandangkan lebih dari satu muazin juga ditemukan di Sigi Lamo, Masjid Kesultanan Ternate dan Tidore, Maluku Utara.

Di Masjid Kesultanan Ternate dan Tidore, azan dilantunkan oleh empat muazin sekaligus. Azan empat muazin ini dikumandangkan sebelum salat Jumat, dilakukan secara bersamaan dan tanpa pengeras suara.

Pelaksanaan salat Jumat baik di Ternate maupun Tidore sama-sama menggunakan azan empat sebelum khatib naik mimbar. Keempat muazin mewakili dari masing-masing wilayah, yaitu Jiko, Jawa, Sangaji, dan Moti.

Dikutip dari jurnal yang berjudul Sigi Lamo dan Tinggalan Sejarah Islam di Ternate Volume 14 No 2, Desember 2013 oleh Masmedia Pinem. Azan empat muazin atau dikenal sebagai azan empat memiliki filosofi yang unik.

Filosofi dari azan empat ini disebut menggambarkan tentang adanya empat khulafaur rasyidin, yaitu Abu Bakar RA, Umar bin Khattab RA, Utsman bin Affan RA, dan Ali bin Abi Thalib RA. Kedua, Maluku Utara dikenal dengan empat wilayah kesultanan, yaitu kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.

Ketiga, dalam Islam dikenal dengan adanya empat mazhab, yaitu Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali. Terakhir, khusus kesultanan Ternate, dijelaskan bahwa azan empat juga mewakili empat sumber kehidupan manusia, yaitu air, angin, api dan tanah.

Tidak hanya dI Maluku Utara, tradisi azan dengan empat muazin juga dilakukan di Dusun Gantarang Lalang Bata, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Azan yang dikumandangkan empat muazin ini dikenal sebagai tradisi pedang kuno.

Mengutip dari penelitian UIN Alauddin Makassar yang berjudul Tradisi Pedang Kuno Pada Khotbah Jumat Di Dusun Gantarang Lalang Bata oleh Fitrah Arini, tradisi ini dilaksanakan hanya dalam pelaksanaan khutbah dan diyakini masyarakat sebagai proses khutbah yang dilakukan pada zaman Rasulullah SAW.

Tradisi pedang kuno memiliki beberapa tahapan yaitu mulai dari pemukulan bedug sebanyak empat kali dan azan yang dilakukan dua kali oleh dua orang muazin secara bersamaan setelah azan pertama.

Azan selanjutnya pun dikumandangkan sebelum menyampaikan khutbah, dikumandangkan azan kedua oleh satu orang muazin. Uniknya, muazin mengenakan jubah panjang dengan serban putih. Selain itu, ada pedang yang berusia 200 tahun yang dijuluki masyarakat sebagai pedang kuno.

Azan adalah panggilan untuk mendirikan salat lima waktu bagi umat Islam. Adapun orang yang mengumandangkan azan disebut sebagai muazin.

Perintah azan dan syariatnya disampaikan oleh Allah SWT melalui surah Al Maidah ayat 58 yang berbunyi,

وَاِذَا نَادَيْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ اتَّخَذُوْهَا هُزُوًا وَّلَعِبًا ۗذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَ

Artinya: Apabila kamu menyeru untuk (melaksanakan) salat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka orang-orang yang tidak mengerti.

Orang yang pertama kali yang mengumandangkan lafal azan ialah Bilal bin Rabah. Dikutip dari buku Biografi Rasulullah karya Mahdi Rizqullah Ahmad dkk, pada tahun pertama hijrah, tepatnya setelah Abdullah ibn Zaid memimpikan kalimat-kalimat yang diucapkan dalam bacaan azan.

Suatu malam ia bermimpi mendengar sebuah seruan. Paginya ia menceritakan mimpinya itu kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan.

Ternyata kalimat-kalimat azan yang diserukan Bilal persis sama dengan yang didengar Ibnu Zaid di dalam mimpinya. Sejak saat itulah lafaz azan menjadi panggilan dan penanda waktu salat bagi umat Islam hingga saat ini.

