Masjid dengan Kategori Masjid Jami

Masjid dengan Kategori Masjid Jami di KAB. BOYOLALI

Gunakan form di bawah ini, untuk mempersempit pencarian

Tentang KAB. BOYOLALI

Kabupaten Boyolali (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦧꦺꦴꦪꦭꦭꦶ, Pegon: بويالالي, translit. Boyalali) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Boyolali. Kabupaten ini terletak sekitar 25 km sebelah barat Kota Surakarta. Pada pertengahan 2024, jumlah penduduk kabupaten Boyolali sebanyak 1.110.346 jiwa.

Kabupaten Boyolali berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan di utara; Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, dan Kota Surakarta di timur; Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) di selatan; serta Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang di barat. Kabupaten ini termasuk kawasan Solo Raya.

Menurut cerita serat Babad Pengging Serat Mataram, nama Boyolali tak disebutkan. Demikian juga pada masa Kerajaan Demak Bintoro maupun Kerajaan Pengging, nama Boyolali belum dikenal. Menurut legenda nama Boyolali berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan Arang (Bupati Semarang pada abad XVI). Alkisah, Ki Ageng Pandan Arang yang lebih dikenal dengan Tumenggung Notoprojo diramalkan oleh Sunan Kalijogo sebagai Wali penutup menggantikan Syeh Siti Jenar. Oleh Sunan Kalijogo, Ki Ageng Pandan Arang diutus untuk menuju ke Gunung Jabalakat di Tembayat (Klaten) untuk syiar agama Islam.

Dalam perjalananannya dari Semarang menuju Tembayat Ki Ageng banyak menemui rintangan dan batu sandungan sebagai ujian. Ki Ageng berjalan cukup jauh meninggalkan anak dan istri ketika berada di sebuah hutan belantara dia dirampok oleh tiga orang yang mengira dia membawa harta benda ternyata dugaan itu keliru maka tempat inilah sekarang dikenal dengan nama Salatiga. Perjalanan diteruskan hingga sampailah disuatu tempat yang banyak pohon bambu kuning atau bambu Ampel dan tempat inilah sekarang dikenal dengan nama Ampel yang merupakan salah satu kecamatan di Boyolali. Dalam menempuh perjalanan yang jauh ini, Ki Ageng Pandan Arang semakin meninggalkan anak dan istri. Sambil menunggu mereka, Ki Ageng beristirahat di sebuah Batu Besar yang berada di tengah sungai.

Dalam istirahatnya Ki Ageng berucap "Båyå wis lali wong iki" yang dalam bahasa indonesia artinya "Sudah lupakah orang ini". Dari kata "Båyå Wis Lali" maka jadilah nama Boyolali. Batu besar yang berada di Kali Pepe yang membelah kota Boyolali mungkinkah ini tempat beristirahat Ki Ageng Pandan Arang. Mungkin tak ada yang bisa menjawab dan sampai sekarang pun belum pernah ada meneliti tentang keberadaan batu ini. Demikian juga sebuah batu yang cukup besar yang berada di depan Pasar Sunggingan Boyolali, konon menurut masyarakat setempat batu ini dulu adalah tempat untuk beristirahat Nyi Ageng Pandan Arang. Dalam istirahatnya Nyi Ageng mengetuk-ngetukan tongkatnya di batu ini dan batu ini menjadi berlekuk-lekuk mirip sebuah dakon (mainan anak-anak tempo dulu). Karena batu ini mirip dakon, masyarakat disekitar Pasar Sunggingan menyebutnya mBah Dakon dan hingga sekarang batu ini dikeramatkan oleh penduduk dan merekapun tak ada yang berani mengusiknya.

Kabupaten Boyolali terdiri dari 22 kecamatan, 6 kelurahan, dan 261 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 989.776 jiwa dengan luas wilayah 1.008,45 km² dan sebaran penduduk 981 jiwa/km²

Pusat pemerintahan berada di kecamatan Boyolali. Di samping Boyolali, kecamatan lainnya yang cukup signifikan adalah Sambi Ampel, Banyudono, Sawit, Mojosongo, Simo, Karanggede, Andong, Musuk, Cepogo, dan Selo. Kawasan Ngemplak yang berbatasan langsung dengan Kota Surakarta, kini telah dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan Solo Raya ke arah barat.

Bahasa yang digunakan oleh penduduk di kabupaten Boyolali adalah Bahasa Jawa Surakarta yang dituturkan oleh seluruh masyarakat Boyalali. Selain itu, karena Kabupaten Boyolali masih termasuk wilayah inti dari kerajaan Kasunanan Surakarta maka berpengaruh juga dengan percakapan sehari-hari, yaitu dengan memperhatikan etika bahasa atau sering disebut unggah-ungguh, yaitu tingkat tingkat tutur krama madya dan krama inggil untuk menghormati lawan bicara, ciri khas aksen orang Boyolali terdengar medhok namun lembut seperti wayang Janoko dapat dikatakan pula sebagai dialek mataram yang halus. Meskipun tergolong sebagai pengguna bahasa jawa standar, sebenarnya banyak dialek yang digunakan masyarakat dalam komunikasi sehari-hari, sayangnya sampai saat ini belum ada gagasan untuk mengembangkannya ke dalam kamus bahasa Jawa.

Wilayah Kabupaten Boyolali dilewati jalan nasional dan jalan tol yang menghubungkan Semarang-Surakarta. Jalur ini merupakan jalur yang berbukit-bukit, khususnya di utara kota kabupaten sampai kota kecamatan Ampel.

Kabupaten Boyolali Juga terhubung Jalur Kereta Api Semarang - Solo (termasuk percabangan menuju Bandara Adi Soemarmo yang merupakan jalur kereta api yang melewati pinggir jalan tol Solo - Semarang ) dan Solo - Boyolali Kota. Untuk Stasiun yang masih aktif ialah Stasiun Telawa dan Stasiun Bandara Adi Soemarmo, untuk koridor Solo - Boyolali Kota ( Jalur Kereta Api Purwosari - Boyolali ) diperkirakan nonaktif pada masa kependudukan Jepang.

Jalan nasional yang menghubungkan kota Boyolali dengan kota Klaten merupakan jalan yang menghubungkan Boyolali langsung ke Yogyakarta. Selain itu, terdapat jalan kabupaten yang menghubungkan Boyolali dengan kota Sragen lewat Kecamatan Karanggede dan yang menghubungkan Boyolali dengan Mungkid, Muntilan, dan Magelang melalui "Selo Pass" yang melintasi celah di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.

Bandara Internasional Adi Soemarmo secara administratif masuk wilayah Kabupaten Boyolali dan dikelola oleh pemkot Surakarta.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.