Ahmad subagja | Ra Kamilah
2021-08-03 19:31:11Apa itu Masjid?
Masjid dengan segala jenis dan bentuknya, merupakan tempat yang tidak bisa terpisahkan dari seorang muslim. Bukan hanya untuk kegiatan ibadah saja, tapi pusat sosial, ekonomi, dan seluruh sendi kehidupan umat islam banyak bersinggungan dengan masjid.
Tentunya, perlu kita bahas terlebih dahulu terkait definisi, pengertian, jenis, perbedaan, dan semua istilah yang terkait dengan masjid. Artikel ini mencoba menjawab semua kebutuhan tersebut.
1. Definisi Masjid Secara Bahasa (Etimologi)
Menurut etimologi (bahasa), lafazh مَسْجÙدٌ maknanya, nama untuk tempat sujud. Namun jika huruf jim-nya di-fathah-kan مَسْجَد maka kata masjad ini berarti merupakan mashdar (kata dasar)
Penulis Ash Shihah berkata,” Lafazh مَسْجÙدٌ dibaca dengan fathah pada huruf jim, berarti dahi seseorang yang terdapat bekas luka akibat sujud.
مَسْجÙدٌ dan مَسْجَد merupakan bentuk tunggal dari masaajid. [Ash Shihah: II/484-485][1]
2. Definisi Masjid Secara Istilah Syar’i (Terminologi)
Secara istilah syar’I Al Imam Az Zarkasyi Asy Syafi’I mengatakan bahwa masjid adalah setiap tempat yang ada di bumi. Berdasarkan sabda Nabi ï·º :
وَجÙعÙلَتْ Ù„ÙÙŠ الأَرْض٠مَسْجÙدًا
“Bumi telah dijadikan bagiku sebagai masjid.” [HR Al Bukhari: 335 dan Muslim: 521]
Maksudnya, sebagai tempat sujud. Dengan demikian, sujud yang merupakan salah satu rukun shalat tidak harus dilaksanakan di satu tempat saja.
Hadits ini menunjukkan bahwa hukum asal tanah adalah suci sampai diketahui bahwa tanah itu najis dan bahwa setiap tanah itu adalah alat bersuci yang baik untuk shalat, kecuali tanah yang ditunjukkan dalil atas pengecualiannya, seperti yang terdapat di kuburan, pemandian dan kandang unta.
Sedangkan definisi masjid menurut ‘urf (definisi umum) para ahli fiqih adalah sebidang tanah yang terbebas dari kepemilikan seseorang dan dikhususkan untuk shalat dan beribadah.[2]
Istilah Terkait Masjid
Ada sejumlah istilah yang sering kita dengar semuanya berhubungan dengan masjid. Istilah-istilah tersebut memiliki pengertian sendiri-sendiri. Dengan kata lain, pembahasan ini adalah tentang tipologi masjid. Kementerian Agama Republik Indonesia membagi tipologi masjid berdasar kepada 8 hal:[3]
1. Masjid Berdasar Ukuran dan Fungsi:
1.1. Masjid
Yaitu bangunan tempat ibadah shalat yang bentuk bangunannya dirancang khusus dengan berbagai atribut masjid seperti menara yang cukup megah, kubah dan lain-lain.
Bangunannya cukup besar, kapasitasnya dapat menampung ratusan bahkan ribuan jamaah dan bisa dipakai untuk melaksanakan ibadah shalat jumat atau perayaan hari-hari besar Islam.
1.2. Mushalla (Mushola/Musholla)
Yaitu sebuah bangunan tempat ibadah shalat yang bangunannya tergantung kepada luas bangunannya namun tidak terlalu besar. Mushalla dapat menampung maksimal 100 jamaah dilengkapi dengan atribut seperti kubah, hiasan-hiasan kaligrafi dan lain-lain.
Tipe ini sering disebut sebagai mushalla artinya tempat shalat yang berada di lingkungan- lingkungan masyarakat atau tempat-tempat keramaian seperti di pasar, terminal dan tempat-tempat srategis lainnya.
Bangunan atau ruang ini dibangun asal memenuhi syarat untuk melaksanakan ibadah shalat, dilengkapi dengan atribut mihrab layaknya masjid dan terkadang bisa untuk melaksanakan shalat jumat.
Pengertian awal mushalla adalah tempat shalat, tikar kecil untuk shalat. Nabi ï·º shalat di atas Mushalla dan berkhutbah di atasnya. Ketika Islam masuk ke Nusantara, banyak ditemukan keagamaan dan adat, seperti di Padang- Surau; di Aceh – Menuasah; di Jawa- Langgar; di Toraja-Lobo dan di Mentawai- Uma Galangan.
