Masjid dengan Kategori Masjid Jami
Masjid dengan Kategori Masjid Jami di KAB. KEDIRI
Gunakan form di bawah ini, untuk mempersempit pencarian
Tentang KAB. KEDIRI
Kabupaten Kediri (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦏꦝꦶꦫꦶ, Pegon: كاڎيري, translit. Kadhiri; pengucapan bahasa Jawa: ) adalah sebuah kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Jumlah penduduk kabupaten Kediri pada pertengahan tahun 2024 sebanyak 1.688.468 jiwa.
Sebelumnya, ibu kota kabupaten ini berada di Kota Kediri, meskipun pemindahan ibu kota kabupaten ke Kecamatan Pare yang telah lama direncanakan dan hingga saat ini telah dibatalkan. Sejak tanggal 23 Februari 2023, ibu kota Kabupaten Kediri secara sah berada di Kecamatan Ngasem dan dinamakan Pamenang.
Kabupaten Kediri berbatasan dengan Kabupaten Jombang di Utara, Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar di Timur, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung di Selatan, serta Kabupaten Nganjuk di Barat dan Utara. Kota Kediri menjadi enklave dari Kabupaten Kediri. Kabupaten Kediri memiliki luas wilayah 1.523,97 km² yang terbagi menjadi 26 kecamatan. Pada tahun 2021, penduduk kabupaten ini berjumlah 1.673.157 jiwa dengan kepadatan 1.097 jiwa/km2.
Secara topografi, Bagian barat Kabupaten Kediri yang meliputi kecamatan Mojo, Semen, Banyakan dan Grogol merupakan daerah pegunungan yang merupakan rangkaian dari pegunungan Wilis. Di bagian utara dan selatan Kabupaten Kediri merupakan dataran rendah yang cukup subur karena terdapat Kali Brantas, yang membagi wilayah Kabupaten Kediri antara bagian barat dan timur sungai, sekaligus sebagai batas antara Kabupaten Kediri dengan Kabupaten Nganjuk di bagian utara.
Bagian ujung timur dan tenggara merupakan rangkaian dari Gunung Kelud yang berbatasan dengan Kabupaten Blitar. Di sebelah timur laut Kabupaten Kediri, tepatnya di kecamatan Kandangan, terdapat rangkaian Pegunungan Anjasmoro - Argowayang yang menjadi batas antara Kabupaten Kediri dengan Kabupaten Malang dan Kabupaten Jombang.
Dalam situs resmi pemerintahan kabupaten Kediri menyebut bahwa asal nama Kediri disinyalir memiliki beragam pendapat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kata Kediri berasal dari kata "kedi" yang artinya "mandul" atau "wanita yang tidak berdatang bulan". Kemudian, dalam kamus Jawa Kuno Wojo Wasito, kata "kedi" berarti seorang dukun atau bidan. Sementara dalam lakon Wayang, Sang Arjuno pernah menyamar Guru Tari di Negara Wirata, bernama "Kedi Wrakantolo". Jika kediri dihubungkan dengan nama tokoh Dewi Kilisuci yang bertapa di Gua Selomangleng, "kedi" berarti suci atau wadad.
Asal kata penghubung selanjutnya dari Kediri ialah "diri" yang artinya adeg, angdhiri, menghadiri atau menjadi Raja dalam bahasa Jawa Jumenengan. Dalam prasasti Wanua Tengah III tahun 830 saka, terdapat tulisan yang berbunyi "Ing Saka 706 cetra nasa danami sakla pa ka sa wara, angdhiri rake panaraban", artinya ialah pada tahun saka 706 atau 784 Masehi, bertahta Raja Pake Panaraban.
