Masjid dengan Kategori Masjid Perumahan

Masjid dengan Kategori Masjid Perumahan di KAB. BOJONEGORO

Gunakan form di bawah ini, untuk mempersempit pencarian

Tentang KAB. BOJONEGORO

Kabupaten Bojonegoro (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦧꦺꦴꦗꦤꦒꦫ, Pegon: بَوجاناڮارا, translit. Bojånagårå; pengucapan bahasa Jawa: ) adalah sebuah wilayah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukota nya adalah Kecamatan Bojonegoro. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan 7 kabupaten, yaitu di bagian utara dengan Kabupaten Tuban, bagian timur dengan Kabupaten Lamongan, bagian selatan dengan Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Ngawi, serta bagian barat dengan Kabupaten Blora (Jawa Tengah).

Komoditas lokal berupa minyak bumi, sumur kuno, hingga gas alam yang cukup besar, membuat Kabupaten Bojonegoro dikenal dengan julukan Bumi Energi. Secara historis, potensi minyak bumi Bojonegoro sudah diketahui sejak ribuan tahun silam. Keberadaan minyak bumi Bojonegoro, disinyalir sudah disinggung dalam Prasasti Telang (903 M), yang menyebut kata lna (lenga /minyak bumi).

Sebagai gerbang masuk utama Jawa Timur dari arah barat, wilayah barat Bojonegoro (perbatasan dengan Jawa Tengah) merupakan bagian dari Blok Cepu, salah satu sumber deposit minyak bumi utama di Indonesia. Per sensus penduduk 2020, penduduk Kabupaten Bojonegoro berjumlah 1.339.100 jiwa dengan kepadatan 580 jiwa/km2.

Bojonegoro semula bernama Jipang. Wilayahnya meliputi Bojonegoro saat ini, bagian selatan Blora, dan bagian selatan Tuban. Teritorial Jipang dialiri sungai Bengawan dan dipagari Bukit Kendeng Utara. Jipang sudah ada sejak era Kerajaan Singashari. Ini tercatat empiris dalam Prasasti Maribong (1248 M) yang dikeluarkan Raja Wisnuwardhana dari Kerajaan Singashari.

Dalam Prasasti Maribong (1248 M), disebutkan bahwa wilayah bernama Maribong (sekarang Dusun Merbong, Desa Payaman, Bojonegoro), yang merupakan bagian dari Tlatah Jipang, dijadikan tanah perdikan khusus peribadatan Para Brahmana. Anugerah ini karena Para Brahmana Jipang punya jasa besar bagi Raja Ken Arok (pendiri Singashari).

Jasa besar para Brahmana Jipang bagi Raja Ken Arok adalah, membantu menyatukan kembali Pulau Jawa, setelah sebelumnya terpisah menjadi dua, Jenggala (Peradaban Pesisir) dan Panjalu (Peradaban Pegunungan). Berkat penyatuan Pulau Jawa yang dilakukan Para Brahmana Jipang itulah, Kemaharajaan Singashari bisa berdiri. Ini menjadi dasar Raja Wisnuwardhana menjadikan Jipang sebagai Tanah Para Brahmana.

Daftar prasasti di atas, belum termasuk prasasti-prasaati diduga era Medang yang masih banyak di Bojonegoro. Termasuk arca dan sejumlah artefak yang sezaman.

Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, Jipang juga menjadi vasal istimewa, penghubung pesisir dan pegunungan. Sesuai Prasasti Canggu (1358 M), penguasa terbesar Majapahit itu memberi banyak titik Naditira Pradeca (pelabuhan sungai) di sepanjang Tlatah Jipang. Seperti dicatat J. Noorduyn dalam Further Topographical Notes on the Ferry Charter of 1358, ada sebanyak 18 titik pelabuhan Naditira Pradeca di sepanjang Tlatah Jipang.

Naditira Pradeca itu dibuka dari Jipang Hilir (Baureno), dan ditutup hingga Jipang Hulu (Margomulyo). Secara ilmiah, Prasasti Canggu (1358 M) telah memperkuat trademark Jipang (Bojonegoro) sebagai Wangsa Bengawan. Penguasa dan pengendali transportasi sungai Bengawan.