Bangunan-bangunan tersebut diislamkan dengan cara memberikan fungsi mushalla dan fungsi muamalah masjid kepadanya.
Karena itulah dapat menjadi dalil bahwa Langgar adalah merupakan adik dari masjid. Di saat masjid belum ada, maka Langgar/Mushalla yang mewakilinya sebagai tempat shalat.
1.3. Langgar
Yaitu sebuah bangunan tempat ibadah shalat yang bangunannya tidak terlalu besar. Dapat menampung maksimal 50 jamaah namun tidak bisa dipakai melaksanakan shalat jumat.
Karena tidak memenuhi untuk melaksanakan shalat jumat, kecuali untuk perayaan hari-hari besar Islam untuk tingkat RW dan RT.
Bangunan ini dilengkapi dengan atribut seperti hiasan kaligrafi dan lain-lainnya. Tipe ini biasanya berada di lingkungan-lingkungan pesantren atau di lingkungan RW/RT dalam satu wilayah di bawah koordinator satu masjid.
2. Masjid Berdasar Wilayah:
2.1. Masjid Negara
Yaitu masjid yang berada di tingkat pemerintahan pusat dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintahan pusat. Biasanya setiap negara memiliki 1 masjid negara.
Contoh Masjid Negara:
- Masjid Istiqlal di Jakarta Indonesia
- Masjid Negara Malaysia di Kuala Lumpur Malaysia
- Masjidil Haram di Makkah
- Masjid Nabawi di Madinah
2.2. Masjid Nasional
Yaitu masjid di tingkat provinsi yang diajukan oleh Gubernur kepada Menteri Agama untuk dibuatkan surat keputusan Menteri Agama untuk menjadi sebutan Masjid Nasional dengan mencantumkan nama masjid tersebut.
Seluruh anggaran menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur.
Contoh Masjid Nasional di Indonesia:
- Masjid Nasional Baiturrahman Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
- Masjid Nasional Al Akbar di Surabaya Jawa Timur
2.3. Masjid Raya
Yaitu masjid yang berada di tingkat provinsi dan diajukan melalui Kantor Wilayah Departemen Agama setempat kepada Gubernur untuk dibuatkan surat keputusan penetapan Masjid Raya. Anggaran masjid tersebut berasal dari Pemerintah Daerah, dana masjid dan sumbangan lainnya.
Contoh Masjid Raya:
- Masjid Raya Baiturrahman di Semarang Jawa Tengah
- Masjid Raya Medan / Masjid Raya Al Mashun di Medan Sumatera Utara
- Masjid Raya Bandung Jawa Barat
- Masjid Raya Sumatera Barat
2.4. Masjid Agung
Yaitu masjid yang berada di tingkat Kabupaten/Kota dan diajukan melalui Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat kepada Bupati /Wali Kota untuk dibuatkan Surat Keputusan penetapan Masjid Agung.
Anggaran masjid tersebut berasal dari Pemerintah Daerah, dana masjid dan sumbangan lainnya.
Contoh Masjid Agung:
- Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang
- Masjid Agung Demak di Demak Jawa Tengah
- Masjid Agung Solo di Solo Jawa Tengah
- Masjid Agung Banten di Kota Serang Banten
- Masjid Agung Sang Cipta Rasa di kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat
- Masjid Agung Palembang di Kota Palembang Sumatera Selatan
2.5. Masjid Besar
Yaitu Masjid yang berada di tingkat Kecamatan dan diajukan melalui Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA) setempat kepada Camat untuk dibuatkan Surat Keputusan penetapan Masjid Besar.
Anggaran masjid tersebut berasal dari Pemerintah Daerah, dana masjid, swadaya masyarakat dan sumbangan lainnya.
Contoh Masjid Besar:
- Masjid Al-Hidayah Bedugul, Bali
- Masjid Besar Cipaganti Kec. Sukajadi, Kota Bandung
- Masjid Besar Al Fatwa – Adi Sucipto, Kalimantan Barat
- Masjid Besar Al Furqon Nguter Sukoharjo Jawa Tengah
2.6. Masjid Jami’
Masjid di tingkat Desa/Kelurahan disebut dengan Masjid Jami’. Pendirian bangunan masjid ini umumnya sepenuhnya dibiayai oleh swadaya masyarakat setempat. Kalau pun ada sumbangan dari pemerintah relative sedikit.
2.7. Masjid-masjid yang berada di lingkungan masyarakat. Ini setara dengan masjid jami’.
Masjid -masjid semacam ini biasanya disebut dengan nama masjid itu sendiri, seperti Masjid “At Taqwa.” Pendirian masjid ini sama dengan masjid pada tingkat desa / kelurahan.
