Ini Dalil dan Dasar Pengerjaan Itikaf di Bulan Ramadan
Ahmad subagja | Masjid At Taqwa
2023-10-27 00:29:14

Ini Dalil dan Dasar Pengerjaan Itikaf di Bulan Ramadan

Dalil itikaf terdapat dalam Al-Qur'an, hadits, dan ijma'. Pelaksanaannya sendiri dilakukan pada 10 atau 20 hari terakhir di bulan Ramadan.

Menurut buku Fikih Ibadah Madzhab Syafi'i yang ditulis oleh Syaikh Dr Alauddin Za'tari, itikaf secara bahasa diartikan sebagai berdiam diri, menahan, serta menjalankan sesuatu baik itu kebaikan ataupun dosa. Adapun, menurut syariat itikaf ialah berdiam diri secara khusus di suatu masjid dengan niat dan tata cara tertentu.

Umumnya, saat seorang muslim beritikaf ia bisa mengerjakan sejumlah amalan baik itu ibadah sunnah maupun wajib yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah. Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam buku yang bertajuk Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq mengemukakan jika seseorang menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat maka hukumnya makruh.

Ini Dalil dan Dasar Pengerjaan Itikaf di Bulan Ramadan

Selain itu, hukum makruh juga berlaku ketika seorang muslim hanya menahan diri dari berbicara ketika melangsungkan itikaf. Adapun, amalan-amalan yang bisa dikerjakan saat beritikaf contohnya seperti berzikir, salat, hingga tadarus.

Hukum itikaf sendiri adalah sunnah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Al Mundzir melalui buku Bekal Ramadhan dan Idul Fithri 5 tulisan Saiyid Mahadhir. Namun, jika itikaf dinazarkan maka hukumnya menjadi wajib.

Lantas, apa dalil-dalil yang mendasari pengerjaan itikaf? Mengacu pada sumber yang sama, berikut pembahasannya.

Dalam Al-Qur'an, dalil itikaf tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 125 dan 187. Allah SWT berfirman:

وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ

Arab latin: Wa iż ja'alnal-baita maṡābatal lin-nāsi wa amnā, wattakhiżụ mim maqāmi ibrāhīma muṣallā, wa 'ahidnā ilā ibrāhīma wa ismā'īla an ṭahhirā baitiya liṭ-ṭā`ifīna wal-'ākifīna war-rukka'is-sujụd

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku' dan yang sujud," (QS Al Baqarah: 125).

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Arab latin: Uḥilla lakum lailataṣ-ṣiyāmir-rafaṡu ilā nisā`ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn, 'alimallāhu annakum kuntum takhtānụna anfusakum fa tāba 'alaikum wa 'afā 'angkum, fal-āna bāsyirụhunna wabtagụ mā kataballāhu lakum, wa kulụ wasyrabụ ḥattā yatabayyana lakumul-khaiṭul-abyaḍu minal-khaiṭil-aswadi minal-fajr, ṡumma atimmuṣ-ṣiyāma ilal-laīl, wa lā tubāsyirụhunna wa antum 'ākifụna fil-masājid, tilka ḥudụdullāhi fa lā taqrabụhā, każālika yubayyinullāhu āyātihī lin-nāsi la'allahum yattaqụn

Artinya: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa," (QS Al Baqarah 187).

Adapun, dalil itikaf dalam As-sunnah tersemat dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, beliau berkata:

"Nabi Muhammad SAW beritikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beritikaf sepeninggal beliau," (HR Bukhari dan Muslim).

Kemudian, terdapat juga sabda Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari mengenai itikaf, berikut bunyinya:

"Siapa yang ingin beritikaf denganku, maka lakukanlah pada 10 terakhir," (HR Bukhari).

Sementara itu, melalui 'ijma dalil itikaf diterangkan oleh Ibnu Al-Mundzir dalam kitab Al-Ijma', dia berkata:

"Ulama sepakat bahwa itikaf tidaklah berhukum wajib kecuali seorang yang bernazar untuk beritikaf, dengan demikian dia wajib untuk menunaikannya,"

Sejalan dengan itu, Imam An-Nawawi melalui kitab Al-Majmu' menuturkan bahwa hukum itikaf adalah sunnah berdasarkan ijma dan ulama. Kecuali, jika itikaf dilakukan karena bernazar.

Setelah mengetahui dalil yang mendasari pelaksanaan itikaf, berikut akan dipaparkan mengenai syaratnya yang dikutip dari buku Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusyd.

Adapun, mengenai rukun itikaf berarti wajib dilakukan selama ibadah. Merujuk pada buku yang sama, rukun itikaf terdiri atas niat ibadah hanya untuk Allah SWT dan berdiam diri di dalam masjid selama waktu tertentu.

Demikian pembahasan mengenai dalil yang mendasari itikaf beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

Dalil itikaf terdapat dalam Al-Qur'an, hadits, dan ijma'. Pelaksanaannya sendiri dilakukan pada 10 atau 20 hari terakhir di bulan Ramadan.

