7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan Pendirinya, Sudah Tahu?
Ahmad subagja | Masjid At Taqwa
2023-10-27 00:25:46

7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan Pendirinya, Sudah Tahu?

Di Sumatera Utara, detikers bisa menemukan banyak Masjid Bersejarah yang memiliki ciri khas tersendiri. bangunan yang megah dengan arsitektur yang unik walaupun sudah berusia ratusan tahun.

Hingga saat ini, masjid-masjid tersebut berfungsi sebagai tempat beribadah salat bagi umat Islam. Wisatawan pun kerap tertarik berkunjung sambil mencari tahu cerita di balik latar belakang berdirinya masjid-masjid itu.

Melansir sebuah buku berjudul Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia oleh Abdul Baqir Zein, berikut detikSumut bagikan 7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan pendirinya. Simak sampai akhir, ya, detikers!

7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan Pendirinya, Sudah Tahu?

Sesuai dengan namanya yang berarti dipelihara, Masjid Al-Mashun masih terawat baik hingga saat ini. Masjid Raya Al-Mashun Medan merupakan masjid negara pada masa kejayaan Kesultanan Melayu Deli.

Pembangunan masjid dilakukan pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909. Seluruh biaya pembangunannya sebesar satu juta gulden Belanda ditanggung sendiri oleh sultan pada masa itu, Sultan Maamun Al-Rasyid.

Masjid Raja Al-Mashun menjadi kebanggaan masyarakat Islam karena kemegahan dan keindahannya. Seorang arsitek bangsa Belanda yakni J.A. Tingdeman dipercaya untuk merancang dan mendekorasi masjid tersebut.

Masjid Raya Labuhan Medan termasuk monumen sejarah peninggalan Kerajaan Islam Melayu di tanah Deli. Masjid tersebut didirikan oleh Sultan Deli yakni Sultan Mahmud pada tahun 1824.

Selama masa kejayaan Kerajaan Melayu Deli, seluruh pembiayaan dan pemeliharaan masjid menjadi tanggungan kas kerajaan. Pada waktu-waktu tertentu dulu, sultan-sultan Deli kerap menyinggahi Masjid Raya Labuhan Medan.

bangunan masjidnya anggun dengan arsitektur campuran, tiang-tiang dan serambinya mengingatkan pada arsitektur Cordoba. Kubahnya yang terbuat dari tembaga merupakan khas bentuk kubah masjid di negeri melayu.

Selanjutnya, Masjid Raya Rengat menyimpan sejarah lampau dengan menjadi saksi bisu terhadap perjuangan orang-orang Islam dalam menyiarkan agama Islam. Didirikan oleh sultan Kerajaan Indragiri ke-16 yakni Sultan Salehuddin.

Masjid yang berdiri tahun 1787 M itu mulanya terbuat dari kayu hingga beberapa kali mengalami perombakan. Saat ini, bangunannya sudah permanen dengan model bangunan nan klasik.

Saat Kerajaan Indragiri berhadapan dengan penjajah Belanda, Masjid Raya Rengat Sumatera Utara sering dijadikan sebagai tempat dalam menyusun kekuatan untuk mengusir Belanda.

Masjid Azizi menyimpan catatan sejarah pertumbuhan masyarakat secara umum maupun dikaitkan dengan historiografi sejarah Islam di daerah Sumatera. Pendirinya adalah Tengku Sultan Abdul Aziz bin Tengku Sultan Haji Musa al-Khalidy al-Muazhzham Syah.

Raja Langkat itu membangun Masjid Azizi di daerah Langkat, Tanjung Pura, Sumatera Utara, antara tahun 1862 sampai wafatnya tahun 1896. Pembangunan yang belum tuntas diteruskan anaknya, Tengku Sultan Mahmud Rahmat Syah bin Abdul Aziz, tahun 1936.

Masjid Azizi bercorak bangunan kuno dan dari segi bangunannya memiliki perpaduan antara zaman Belanda, Jepang, dan Republik. Kubahnya menyembul ke atas dibuat dari tembaga yang beratnya 40 ton serta lampu gantung terbuat dari kristal di dalam bangunan.

Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah atau yang lebih dikenal Sultan Serdang membangun Masjid Raya Sulaimaniyah pada tahun 1322 (1901 M). Masjid yang terletak di kawasan Deli Serdang itu dibangun cukup sederhana.

Dana pembangunan masjid ditanggung Sultan Serdang dengan bahan bangunan yang berasal dari dalam negeri, kecuali marmer yang berasal dari luar negeri. Biaya perawatan diambil dari kas masjid, yang berasal dari infak jamaah serta para dermawan.