Selain memberi banyak titik pelabuhan Naditira Pradeca, Raja Hayam Wuruk juga menjadikan Tlatah Jipang sebagai vasal istimewa. Terbukti, Jipang menjadi vasal yang tak dipimpin Bhre (Bathara). Sebab, telah ditasbihkan sebagai Tanah Brahmana oleh Raja Wisnuwardhana, raja yang juga leluhur dari Raja-raja Majapahit. Keistimewaan Jipang (Bojonegoro) sebagai vasal Brahmana, terjadi hingga akhir masa Kemaharajaan Majapahit.

Dalam buku Sejarah Kabupaten Bojonegoro, diceritakan perjalanan sejarah Bojonegoro mulai pada abad 15 M. Literatur yang disusun pada 1988, dengan sumber Babad Tanah Jawa karya Pujangga Surakarta dan JJ. Meinsma itu, menyebut bahwa pada era Kesultanan Demak, wilayah Jipang (Bojonegoro) jadi bagian dari Kesultanan Demak yang bernama Kadipaten Jipang. Lalu pada 20 Oktober 1677, Kadipaten Jipang diubah menjadi Kabupaten Jipang, dengan bupati pertama bernama Mas Tumapel. Pusat kotanya berpindah-pindah. Dari Jipang Panolan, Jipang Padangan, hingga Jipang Rajekwesi. Nama Bojonegoro sendiri, baru dibuat pada 1828, saat terjadi Perang Jawa (1825 - 1830 M).  Sampai saat ini, tanggal 20 Oktober 1677 dikenal sebagai Hari Jadi Bojonegoro.

Wilayah Kabupaten Bojonegoro secara geografis terletak pada posisi 112°25'–112°09' Bujur Timur dan 6°59'–7°37' Lintang Selatan. Kabupaten Bojonegoro dialiri sungai Bengawan Solo yang mengalir dari selatan, menjadi batas alam dengan Provinsi Jawa Tengah, kemudian mengalir ke arah timur, di sepanjang wilayah utara Kabupaten Bojonegoro. Bagian utara merupakan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang cukup subur dengan pertanian yang ekstensif. Kawasan pertanian umumnya ditanami padi pada musim penghujan, dan tembakau pada musim kemarau. Bagian selatan adalah pegunungan kapur, bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng. Bagian barat laut (berbatasan dengan Jawa Tengah) adalah bagian dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Kota Bojonegoro terletak di jalur Surabaya-Cepu-Semarang. Kota ini juga dilintasi jalur kereta api jalur Surabaya-Semarang-Jakarta.

Keadaan topografi Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh keadaan tanah yang berbukit yang berada di sebelah selatan (Pegunungan Kapur Selatan) dan sebelah utara (Pegunungan Kapur Utara) yang mengapit dataran rendah yang berada di sepanjang aliran Bengawan Solo yang merupakan daerah pertanian yang subur. Wilayah Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh lahan dengan kemiringan yang relatif datar. Sebanyak 91,26% wilayah Kabupaten Bojonegoro memiliki kemiringan antara 0-15%. Permukaan tanah di Kabupaten Bojonegoro rata-rata berada pada ketinggian dari permukaan laut yang relatif rendah, yaitu berada pada ketinggian antara 25–500 meter di atas permukaan laut.

Jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro terdiri dari Alluvial, Grumosol, Litosol dan Medeteran. Jenis tanah yang paling banyak dijumpai di wilayah ini adalah jenis tanah Grumusol dengan persentase 38,55% dari keseluruhan wilayah Kabupaten Bojonegoro, kemudian diikuti oleh jenis tanah Litosol sebesar 22,05% dari luas wilayah Bojonegoro, lalu diikuti oleh jenis tanah Alluvial sebesar 20,09% dan jenis tanah Medeteren sebesar 19,31%.