3. Masjid Berdasar Aktifitas:
3.1. Masjid Statis
Para pengelola atau pengurus masjid hanya mengurus jamaah tetap yang setiap saat shalat fardhu datang ke masjid untuk melaksanakan shalat fardhu. Pembinaan pengelola atau pengurus masjid kepada jamaah tidak ada.
Hubungan mereka dengan anggota jamaah hanya sebatas hubungan formal antara imam dengan jamaah saat melaksanakan shalat berjamaah. Bahkan tidak pernah memberi kesempatan pada jamaah lainnya untuk tampil menjadi imam.
Personal pengelola masjid tipe ini biasanya turun temurun dan bersifat sangat tertutup terhadap jamaahnya. Selama ketua pertama masih ada, kepengurusan pantang diganti atau diperbaharui.
3.2. Masjid Aktif
Para pengelola atau pengurus aktif memperhatikan potensi-potensi jamaah dan masyarakat yang ada di sekitar masjid untuk diajak bersama-sama membina diri dan membina jamaah lainnya melalui lembaga masjid.
Sifat kepengurusan para pengurus lebih terbuka dibanding tipe majid statis. Para pengelola tipe masjid ini telah memiliki kesadaran dan tanggung jawab serta semangat untuk memakmurkan masjid sekalipun belum mengarah kepada pengelolaan secara professional.
3.3. Masjid Berdasarkan Professional
Para pengurus masjid selain memprioritaskan mengurus jamaah tetap dan merangkul jamaah secara aktif, mereka juga aktif merangkul jamaah yang potensial di luar masjid itu sendiri. Sikap para pengelolanya lebih terbuka.
Pembagian tugas pengurus dan program kerja sudah tersusun dan tertata rapi. Para pengelola tipe ini memiliki kesadaran, tanggung jawab dan semangat tinggi serta profesional dalam pengelolaan masjid.
Para pengelola atau pengurus masjid tipe ini pada umumnya memiliki prinsip bahwa mereka menempatkan diri sebagai pelayan umat. Sekalipun mereka tidak mendapatkan imbalan namun mereka merasa senang untuk membina diri melalui masjid.
4. Berdasar Status Pengelolaan
4.1. Masjid yang dikelola oleh keluarga
4.2. Masjid yang dikelola oleh masyarakat
4.3. Masjid yang dikelola oleh pemerintah, misal Masjid Agung/ Masjid Raya
4.4. Masjid yang dikelola oleh Yayasan atau Organisasi seperti Masjid Muhammadiyah, Masjid Persatuan Islam, Masjid Al lrsyad, Masjid Al Azhar dll.
Baca juga: Adab di Dalam Masjid yang harus dijaga
5. Berdasar Status kepemilikan
5.1. Status tanah dan bangunan
- Tanah dan bangunan wakaf
- Tanah wakaf dan bangunan non wakaf
- Tanah non wakaf
5.2. Status dana pembangunannya
- Masjid yang didirikan atas dana keluarga
- Masjid yang didirikan atas dana swadaya masyarakat
- Masjid yang didirikan atas dana yayasan atau organisasi tertentu
- Masjid yang didirikan atas dana pemerintah.
6. Berdasarkan Sumber pembiayaan
6.1. Bersumber sepenuhnya dari pemerintah
6.2. Bersumber dari dana non pemerintah.
7. Berdasar Letak Geografis
Berdasarkan letak geografisnya masjid di Indonesia secara umum dapat di bagi dua yaitu:
7.1. Masjid di daerah perkotaan
7.2. Masjid di daerah pedesaan
Perbedaan antara keduanya terletak pada banyak hal antara lain: budaya masyarakat, kebiasaan berorganisasi, fasilitas yang tersedia, pemahaman masyarakat tentang masjid dan tingkat partisipasi masyarakat dalam membangun dan memakmurkannya.
8. Letak Geografis Lingkungan
Bila berdasarkan letak geografis lingkungan maka akan dijumpai:
8.1. Masjid Kampus
Masjid yang berada di tengah-tengah kampus suatu perguruan tinggi tertentu
8.2. Masjid Kesantren
Masjid yang berada di tengah-tengah lingkungan pesantren
8.3. Masjid Sekolah
Masjid yang berada di lingkungan sekolah.
Lingkungan yang menyertai keberadaan masjid bukan hanya pada lingkungan pendidikan saja. Karena kenyataannya akan dijumpai masjid yang didirikan di sekitar istana kerajaan atau kraton yang kita sebut dengan masjid istana atau masjid kraton.
Ada masjid yang diperuntukkan untuk singgah para musafir dalam perjalanan, untuk melengkapi sarana terminal, supermarket/mall, sarana pasar dan sarana pabrik.