Menurut buku Fikih Ibadah Madzhab Syafi'i yang ditulis oleh Syaikh Dr Alauddin Za'tari, itikaf secara bahasa diartikan sebagai berdiam diri, menahan, serta menjalankan sesuatu baik itu kebaikan ataupun dosa. Adapun, menurut syariat itikaf ialah berdiam diri secara khusus di suatu masjid dengan niat dan tata cara tertentu.

Umumnya, saat seorang muslim beritikaf ia bisa mengerjakan sejumlah amalan baik itu ibadah sunnah maupun wajib yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah. Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam buku yang bertajuk Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq mengemukakan jika seseorang menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat maka hukumnya makruh.

Ini Dalil dan Dasar Pengerjaan Itikaf di Bulan Ramadan

Gambar Ilustrasi Ini Dalil dan Dasar Pengerjaan Itikaf di Bulan Ramadan

Ini Dalil dan Dasar Pengerjaan Itikaf di Bulan Ramadan

Selain itu, hukum makruh juga berlaku ketika seorang muslim hanya menahan diri dari berbicara ketika melangsungkan itikaf. Adapun, amalan-amalan yang bisa dikerjakan saat beritikaf contohnya seperti berzikir, salat, hingga tadarus.

Hukum itikaf sendiri adalah sunnah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Al Mundzir melalui buku Bekal Ramadhan dan Idul Fithri 5 tulisan Saiyid Mahadhir. Namun, jika itikaf dinazarkan maka hukumnya menjadi wajib.

Lantas, apa dalil-dalil yang mendasari pengerjaan itikaf? Mengacu pada sumber yang sama, berikut pembahasannya.

Dalam Al-Qur'an, dalil itikaf tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 125 dan 187. Allah SWT berfirman:

وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ

Arab latin: Wa iż ja'alnal-baita maṡābatal lin-nāsi wa amnā, wattakhiżụ mim maqāmi ibrāhīma muṣallā, wa 'ahidnā ilā ibrāhīma wa ismā'īla an ṭahhirā baitiya liṭ-ṭā`ifīna wal-'ākifīna war-rukka'is-sujụd

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku' dan yang sujud," (QS Al Baqarah: 125).

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Arab latin: Uḥilla lakum lailataṣ-ṣiyāmir-rafaṡu ilā nisā`ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn, 'alimallāhu annakum kuntum takhtānụna anfusakum fa tāba 'alaikum wa 'afā 'angkum, fal-āna bāsyirụhunna wabtagụ mā kataballāhu lakum, wa kulụ wasyrabụ ḥattā yatabayyana lakumul-khaiṭul-abyaḍu minal-khaiṭil-aswadi minal-fajr, ṡumma atimmuṣ-ṣiyāma ilal-laīl, wa lā tubāsyirụhunna wa antum 'ākifụna fil-masājid, tilka ḥudụdullāhi fa lā taqrabụhā, każālika yubayyinullāhu āyātihī lin-nāsi la'allahum yattaqụn

Artinya: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa," (QS Al Baqarah 187).

Adapun, dalil itikaf dalam As-sunnah tersemat dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, beliau berkata:

"Nabi Muhammad SAW beritikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beritikaf sepeninggal beliau," (HR Bukhari dan Muslim).

Kemudian, terdapat juga sabda Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari mengenai itikaf, berikut bunyinya:

"Siapa yang ingin beritikaf denganku, maka lakukanlah pada 10 terakhir," (HR Bukhari).

Sementara itu, melalui 'ijma dalil itikaf diterangkan oleh Ibnu Al-Mundzir dalam kitab Al-Ijma', dia berkata:

"Ulama sepakat bahwa itikaf tidaklah berhukum wajib kecuali seorang yang bernazar untuk beritikaf, dengan demikian dia wajib untuk menunaikannya,"

Sejalan dengan itu, Imam An-Nawawi melalui kitab Al-Majmu' menuturkan bahwa hukum itikaf adalah sunnah berdasarkan ijma dan ulama. Kecuali, jika itikaf dilakukan karena bernazar.

Setelah mengetahui dalil yang mendasari pelaksanaan itikaf, berikut akan dipaparkan mengenai syaratnya yang dikutip dari buku Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusyd.

Adapun, mengenai rukun itikaf berarti wajib dilakukan selama ibadah. Merujuk pada buku yang sama, rukun itikaf terdiri atas niat ibadah hanya untuk Allah SWT dan berdiam diri di dalam masjid selama waktu tertentu.

Demikian pembahasan mengenai dalil yang mendasari itikaf beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

Tentang Penulis
 Ahmad subagja  | Masjid At Taqwa

Ahmad subagja | Masjid At Taqwa

| Citra Raya, Tangerang

At Taqwa dibangun pada tahun -. At Taqwa merupakan kategori Masjid Raya. At Taqwa beralamat di Citra Raya, Tangerang . At Taqwa memiliki luas tanah , luas bangunan dengan status tanah . At Taqwa memiliki jumlah jamaah orang jumlah muazin orang jumlah remaja orang dan Jumlah Khotib orang .