Kabupaten Bojonegoro beriklim tropis basah dan kering (Aw) yang mempunyai dua musim yang dipengaruhi oleh angin muson, yaitu musim penghujan yang dipengaruhi oleh angin muson barat daya–barat laut yang bersifat basah dan lembap dan musim kemarau yang dipengaruhi oleh angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan dingin. Musim kemarau berlangsung pada bulan Mei–Oktober dengan rata-rata curah hujan di bawah 120 mm per bulan dengan bulan terkering yaitu bulan Agustus. Sementara itu, musim penghujan berlangsung antara bulan November–April dengan rata-rata curah hujan lebih dari 150 mm per bulan dengan bulan terbasah yaitu bulan Januari. Suhu udara rata-rata di wilayah Bojonegoro berkisar antara 21°–33 °C. Tingkat kelembapan nisbi di wilayah Bojonegoro adalah ±77%.

Kabupaten Bojonegoro terdiri dari 28 kecamatan, 11 kelurahan dan 419 desa (dari total 666 kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Pada tahun 2020, jumlah penduduknya mencapai 1.339.100 jiwa dengan luas wilayah 2.307,06 km² dan kepadatan penduduk 580 jiwa/km².

Pemkab Bojonegoro mempunyai beberapa rencana jangka panjang dan jangka pendek untuk membangun Kabupaten Bojonegoro, di antaranya:

Bojonegoro yang semula bernama Jipang, wilayahnya dialiri sungai Bengawan yang membentang dari Jipang Hulu (Margomulyo) hingga Jipang Hilir (Baureno). Masyarakatnya pun memiliki budaya khas bantaran Bengawan yang dikenal dengan Budaya Njipangan. Budaya yang memadukan Peradaban Pesisir (Tradisi Islam) dan Pegunungan (Tradisi Jawa). Tak heran masyarakat Bojonegoro memiliki keseimbangan dalam sisi religius dan kebudayaan. Seni Kentrung, Seni Jedoran, Seni Sandur, dan Seni Wayang Thengul adalah bentuk perpaduan antara Pesisir dan Pegunungan, khas Budaya Njipangan. Pertunjukan yang di dalamnya terdapat hikmah moralitas keagamaan.

Tayub merupakan tari pergaulan yang populer bagi masyarakat Bojonegoro dan sekitarnya. Tarian ini biasanya dilakukan oleh pria dengan diiringi gamelan dan tembang Jawa yang dilantunkan oleh waranggono yang syairnya sarat dengan petuah dan ajaran.

Pertunjukan tari ini banyak dipergunakan untuk meramaikan kegiatan hajatan yang banyak dilaksanakan oleh warga Bojonegoro ataupun kegiatan kebudayaan yang lain. Biasanya dalam mengadakan kegiatannya, tarian tayub ini sudah terkoordinasi dalam suatu kelompok tertentu dengan nama khas masing-masing.

Biasanya kelompok-kelompok tari tayub ini banyak terdapat di Kecamatan Temayang dan Bubulan yang terletak sekitar 30 km dari Kecamatan Kota Bojonegoro.

Wayang Thengul adalah kesenian wayang khas Bojonegoro yang dalam bentuk 3 dimensi dengan diiringi gamelan pelog/slendro yang dalam pementasannya, menceritakan kisah Menak dan Para Wali. Wayang Thengul diciptakan Ki Dalang Samjan Padangan. Penciptaan Wayang Thengul sangat dipengaruhi metode dakwah Para Wali.

Walaupun wayang thengul ini jarang dipertunjukkan lagi, tetapi keberadaannya tetap dilestarikan di Kabupaten Bojonegoro, khususnya di Kecamatan Kanor yang berasalkan dari kata KANORAGAN karena pada ssat itu warok ponorogo menunjukan kekuatan kanoragaanya di sela-sela pentas reog ponorogo dan wayang thengul, daerah ini yang berjarak ± 40 Km dari Kota Bojonegoro.

Perkembangan Wayang Thengul saat ini hingga keluar kota Bojonegoro, Seperti di Ponorogo yang dikenal dengan Wayang YES yang mendapatkan didikan secara langsung di Bojonegoro. Namun pada Wayang Yes memiliki perbedaan pada tokoh cerita, bahkan berkaloborasi dengan dangdut, jazz, bahkan reyog.

