Kuatnya Arsitektur Masjid di Banyumas, Berdiri 700 Tahun Cuma Ditopang 1 Tiang
Ahmad subagja | Masjid At Taqwa
2024-03-26 23:00:35

Kuatnya Arsitektur Masjid di Banyumas, Berdiri 700 Tahun Cuma Ditopang 1 Tiang

Masjid yang satu ini memiliki daya tarik tersendiri. Jika biasanya ada beberapa tiang penopang pada masjid, di masjid ini hanya ada satu tiang penopang saja.

Masjid tersebut adalah Masjid Saka Tunggal Baitussalam atau dikenal sebagai Masjid Saka Tunggal. Dilansir dari Jakarta Islamic Center, Jumat (22/3/2024), Masjid Saka Tunggal ini berada di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon Banyumas, Banyumas, Jawa Tengah.

Saka Tunggal memiliki arti tiang penyangga tunggal. Tiang penyangga ini terletak di tengah-tengah bangunan masjid dengan empat sayap di tengahnya. Hal ini membuatnya tampak seperti sebuah totem. Sementara itu, bagian bawah tiang penopang dilindungi oleh kaca untuk melindungi bagian yang terdapat tulisan tahun pendirian masjid.

Kuatnya arsitektur Masjid di Banyumas, Berdiri 700 Tahun Cuma Ditopang 1 Tiang

Empat sayap yang menempel di saka atau tiang penyangga tersebut melambangkan 'papat kiblat lima pancer' atau 'empat mata angin yang melambangkan api, angin, air, dan bumi'. Saka Tunggal juga melambangkan orang hidup harus seperti alif, lurus, jangan bengkok, jangan nakal, jangan berbohong. Kalau bengkok, maka dianggap bukan lagi manusia.

Tak hanya itu, empat mata angin itu berarti bahwa hidup manusia harus seimbang. Jangan terlalu banyak air bila tak ingin tenggelam, jangan banyak angin bila tak mau masuk angin, jangan terlalu bermain api bila tak mau terbakar, dan jangan terlalu memuja bumi bila tak ingin jatuh.

'Papat kiblat lima pancer' ini sama dengan empat nafsu yang ada dalam manusia. Empat nafsu yang dalam terminologi Islam-Jawa sering dirinci dengan istilah aluamah, mutmainah, sopiah, dan amarah. Empat nafsu yang selalu bertarung dan memengaruhi watak manusia.

Hebatnya, meski hanya ditopang satu tiang penyangga saja, masjid ini sudah berdiri sejak tahun 1288 sebagaimana tertulis di prasasti yang terpahat di saka masjid ini. Hal ini menjadikannya masjid tertua di Indonesia.

Masjid Saka Tunggal memiliki ukuran sekitar 12x18 meter. Jika dilihat dari foto yang beredar, masjid ini banyak menggunakan material kayu.

Beberapa keaslian masjid yang masih terpelihara adalah ornamen di ruang utama, khususnya di mimbar khotbah dan imaman. Di sana ada dua ukiran kayu yang bergambar nyala sinar matahari, mirip lempeng mandala. Gambar tersebut banyak ditemukan pada bangunan-bangunan era Kerajaan Singasari dan Majapahit.

Tak hanya itu, bagian atap yang terbuat dari ijuk kelapa berwarna hitam juga memiliki keunikan tersendiri. Atap seperti itu mengingatkan bangunan pura era Kerajaan Majapahit atau tempat ibadah umat Hindu di Bali. Selain itu, tempat wudunya juga masih terawat seperti aslinya, namun dindingnya sudah diganti dengan tembok.

Masjid ini sudah dua kali dipugar sejak 1965. Bagian dindingnya sudah diganti menggunakan tembok, tetapi arsitektur masjid masih sama. Sementara itu, tiang penopang masjid yang terbuat dari kayu jati juga masih terlihat kokoh.

Selama ratusan tahun berdiri, warga dan jamaah di Cikakak sama sekali tidak mengganti bangunan utama yang ada di tempat itu, kecuali hanya membangun tembok sekeliling masjid sebagai penopang. Barang lainnya yang masih ada sampai sekarang adalah bedug, kentongan, mimbar masjid, tongkat khatib, dan tempat wudu.

Saat ini, status masjid ini sudah menjadi cagar budaya. Hal ini sebagaimana tertulis dalam papan peringatan di sekitar masjid, tertulis bahwa, Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Desa Cikakak, Kabupaten Banyumas merupakan Benda Cagar Budaya/Situs dengan nomor 11-02/Bas/51/TB/04 dan dilindungi undang undang RI No. 5 tahun 1992 dan PP nomor 10 tahun 1993.

Masjid yang satu ini memiliki daya tarik tersendiri. Jika biasanya ada beberapa tiang penopang pada masjid, di masjid ini hanya ada satu tiang penopang saja.