Wallahu a'lam bisshawab.

Di Indonesia, terdapat sebuah tradisi unik mengenai azan yakni azan yang dikumandangkan lebih dari satu muazin sekaligus bahkan sampai tujuh orang. Tradisi ini tersebar di bagian barat hingga timur wilayah Indonesia.

Tumbuhnya tradisi azan di tengah-tengah masjid Tanah Air ini dilatarbelakangi dengan warisan budaya lokal setempat. Berikut ulasan selengkapnya.

Tradisi azan dengan tujuh muazin salah satunya dilakukan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat. Di masjid ini, azan dikumandangkan oleh tujuh orang sekaligus. Tradisi ini disebut sebagai azan pitu.

Unik! Azan di Masjid Indonesia Ini Dikumandangkan 4-7 Muazin Sekaligus

Gambar Ilustrasi Unik! Azan di Masjid Indonesia Ini Dikumandangkan 4-7 Muazin Sekaligus

Unik! Azan di Masjid Indonesia Ini Dikumandangkan 4-7 Muazin Sekaligus

Meski dikumandangkan oleh tujuh muazin, lantunan azan terdengar tetap harmonis. Uniknya, tujuh muazin tersebut juga akan mengenakan pakaian khusus, enam di antaranya berjubah hijau dengan serban putih, dan satu berjubah putih dengan serban hitam.

Mengutip dari jurnal yang berjudul Revitalisasi "Legenda Azan Pitu" Melalui Siniar: Menyemai Spirit Islami dan Tradisi Volume 13 No 2, Desember 2022 oleh Nurhannah Widianti dan Abdu Zikrillah. Azan pitu pertama kali dilakukan pada 1480 M atau sekitar zaman Sunan Gunung Jati, Syekh Syarif Hidayatullah.

Kemunculan tradisi ini dilatarbelakangi oleh legenda turun menurun yang dituturkan di kalangan masyarakat. Dikisahkan, bermula ketika ada seorang pendekar sakti bernama Menjangan Wulung. Ia tidak suka apabila masyarakat Cirebon mempelajari Islam dan beribadah di Masjid Sang Cipta Rasa.

Akhirnya, Menjangan Wulung pun menyebarkan wabah penyakit yang diberi nama "Beruang Mandi". Kemudian, pada suatu malam ia mengoleskan racun yang dibuatnya itu. Akibatnya, setiap kali azan berkumandang, wabah itu pun menyebar menjangkiti seluruh warga Cirebon termasuk istri Sunan, Nyimas Pakungwati.

Jika warga semakin mendekat ke masjid maka mereka akan merasa pusing, muntah, bahkan meregang nyawa. Masyarakat pun ketakutan dan tak mau beribadah lagi di sana.

Sunan Gunung Jati pun menjadi sedih. Setelah berdoa kepada Allah SWT, Sunan Gunung Jati pun mendapat petunjuk bahwa wabah dapat hilang dengan mengumandangkan azan oleh tujuh orang sekaligus. Sebagai hasilnya, Sunan memerintahkan tujuh orang mengumandangkan azan secara bersamaan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Dengan lantunan azan pitu tersebut membuat Menjangan Wulung pun terpental dan menghilang begitu pun dengan wabah penyakit di tanah Cirebon.

Ternyata tak hanya di tanah Jawa, tradisi azan yang dikumandangkan lebih dari satu muazin juga ditemukan di Sigi Lamo, Masjid Kesultanan Ternate dan Tidore, Maluku Utara.

Di Masjid Kesultanan Ternate dan Tidore, azan dilantunkan oleh empat muazin sekaligus. Azan empat muazin ini dikumandangkan sebelum salat Jumat, dilakukan secara bersamaan dan tanpa pengeras suara.

Pelaksanaan salat Jumat baik di Ternate maupun Tidore sama-sama menggunakan azan empat sebelum khatib naik mimbar. Keempat muazin mewakili dari masing-masing wilayah, yaitu Jiko, Jawa, Sangaji, dan Moti.

