Jadwal Sholat di Kota Palopo JULI 2026

Jadwal Sholat dan Waktu Adzan atau Jadwal Sholat Subuh, Dhuha, Dzuhur, Ashr, Maghrib, Isya Bulan Juli 2026 untuk wilayah Kota Palopo dan sekitarnya

Kami hadirkan Jadwal Sholat Bulan JULI 2026 lengkap di Kota Palopo. Tersedia dari Shubuh hingga Isya, semua waktu sholat yang Anda butuhkan ada di sini. Waktu sholat ini di-update dari (15 MUHARRAM 1448 s.d. 15 SHAFAR 1448 ). Tak usah cemas lagi tentang melewatkan sholat tepat waktu.

Berkat jadwal waktu sholat ini, Anda bisa lebih tenang dalam menjalankan ibadah sholat tanpa khawatir salah waktu. Jadwal yang akurat ini akan membantu Anda menjaga kualitas ibadah dan meraih lebih banyak kedekatan dengan Allah SWT.

Bulan JULI 2026 (15 MUHARRAM 1448 s.d. 15 SHAFAR 1448 )
Kota Palopo (-4° 0' 30.19" LS 120° 12' 5.62" BT GMT+7)
Tgl Masehi Tgl Hijriah Imsak Shubuh Dhuhur Ashar Maghrib Isya'
1 Juli 2026*15 Muharram 14480-4:330-4:4304:0707:2910:0511:18
2 Juli 202616 Muharram 14480-4:330-4:4304:0707:2910:0511:19
3 Juli 202617 Muharram 14480-4:340-4:4404:0807:3010:0511:19
4 Juli 202618 Muharram 14480-4:340-4:4404:0807:3010:0511:19
5 Juli 202619 Muharram 14480-4:340-4:4404:0807:3010:0511:19
6 Juli 202620 Muharram 14480-4:340-4:4404:0807:3010:0611:19
7 Juli 202621 Muharram 14480-4:340-4:4404:0807:3010:0611:19
8 Juli 202622 Muharram 14480-4:350-4:4504:0807:3010:0611:19
9 Juli 202623 Muharram 14480-4:350-4:4504:0807:3010:0611:19
10 Juli 202624 Muharram 14480-4:350-4:4504:0907:3110:0611:20
11 Juli 202625 Muharram 14480-4:350-4:4504:0907:3110:0711:20
12 Juli 202626 Muharram 14480-4:350-4:4504:0907:3110:0711:20
13 Juli 202627 Muharram 14480-4:360-4:4604:0907:3110:0711:20
14 Juli 202628 Muharram 14480-4:360-4:4604:0907:3110:0711:20
15 Juli 202629 Muharram 14480-4:360-4:4604:0907:3110:0711:20
16 Juli 202630 Muharram 14480-4:360-4:4604:0907:3110:0711:20
17 Juli 20261 Shafar 14480-4:360-4:4604:0907:3110:0711:20
18 Juli 20262 Shafar 14480-4:360-4:4604:0907:3110:0711:20
19 Juli 20263 Shafar 14480-4:360-4:4604:1007:3110:0811:20
20 Juli 20264 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
21 Juli 20265 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
22 Juli 20266 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
23 Juli 20267 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
24 Juli 20268 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
25 Juli 20269 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
26 Juli 202610 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
27 Juli 202611 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
28 Juli 202612 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
29 Juli 2026*13 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3110:0811:20
30 Juli 2026*14 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3010:0811:20
31 Juli 2026*15 Shafar 14480-4:370-4:4704:1007:3010:0811:19

Dalam agama Islam, melaksanakan ibadah sembahyang merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat Muslim. Salat adalah satu dari sekian banyak bentuk ibadah paling penting dalam Islam, dan kepatuhan terhadap jadwal sholat harus dipatuhi dengan disiplin tinggi. Untuk membantu Anda beribadah dengan sesuai jadwal, kami hadir dengan Daftar Waktu Sholat Bulan JULI 2026 lengkap untuk Kota Palopo. Dari Fajar hingga Isya, semua waktu sholat yang Anda butuhkan kami sediakan di sini.

Jadwal Sholat Terbaru di Kota Palopo

Jadwal sholat yang kami berikan telah diperbarui untuk Bulan JULI 2026. Jadwal ini mencakup periode berlaku sejak tanggal (15 MUHARRAM 1448 s.d. 15 SHAFAR 1448 ). Dengan memiliki jadwal yang diperbarui secara berkala, Anda tidak perlu lagi khawatir tentang ketinggalan waktu ibadah tepat waktu.