Masjid Sulaimaniyah memiliki dua kubah serta mampu menampung sekitar 2000 jamaah. Di masjid tersebut juga dilengkapi dengan perpustakaan dan madrasah dari tingkat ibtidaiyah sampai aliyah.

Masjid Gang Bengkok Medan adalah saksi bisu terjadinya proses akulturasi atau perpaduan budaya secara damai. Sejak berkuasanya beberapa kerajaan Melayu sampai masuknya penjajah Belanda, Medan telah menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan.

Hampir semua suku bangsa di Nusantara dan beberapa suku bangsa Timur Jauh berkumpul sehingga tercatat beberapa kali terjadi konflik. Dengan begitu, dibangun Masjid Gang Bengkok sebagai monumen bersejarah yang menjadi simbol kerukunan umat beragama.

Orang Melayu yang kaum muslimin merasa puas karena telah mendapat pengganti masjid yang lebih luas dan ukurannya yang mewah. Sementara itu, orang-orang Cinta merasa puas dengan arsitektur masjid yang didominasi arsitektur Cina.

Didirikan pada tahun 1911, Masjid Raya Pematang Siantar merupakan masjid tertua di Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun. Pada awalnya, dinding masjid terbuat dari papan dan atapnya terbuat dari rumbia.

Berdirinya Masjid Raya Pematang Siantar diprakarsai oleh tiga orang tokoh setempat, yaitu Tuan Syah H. Abdul Jabbar Nasution, dr. M. Hamzah Harahap, dan Penghulu Hamzah Daulay.

Lokasi masjid kurang lebih 600 meter dari pusat kota (kantor pos) antara Jalan Masjid dan Jalan Sipirok serta 145 km dari Medan. Masjid tersebut sudah beberapa kali mengalami renovasi fisik untuk memperbesar dan memperindah masjid.

Nah, demikian 7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan pendirinya. Semoga bermanfaat, ya, detikers!

Di Sumatera Utara, detikers bisa menemukan banyak Masjid Bersejarah yang memiliki ciri khas tersendiri. bangunan yang megah dengan arsitektur yang unik walaupun sudah berusia ratusan tahun.

Hingga saat ini, masjid-masjid tersebut berfungsi sebagai tempat beribadah salat bagi umat Islam. Wisatawan pun kerap tertarik berkunjung sambil mencari tahu cerita di balik latar belakang berdirinya masjid-masjid itu.

Melansir sebuah buku berjudul Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia oleh Abdul Baqir Zein, berikut detikSumut bagikan 7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan pendirinya. Simak sampai akhir, ya, detikers!

7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan Pendirinya, Sudah Tahu?

Gambar Ilustrasi 7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan Pendirinya, Sudah Tahu?

7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan Pendirinya, Sudah Tahu?

Sesuai dengan namanya yang berarti dipelihara, Masjid Al-Mashun masih terawat baik hingga saat ini. Masjid Raya Al-Mashun Medan merupakan masjid negara pada masa kejayaan Kesultanan Melayu Deli.

Pembangunan masjid dilakukan pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909. Seluruh biaya pembangunannya sebesar satu juta gulden Belanda ditanggung sendiri oleh sultan pada masa itu, Sultan Maamun Al-Rasyid.

Masjid Raja Al-Mashun menjadi kebanggaan masyarakat Islam karena kemegahan dan keindahannya. Seorang arsitek bangsa Belanda yakni J.A. Tingdeman dipercaya untuk merancang dan mendekorasi masjid tersebut.

Masjid Raya Labuhan Medan termasuk monumen sejarah peninggalan Kerajaan Islam Melayu di tanah Deli. Masjid tersebut didirikan oleh Sultan Deli yakni Sultan Mahmud pada tahun 1824.

Selama masa kejayaan Kerajaan Melayu Deli, seluruh pembiayaan dan pemeliharaan masjid menjadi tanggungan kas kerajaan. Pada waktu-waktu tertentu dulu, sultan-sultan Deli kerap menyinggahi Masjid Raya Labuhan Medan.

bangunan masjidnya anggun dengan arsitektur campuran, tiang-tiang dan serambinya mengingatkan pada arsitektur Cordoba. Kubahnya yang terbuat dari tembaga merupakan khas bentuk kubah masjid di negeri melayu.

Selanjutnya, Masjid Raya Rengat menyimpan sejarah lampau dengan menjadi saksi bisu terhadap perjuangan orang-orang Islam dalam menyiarkan agama Islam. Didirikan oleh sultan Kerajaan Indragiri ke-16 yakni Sultan Salehuddin.