Asal usul kata yang dipandang lebih tepat adalah diturunkan dan berasal dari kata "kāḍiri" dalam Bahasa Jawa kuno yang berarti bisa berdiri sendiri, mandiri, berdiri tegak, berkepribadian, atau berswasembada. Penyebutan nama Kadiri/Kediri banyak terdapat pada kesusatraan Kuno yang berbahasa Jawa Kuno seperti pada Kakawin Smaradahana, Pararaton, Nagarakertagama dan Serat Calon Arang, pada prasasti Ceker yang berangka tahun 1107 Saka (1185 M) terletak di desa Ceker, sekarang bernama desa Sukoanyar di kecamatan Mojo, menyebutkan frasa kalimat:
"... tatkāla ni n kentar sangke kaḍatwan ring katang-katang deni nkin malṛ yatik kaprabhun śrī mahārāja siniwi riŋ bhūmi kaḍiri ..."
Terjemahan inskripsi: (ketika meninggalkan istananya yang berada di Katang-katang sehingga tetap dapat menjalankan pemerintahan sebagai Sri Maharaja yang bertahta di Bhumi Kadiri)
Pada isi kalimat dalam prasasti Mula Malurung diterbitkan oleh Kertanegara tahun (1255 M) sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja Singhasari.
"... 4) patih ira narapati kṛtānagara. saŋ inanugrahan anusuka sīma swatantra. ṅkāneŋ bhūmi jaṅgala. makanāmaŋ harija 5) ya. saṅ apañji siṅanambat. apatih i wurawan. amaṅku kaprabhū ni raji jayakatyöŋ (73). saŋ wineh anusuka dharmma sīma swatantra. ṅkaneŋ bhūmi kaḍiri (74). ataganikaŋ wahuta rāma triṇitaṇḍa. maka saŋ jñākṛṣṇāsana (75). tlas karuhun saŋ prāṇarāja"
Penyebutan wilayah Kediri untuk pertama kali ditemukan di dalam prasasti Harinjing B tahun 843 Saka (19 September 921 Masehi) yang dikeluarkan oleh raja Rakai Layang Dyah Tulodong dari kerajaan Medang atau Mataram Kuno.
"... i śrī mahārāja mijil angkȇn cetra ka tlu i sang pamgat asing juru i kaḍiri ikang ri wilang ..."
Terjemahan inskripsi: (kepada sri maharaja dikeluarkan setiap Bulan Caitra tanggal 3, kepada Sang Pemutus Perkara bernama asing petugas di Kadiri, yang dari Wilang).
Pada mulanya, daripada nama Kadiri nama Panjalu lebih dikenal. Hal ini dapat dijumpai dalam berbagai prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Panjalu, bahkan nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung di dalam kronik Tiongkok dari Dinasti Song yang berjudul Ling-wai-tai-ta (Pinyin: Lĭngwài Dàidā) yang ditulis pada abad ke-12 M, oleh Chou Ch'u-fei. Kerajaan Panjalu kemudian lambat laun berkembang dan dikenal juga dengan Kerajaan Kediri yang besar dan sejarahnya terkenal hingga sekarang. Selanjutnya, dalam surat Keputusan Bupati Kepada Derah Tingkat II Kediri tanggal 22 Januari 1985 nomor 82 tahun 1985 tentang hari jadi Kediri, yang pasal 1 berbunyi " Tanggal 25 Maret 804 Masehi ditetapkan menjadi Hari Jadi Kediri. Sehingga nama Kediri dipakai hingga sekarang.
Akan tetapi, Drs. M.M. Soekarton Kartoadmodjo, seorang ahli lembaga Javanologi berpendapat bahwa nama Kediri tidak memiliki hubungan dengan "kedi", melainkan hanya "diri". Ia mengatakan bahwa "diri" artinya adeg yang berarti berdiri, yang kemudian mendapat penambahan awal kata "ka" yang dalam bahasa Jawa Kuno artinya menjadi raja. Soekarton juga berpendapat bahwa Kediri berarti mandiri, berdiri tegak, berkepribadian atau berswasembada.
Kediri diperkirakan lahir pada Maret 804 Masehi. Sekitar tahun itulah, Kediri mulai disebut-sebut sebagai nama tempat maupun negara. Belum ada sumber resmi seperti prasasti maupun dokumen tertulis lainnya yang dapat menyebutkan, kapan sebenarnya Kediri ini benar-benar menjadi pusat dari sebuah Pemerintahan maupun sebagai mana tempat.