Sandur merupakan seni pertunjukan berbentuk teater rakyat yang berkembang di Bojonegoro dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2018 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pertunjukan sandur dibawakan oleh sekelompok orang yang memiliki tugas masing-masing, yakni anak wayang, germo, panjak ore, dan jaranan. Pertunjukan sandur di Bojonegoro diwakili oleh empat tokoh bernama Cawik, Pethak, Balong dan Tangsil.

Pertunjukan Sandur dimulai oleh Panjak Ore dengan membawakan tembang pembuka yang dipimpin oleh Germo. Panjak Oré, adegan dan acting dilakukan dengan menari dan diringi tembang-tembang oleh Panjak Oré sesuai dengan adegan yang dilakukan, dan ajaranan,penyajian pertunjukan sandur pakem identik dengan penyajiannya yang sederhana, memiliki nuansa ritual dan sakral yang dibangun oleh aroma bunga, dupa, kemenyan dan ditambah lagi dengan tari Jaranan yang dilakukan dengan proses ndadi. Atraksi Kalongking yang mendebarkan, atraksi ini dilakukan dengan berjumpalitan pada seutas tali atau tambang. Tali atau tambang tersebut dikaitkan pada ujung dua tiang bambu berukuran 5-10 meter. Kedua tiang dipasang di sisi timur dan barat arena pertunjukan dengan posisi berdiri atau menjulang. Atraksi ini (kalongking) merupakan pertanda berakhirnya pertunjukan Sandur.

Dusun Jepang, salah satu dusun dari 9 dusun di Desa Margomulyo yang berada di kawasan hutan memiliki luas 74,733 hektare. Jarak sekitar 4,5 kilometer dari ibu kota Kecamatan Margomulyo, 69 kilometer arah barat-selatan atau kurang lebih dengan jarak tempuh antara 2-2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari ibu kota Bojonegoro dan 259 kilometer dari ibu kota Provinsi Jawa Timur (Surabaya).

Masyarakat Samin yang tinggal di dusun tersebut, adalah figur tokoh atau orang-orang tua yang gigih berjuang menentang Kolonial Belanda dengan gerakan yang dikenal dengan Gerakan Saminisme, yang dipimpin oleh Ki Samin Surosentiko. Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu Pemerintah Belanda seperti menolak membayar pajak, tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada Pemerintah Belanda. Prinsip dalam memerangi Kolonial Belanda melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.

Sikap perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi antek Belanda, bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan, antara lain: sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi sabar, nrimo, rilo dan trokal (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap sepi ing pamrih rame ing gawe dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton. Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi objek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dan gaya hidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.

Kabupaten Bojonegoro dilalui oleh jalur provinsi antara Babat di Kabupaten Lamongan dan Kecamatan Ngawi di Kabupaten Ngawi untuk angkutan darat, sedangkan angkutan rel, kabupaten ini juga dilalui oleh lintas utara Pulau Jawa menghubungkan Jakarta dengan Surabaya. Terminal Rajekwesi melayani bus antarkota dan angkutan perdesaan di ibukota kabupaten, tepatnya di Kecamatan Bojonegoro. Stasiun kereta api satu-satunya di Kabupaten Bojonegoro adalah, Stasiun Bojonegoro yang melayani kereta api antarkota menghubungkan Surabaya dengan Tapal Kuda Jawa Timur (Jember dan Banyuwangi), Jawa Tengah (Semarang, Pekalongan, dan Tegal), Jawa Barat (Bandung dan Cirebon), dan DKI Jakarta serta kereta api lokal menuju Gerbangkertosusila.

Bojonegoro memiliki banyak tempat wisata meskipun belum terkelola secara maksimal. Akan tetapi hal ini tentu saja bisa menjadi daya tarik tersendiri. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Produk unggulan ini telah lama dikenal dan berkualitas ekspor, karena Bojonegoro merupakan penghasil kayu jati berkualitas. Corak dan desain telah disesuaikan dengan situasi zaman, baik lemari, buffet, meja, kursi atau tempat tidur. Adapun daerah-daerah yang terkenal sebagai industri mebel yaitu di antaranya sukorejo dan temayang. apa yang membedakan mebel bojonegoro dengan mebel yang lain, mebel bojonegoro dibuat dari kayu-kayu jati asli dan memiliki umur yang bisa di bilang sudah cukup tua, dengan menggukan kayu yang tua maka hasil mebelnya dan ukirannya akan sangat indah sehingga memberikan corak yang khas.