Masjid yang berdiri tahun 1787 M itu mulanya terbuat dari kayu hingga beberapa kali mengalami perombakan. Saat ini, bangunannya sudah permanen dengan model bangunan nan klasik.

Saat Kerajaan Indragiri berhadapan dengan penjajah Belanda, Masjid Raya Rengat Sumatera Utara sering dijadikan sebagai tempat dalam menyusun kekuatan untuk mengusir Belanda.

Masjid Azizi menyimpan catatan sejarah pertumbuhan masyarakat secara umum maupun dikaitkan dengan historiografi sejarah Islam di daerah Sumatera. Pendirinya adalah Tengku Sultan Abdul Aziz bin Tengku Sultan Haji Musa al-Khalidy al-Muazhzham Syah.

Raja Langkat itu membangun Masjid Azizi di daerah Langkat, Tanjung Pura, Sumatera Utara, antara tahun 1862 sampai wafatnya tahun 1896. Pembangunan yang belum tuntas diteruskan anaknya, Tengku Sultan Mahmud Rahmat Syah bin Abdul Aziz, tahun 1936.

Masjid Azizi bercorak bangunan kuno dan dari segi bangunannya memiliki perpaduan antara zaman Belanda, Jepang, dan Republik. Kubahnya menyembul ke atas dibuat dari tembaga yang beratnya 40 ton serta lampu gantung terbuat dari kristal di dalam bangunan.

Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah atau yang lebih dikenal Sultan Serdang membangun Masjid Raya Sulaimaniyah pada tahun 1322 (1901 M). Masjid yang terletak di kawasan Deli Serdang itu dibangun cukup sederhana.

Dana pembangunan masjid ditanggung Sultan Serdang dengan bahan bangunan yang berasal dari dalam negeri, kecuali marmer yang berasal dari luar negeri. Biaya perawatan diambil dari kas masjid, yang berasal dari infak jamaah serta para dermawan.

Masjid Sulaimaniyah memiliki dua kubah serta mampu menampung sekitar 2000 jamaah. Di masjid tersebut juga dilengkapi dengan perpustakaan dan madrasah dari tingkat ibtidaiyah sampai aliyah.

Masjid Gang Bengkok Medan adalah saksi bisu terjadinya proses akulturasi atau perpaduan budaya secara damai. Sejak berkuasanya beberapa kerajaan Melayu sampai masuknya penjajah Belanda, Medan telah menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan.

Hampir semua suku bangsa di Nusantara dan beberapa suku bangsa Timur Jauh berkumpul sehingga tercatat beberapa kali terjadi konflik. Dengan begitu, dibangun Masjid Gang Bengkok sebagai monumen bersejarah yang menjadi simbol kerukunan umat beragama.

Orang Melayu yang kaum muslimin merasa puas karena telah mendapat pengganti masjid yang lebih luas dan ukurannya yang mewah. Sementara itu, orang-orang Cinta merasa puas dengan arsitektur masjid yang didominasi arsitektur Cina.

Didirikan pada tahun 1911, Masjid Raya Pematang Siantar merupakan masjid tertua di Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun. Pada awalnya, dinding masjid terbuat dari papan dan atapnya terbuat dari rumbia.

Berdirinya Masjid Raya Pematang Siantar diprakarsai oleh tiga orang tokoh setempat, yaitu Tuan Syah H. Abdul Jabbar Nasution, dr. M. Hamzah Harahap, dan Penghulu Hamzah Daulay.

Lokasi masjid kurang lebih 600 meter dari pusat kota (kantor pos) antara Jalan Masjid dan Jalan Sipirok serta 145 km dari Medan. Masjid tersebut sudah beberapa kali mengalami renovasi fisik untuk memperbesar dan memperindah masjid.

Nah, demikian 7 Masjid Bersejarah di Sumatera Utara dan pendirinya. Semoga bermanfaat, ya, detikers!

Tentang Penulis
 Ahmad subagja  | Masjid At Taqwa

Ahmad subagja | Masjid At Taqwa

| Citra Raya, Tangerang

At Taqwa dibangun pada tahun -. At Taqwa merupakan kategori Masjid Raya. At Taqwa beralamat di Citra Raya, Tangerang . At Taqwa memiliki luas tanah , luas bangunan dengan status tanah . At Taqwa memiliki jumlah jamaah orang jumlah muazin orang jumlah remaja orang dan Jumlah Khotib orang .