Perbedaan Masjid dan Mushola
Untuk menerangkan perbedaan antara Masjid dan Mushalla ada penjelasan yang ringkas dan jelas dari situs tanya-jawab Islam yang berada di bawah pengelolaan
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid:
Di dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah: 37/220 disebutkan bahwa sebuah tempat menjadi sebuah masjid dengan izin umum bagi orang-orang untuk shalat di dalamnya baik dengan dijelaskan bahwa tempat itu diwakafkan untuk Allah atau tidak menjelaskan hal itu. Ini menurut pendapat mayoritas ulama selain para ulama Syafi’iyyah.
Masjid keluar dari kepemilikan dari pemilik tempat tersebut karena tempat tadi sudah diwakafkan sehingga tidak diperbolehkan untuk menjualnya.
Sementara, mushalla-mushalla yang ada di berbagai kantor dan sekolah-sekolah tidak mengambil hukum masjid karena tempat-tempat tersebut tidak diwakafkan. Dengan demikian tidak keluar dari kepemilikan pemilik tempat tersebut. Alasan lainnya adalah mushalla-mushalla tersebut mayoritas tidak menjadi tempat shalat lima waktu.
Menurut Fatawa Al Lajnah Ad Daimah:
Dalam Fatawa Al Lajnah Ad Daimah: 5/169 disebutkan ada pertanyaan: “Apakah beda antara Masjid dan Mushalla? Maksud saya apakah tahiyatul masjid wajib dilakukan di mushalla ataukah keluar dari hukumnya atau tahiyatul masjid itu bersifat mutahab dan mandub?”
Jawabannya:
Masjid adalah suatu tempat yang dikhususkan untuk shalat wajib secara terus menerus dan diwakafkan untuk itu. Sedangkan Mushalla adalah tempat untuk shalat sementara waktu saja seperti shalat dua hari raya Islam, shalat Jenazah dan selain keduanya.
Mushalla juga tidak diwakafkan untuk shalat lima waktu dan tidak disunnahkan shalat tahiyatul masjid saat memasuki mushalla. Shalat tahiyatul masjid hanya disunnahkan untuk memasuki masjid bagi siapa yang ingin duduk di dalamnya dan melakukannya sebelum duduk.
Ini berdasarkan sabda Rasulullah ï·º :
”Apabila salah seorang dari kalian memasuki masjid maka janganlah duduk sampai dia melakukan shalat dua rekaat.” Disepakati ke shahihannya. Wa billlahit Taufiq.
Semoga shalawat dan salam terlimpah untuk Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.”
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Syaikh Abdullah bin Ghadyan
Syaikh Shalih Al Fauzan
Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh
Syaikh Bakar Abu Zaid
Kesimpulan Perbedaan Masjid dan Musholla
Dari keterangan di atas bisa disimpulkan bahwa yang disebut dengan masjid adalah bila terkumpul di dalamnya syarat-syarat berikut ini:
- Bila diwakafkan dan keluar dari kepemilikan orang yang memilikinya.
- Diberikan izin untuk shalat di dalamnya dengan izin yang bersifat umum. Maksudnya adalah tidak ada seorang pun yang dilarang jika ingin shalat di dalamnya.
- Disiapkan untuk shalat lima waktu secara terus menerus[4]
Fungsi Masjid
Masjid pada perkembangannya, mengalami perkembangan. Fungsi masjid dalam islam pun ada perubahan seiring perkembangan zaman. Masjid dari Zaman nabi, kemudian masjid masa kini. Semua fungsi masjid dibahas dalam Artikel Fungsi Masjid
Demikian tadi ulasan tentang pengertian masjid, fungsi dan istilah-istilah yang terkait dengan masjid, semoga bermanfaat dan memberikan tambahan pengetahuan tentang masjid.
Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu semata rahmat dari Allah Ta’ala. Bila ada kesalahan dan penyimpangan maka itu dari penulis dan dari setan. Allah dan Rasul-Nya berlepas diri darinya.
Referensi Penulisan:
[1] Fikih Seputar Masjid, Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan, Pustaka Imam Syafi’I, 1440 H/2018 M, cetakan ketiga. Hal. 9
[2] Ibid, hal. 10
[3] Lihat: Tipologi Masjid, Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, 2008, halaman: 49-65.
[4] Lihat: https://islamqa.info/ar/answers/170800/
[5] https://en.wikipedia.org/wiki/National_Mosque_of_Malaysia
Tentang Penulis
Ahmad subagja | Ra Kamilah
| Bumi Anggrek Blok J No.67-68 Rt.002/007, Karang Satria, Tambun Utara, Bekasi
Mesjid Jami ini dibangun pada tahun 1997 di perumahan Bumi Anggrek dan telah diterbitkan surat wakafnya pada tahun 2011 dan telah terdaftar di Sistem Informasi Masjid https://simas.kemenag.go.id dengan No. ID MASJID 01.4.13.16.05.000061