Bentuk souvenir kayu jati khas Bojonegoro yang tetap menonjolkan guratan kayu jati. Penggarapannya dilakukan secara teliti dan detail, tetapi tetap mempertimbangkan aspek estetika. Khususnya berupa miniatur mobil, sepeda motor, becak, kereta api, jam dinding atau guci, penghias interior.

Kerajinan limbah kayu jati yang dibentuk menjadi karya seni dalam berbagai model sudah merambah pasar ekspor ke berbagai negara.

Bojonegoro memiliki tambang batu onix yang melimpah sehingga berbagai produk kerajinan onix dapat dihasilkan dengan kualitas sangat memuaskan. Pusat kerajinan batu onix terdapat di Kecamatan Gondang.

Ledre adalah makanan khas Bojonegoro. Berbentuk gapit (seperti emping gulung) dengan aroma khas pisang raja yang manis. Sangat tepat untuk teman minum teh atau dan sajian tamu atau untuk oleh-oleh. Perbedaan ledre dengan gapit yaitu ledre lebih halus, lembut dan aroma pisangnya menyengat, sementara gapit agak kasar. selain dari pisang raja ledre juga bisa terbuat dari berbagai pisang misalnya pisang saba, pisang hijau, pisang susu,dll. tetapi yang khas di daerah bojonegoro atau lebih optimalnya dalam membuat ledre yaitu menggunakan pisang raja.

Rengginang singkong merupakan oleh-oleh yang bisa didapatkan di Bojonegoro. Jika rengginang pada umumnya berbahan dasar ketan, rengginang singkong berasal dari bahan dasar singkong yang diolah dan dijadikan rengginang. selain mengangkat nilai ekonomi dari singkong, rengginang singkong juga dikenal dengan rasanya yang renyah dan gurih. Sangat cocok untuk dijadikan oleh-oleh dan dinikmati sebagai camilan ketika berkumpul bersama keluarga. Rengginang singkong ini bisa didapatkan di desa Ngraseh, kecamatan Dander. Juga bisa didapatkan di toko oleh-oleh di Bojonegoro.

Salak Wedi rasanya manis, masir, renyah, segar dan besar. Dapat dijumpai di setiap pekarangan rumah penduduk di desa Wedi dan sekitarnya. Perbedaan Salak Wedi dengan salak lain, seperti Salak Pondoh, adalah kandungan air yang lebih banyak sehingga membuat Salak Wedi terasa lebih segar. Keberadaan Salak Wedi sudah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun silam, yang secara turun-temurun telah menjadi sumber pendapatan bagi warga Desa Wedi. Konon asal muasal bibit salak ini pertama kali dibawa oleh seorang Ulama' yang mengajarkan agama Islam di desa Wedi. Dari bibit tersebut terus berkembang hingga tidak hanya desa Wedi tetapi meliputi juga beberapa desa sekitar Wedi, yaitu Kalianyar dan Tanjungharjo.

Blimbing dengan berat 2–3 ons per buah dapat dijumpai di kebun buah desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro. Rasanya manis, segar dan harum, sangat tepat untuk hidangan penutup, rujak dan lain-lain.

Bojonegoro adalah penghasil tembakau virginia terbesar di Indonesia dan telah lama dikenal sebagai tembakau terbaik di dunia. Hijaunya tanaman tembakau hampir di seluruh wilayah Bojonegoro dapat dilihat antara bulan Mei–Oktober.

Daerah di Bojonegoro selain penghasil buah salak dan buah blimbing juga penghasil pepaya manis Kalifornia. Perkebunan pepaya ini berada di Desa Bakalan, Kecamatan Kapas, Bojonegoro.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.