Kabupaten Kediri resmi berdiri dalam bingkai pemerintahan Indonesia dengan dasar hukum UU No. 12 tahun 1950 bersama dengan kabupaten-kabupaten lain di Jawa Timur. Perlu dicatat bahwa Kota Kediri bukan merupakan pemekaran dari Kabupaten Kediri (pada era setelah Kemerdekaan) melainkan pemekaran dari Kabupaten Kediri pada era Hindia Belanda tahun 1928, dan keduanya baru resmi berdiri di tahun yang sama namun dengan dasar hukum yang berbeda yaitu UU No. 16 tahun 1950. Hal ini dikarenakan Kota Kediri sudah berstatus Zelfstanding Gemeenteschap (kota otonom) lepas dari Kabupaten Induknya berdasarkan surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda terhitung mulai tahun 1928.
Untuk meningkatkan pelayanan publik, Kabupaten Kediri mengalami banyak pemekaran kecamatan. Tahun 1982, dibentuk Kecamatan Tarokan yang dimekarkan dari Kecamatan Grogol serta Kecamatan Kunjang yang dimekarkan dari Kecamatan Plemahan. Tahun 1999, dibentuk Kecamatan Banyakan yang dimekarkan dari Kecamatan Grogol dan juga Kecamatan Ringinrejo yang wilayahnya berasal dari Kecamatan Kandat dan Kras. Terakhir, di tahun 2005 dibentuk tiga kecamatan baru yaitu Kecamatan Badas yang dimekarkan dari Pare, Kecamatan Kayen Kidul yang dimekarkan dari Pagu, dan Kecamatan Ngasem yang dimekarkan dari Gampengrejo.
Sejak Februari 2023, ibukota Kediri yang berada di Kecamatan Ngasem resmi diberi nama Pamenang setelah melalui kajian panjang serta diskusi dengan budayawan, sejarawan, dan akademisi dari Universitas Negeri Surabaya. Alternatif nama lain yang pernah diutarakan antara lain Daha, Panjalu, dan Jenggala. Nama Pamenang memiliki keterkaitan dengan Mamenang, yaitu ibu kota Kerajaan Kediri zaman Jayabaya. Pamenang memiliki arti kemenangan, tepatnya orang yang memenangkan.
Bupati yang menjabat di Kabupaten Kediri saat ini ialah Hanindhito Himawan Pramana, didampingi wakil bupati, Dewi Mariya Ulfa. Mereka adalah pemenang pada Pemilihan umum Bupati Kediri 2020, tanpa memiliki lawan pasangan kandidat lain. Mereka dilantik oleh gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, pada 26 Februari 2021, secara virtual karena adanya pandemi Covid 19. Hanindhito merupakan anak dari Pramono Anung, Sekretaris Kabinet Indonesia pemerintahan presiden Joko Widodo.
Kabupaten Kediri terdiri dari 26 kecamatan, 1 kelurahan, dan 343 desa (dari total 666 kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 1.571.555 jiwa dengan luas wilayah 1.386,05 km² dan sebaran penduduk 1.133 jiwa/km².
Berdasarkan data Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik tahun 2010, persentase agama penduduk Kabupaten Kediri adalah Islam 96,29%, kemudian Kristen Protestan 2,14%, Katolik 0,42%, Hindu 0,39%, kemudian Budha 0,02% dan Konghucu 0,01%.
Perekonomian di kabupaten kediri ditopang oleh berbagai bidang, termasuk pertanian, perkebunan, dan pariwisata. Dalam bidang pertanian, penduduk kabupaten Kediri banyak mengolah tanaman pangan, seperti padi, jagung, umbi-umbian, kacang tanah, kacang kedelai, sayuran, dan buah-buahan. Komoditi padi banyak terdapat di kecamatan Pare, Puwasari, Kepung, Plosoklaten, dan Kandangan. Sementara komoditi jagung banyak terdapat di kecamatan Pare dan Pagu. Buah-buahan banyak terdapat di kecamatan Grogol, Kandat, Puncu, Mojo, Banyakan, Kepung, dan Kunjang.
Berita dari Masjid
Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.