Dikutip dari jurnal yang berjudul Sigi Lamo dan Tinggalan Sejarah Islam di Ternate Volume 14 No 2, Desember 2013 oleh Masmedia Pinem. Azan empat muazin atau dikenal sebagai azan empat memiliki filosofi yang unik.

Filosofi dari azan empat ini disebut menggambarkan tentang adanya empat khulafaur rasyidin, yaitu Abu Bakar RA, Umar bin Khattab RA, Utsman bin Affan RA, dan Ali bin Abi Thalib RA. Kedua, Maluku Utara dikenal dengan empat wilayah kesultanan, yaitu kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.

Ketiga, dalam Islam dikenal dengan adanya empat mazhab, yaitu Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali. Terakhir, khusus kesultanan Ternate, dijelaskan bahwa azan empat juga mewakili empat sumber kehidupan manusia, yaitu air, angin, api dan tanah.

Tidak hanya dI Maluku Utara, tradisi azan dengan empat muazin juga dilakukan di Dusun Gantarang Lalang Bata, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Azan yang dikumandangkan empat muazin ini dikenal sebagai tradisi pedang kuno.

Mengutip dari penelitian UIN Alauddin Makassar yang berjudul Tradisi Pedang Kuno Pada Khotbah Jumat Di Dusun Gantarang Lalang Bata oleh Fitrah Arini, tradisi ini dilaksanakan hanya dalam pelaksanaan khutbah dan diyakini masyarakat sebagai proses khutbah yang dilakukan pada zaman Rasulullah SAW.

Tradisi pedang kuno memiliki beberapa tahapan yaitu mulai dari pemukulan bedug sebanyak empat kali dan azan yang dilakukan dua kali oleh dua orang muazin secara bersamaan setelah azan pertama.

Azan selanjutnya pun dikumandangkan sebelum menyampaikan khutbah, dikumandangkan azan kedua oleh satu orang muazin. Uniknya, muazin mengenakan jubah panjang dengan serban putih. Selain itu, ada pedang yang berusia 200 tahun yang dijuluki masyarakat sebagai pedang kuno.

Azan adalah panggilan untuk mendirikan salat lima waktu bagi umat Islam. Adapun orang yang mengumandangkan azan disebut sebagai muazin.

Perintah azan dan syariatnya disampaikan oleh Allah SWT melalui surah Al Maidah ayat 58 yang berbunyi,

وَاِذَا نَادَيْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ اتَّخَذُوْهَا هُزُوًا وَّلَعِبًا ۗذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَ

Artinya: Apabila kamu menyeru untuk (melaksanakan) salat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka orang-orang yang tidak mengerti.

Orang yang pertama kali yang mengumandangkan lafal azan ialah Bilal bin Rabah. Dikutip dari buku Biografi Rasulullah karya Mahdi Rizqullah Ahmad dkk, pada tahun pertama hijrah, tepatnya setelah Abdullah ibn Zaid memimpikan kalimat-kalimat yang diucapkan dalam bacaan azan.

Suatu malam ia bermimpi mendengar sebuah seruan. Paginya ia menceritakan mimpinya itu kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan.

Ternyata kalimat-kalimat azan yang diserukan Bilal persis sama dengan yang didengar Ibnu Zaid di dalam mimpinya. Sejak saat itulah lafaz azan menjadi panggilan dan penanda waktu salat bagi umat Islam hingga saat ini.

Wallahu a'lam bisshawab.

Tentang Penulis
 Ahmad subagja  | Masjid At Taqwa

Ahmad subagja | Masjid At Taqwa

| Citra Raya, Tangerang

At Taqwa dibangun pada tahun -. At Taqwa merupakan kategori Masjid Raya. At Taqwa beralamat di Citra Raya, Tangerang . At Taqwa memiliki luas tanah , luas bangunan dengan status tanah . At Taqwa memiliki jumlah jamaah orang jumlah muazin orang jumlah remaja orang dan Jumlah Khotib orang .