Masjid tersebut adalah Masjid Saka Tunggal Baitussalam atau dikenal sebagai Masjid Saka Tunggal. Dilansir dari Jakarta Islamic Center, Jumat (22/3/2024), Masjid Saka Tunggal ini berada di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon Banyumas, Banyumas, Jawa Tengah.

Saka Tunggal memiliki arti tiang penyangga tunggal. Tiang penyangga ini terletak di tengah-tengah bangunan masjid dengan empat sayap di tengahnya. Hal ini membuatnya tampak seperti sebuah totem. Sementara itu, bagian bawah tiang penopang dilindungi oleh kaca untuk melindungi bagian yang terdapat tulisan tahun pendirian masjid.

Kuatnya Arsitektur Masjid di Banyumas, Berdiri 700 Tahun Cuma Ditopang 1 Tiang

Gambar Ilustrasi Kuatnya Arsitektur Masjid di Banyumas, Berdiri 700 Tahun Cuma Ditopang 1 Tiang

Kuatnya arsitektur Masjid di Banyumas, Berdiri 700 Tahun Cuma Ditopang 1 Tiang

Empat sayap yang menempel di saka atau tiang penyangga tersebut melambangkan 'papat kiblat lima pancer' atau 'empat mata angin yang melambangkan api, angin, air, dan bumi'. Saka Tunggal juga melambangkan orang hidup harus seperti alif, lurus, jangan bengkok, jangan nakal, jangan berbohong. Kalau bengkok, maka dianggap bukan lagi manusia.

Tak hanya itu, empat mata angin itu berarti bahwa hidup manusia harus seimbang. Jangan terlalu banyak air bila tak ingin tenggelam, jangan banyak angin bila tak mau masuk angin, jangan terlalu bermain api bila tak mau terbakar, dan jangan terlalu memuja bumi bila tak ingin jatuh.

'Papat kiblat lima pancer' ini sama dengan empat nafsu yang ada dalam manusia. Empat nafsu yang dalam terminologi Islam-Jawa sering dirinci dengan istilah aluamah, mutmainah, sopiah, dan amarah. Empat nafsu yang selalu bertarung dan memengaruhi watak manusia.

Hebatnya, meski hanya ditopang satu tiang penyangga saja, masjid ini sudah berdiri sejak tahun 1288 sebagaimana tertulis di prasasti yang terpahat di saka masjid ini. Hal ini menjadikannya masjid tertua di Indonesia.

Masjid Saka Tunggal memiliki ukuran sekitar 12x18 meter. Jika dilihat dari foto yang beredar, masjid ini banyak menggunakan material kayu.

Beberapa keaslian masjid yang masih terpelihara adalah ornamen di ruang utama, khususnya di mimbar khotbah dan imaman. Di sana ada dua ukiran kayu yang bergambar nyala sinar matahari, mirip lempeng mandala. Gambar tersebut banyak ditemukan pada bangunan-bangunan era Kerajaan Singasari dan Majapahit.

Tak hanya itu, bagian atap yang terbuat dari ijuk kelapa berwarna hitam juga memiliki keunikan tersendiri. Atap seperti itu mengingatkan bangunan pura era Kerajaan Majapahit atau tempat ibadah umat Hindu di Bali. Selain itu, tempat wudunya juga masih terawat seperti aslinya, namun dindingnya sudah diganti dengan tembok.

Masjid ini sudah dua kali dipugar sejak 1965. Bagian dindingnya sudah diganti menggunakan tembok, tetapi arsitektur masjid masih sama. Sementara itu, tiang penopang masjid yang terbuat dari kayu jati juga masih terlihat kokoh.

Selama ratusan tahun berdiri, warga dan jamaah di Cikakak sama sekali tidak mengganti bangunan utama yang ada di tempat itu, kecuali hanya membangun tembok sekeliling masjid sebagai penopang. Barang lainnya yang masih ada sampai sekarang adalah bedug, kentongan, mimbar masjid, tongkat khatib, dan tempat wudu.

Saat ini, status masjid ini sudah menjadi cagar budaya. Hal ini sebagaimana tertulis dalam papan peringatan di sekitar masjid, tertulis bahwa, Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Desa Cikakak, Kabupaten Banyumas merupakan Benda Cagar Budaya/Situs dengan nomor 11-02/Bas/51/TB/04 dan dilindungi undang undang RI No. 5 tahun 1992 dan PP nomor 10 tahun 1993.

Tentang Penulis
 Ahmad subagja  | Masjid At Taqwa

Ahmad subagja | Masjid At Taqwa

| Citra Raya, Tangerang

At Taqwa dibangun pada tahun -. At Taqwa merupakan kategori Masjid Raya. At Taqwa beralamat di Citra Raya, Tangerang . At Taqwa memiliki luas tanah , luas bangunan dengan status tanah . At Taqwa memiliki jumlah jamaah orang jumlah muazin orang jumlah remaja orang dan Jumlah Khotib orang .