Manfaat Memiliki Jadwal Sholat yang Presisi

Mengapa penting untuk memiliki daftar waktu sholat yang akurat? Karena jadwal yang tepat akan membantu Anda beribadah dengan lebih baik. Berikut beberapa manfaatnya:

  1. Fokus dalam Ibadah: Dengan panduan waktu yang pasti, Anda dapat lebih konsentrasi dalam menjalankan ibadah. Tidak perlu lagi menebak-nebak tentang waktu yang tepat.
  2. Pengalaman Ibadah Maksimal: Jadwal yang akurat membantu Anda menjaga kualitas ibadah. Setiap momen sholat bisa dirasakan dengan penuh khusyuk tanpa terburu-buru.
  3. Kepatuhan pada Syariat: Menjalankan ibadah tepat waktu adalah wujud ketaatan kepada Allah SWT. Mengikuti jadwal yang akurat membantu Anda lebih rapat dengan-Nya.

Simak Jadwal Sholat Bulan JULI 2026 di Kota Palopo

Segera, jangan lewatkan kesempatan ini! Lihat Jadwal Sholat Bulan JULI 2026 di Kota Palopo sekarang juga. Pastikan ibadah Anda selalu tepat waktu. Semoga Allah selalu memberkahi langkah Anda dalam beribadah. Dengan jadwal sholat yang akurat, Anda bisa beribadah dengan ikhlas dan dedikasi tinggi. Teruslah beribadah dengan sepenuh hati, dan semoga Allah SWT merahmati Anda setiap saat.

Peta Wilayah Kota Palopo

Training & Sertifikasi K3 di Kota Palopo, Provinsi

Dapatkan Training & Sertifikasi K3 di Kota Palopo, Provinsi . Sertifikasi Kemnaker RI, Terdaftar di TemanK3

Tentang Kota Palopo

Kota Palopo adalah sebuah kota di Provinsi SULAWESI SELATAN, Indonesia. Kota Palopo sebelumnya berstatus sebagai kota administratif sejak 1986 dan merupakan bagian dari Kabupaten Luwu yang kemudian berubah menjadi kota otonom pada tahun 2002 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tertanggal 10 April 2002.

Pada awal berdirinya sebagai kota otonom, Palopo terdiri atas empat kecamatan dan 20 kelurahan. Kemudian, pada tanggal 28 April 2005, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 03 Tahun 2005, dilakukan pemekaran menjadi sembilan kecamatan dan 48 kelurahan. Kota ini memiliki luas wilayah 247,52 km² dan pada pertengahan tahun 2024 berpenduduk sebanyak 180.518 jiwa.

Kota Palopo ini dulunya bernama Ware yang dikenal dalam Epik La Galigo. Nama "Palopo" ini diperkirakan mulai digunakan sejak tahun 1604, bersamaan dengan pembangunan Masjid Jami' Tua. Kata "Palopo" ini diambil dari kata bahasa Bugis-Luwu. Artinya yang pertama adalah penganan yang terbuat dari ketan, gula merah, dan santan. Yang kedua berasal dari kata "Palopo'i", yang artinya tancapkan atau masukkan. "Palopo'i" adalah ungkapan yang diucapkan pada saat pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Jami' Tua. Dan arti yang ketiga adalah mengatasi. Arti lainnya adalah pohon kemuning (Murraya paniculata), yang mungkin banyak tumbuh di daerah Palopo pada masa lalu.

Palopo dipilih untuk dikembangkan menjadi ibu kota Kesultanan Luwu menggantikan Amassangan di Malangke setelah Islam diterima di Luwu pada abad XVII. Perpindahan ibu kota tersebut diyakini berawal dari perang saudara yang melibatkan dua putera mahkota saat itu. Perang ini dikenal dengan Perang Utara-Selatan. Setelah terjadinya perdamaian, maka ibu kota dipindahkan ke daerahn di antara wilayah utara dan selatan Kesultanan Luwu.

Kota dilengkapi dengan alun-alun di depan istana, dan dibuka pula pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat. Lalebbata menjadi pusat kota kala itu. Dalam kajian M. Irfan Mahmud, pusat kota ini melingkar seluas kurang lebih 10 ha, yang meliputi kampung Amassangan dan Malimongan.

Dalam perkembangannya, maka perlahan-lahan Palopo meluaskan wilayahnya dengan terbukanya kluster kampung tingkat kedua, yakni Surutanga. Luasan wilayah kluster kedua ini sekitar 18 ha, dan diyakini dulunya menjadi pemukiman rakyat dengan aktivitas sosial-ekonomi yang intensif. Menurut penelitian, diduga bahwa Kampung Surutanga ini dihuni hampir semua golongan rakyat. Dengan lokasi yang dekat dengan pantai dan areal persawahan, maka sebagian besar masyarakat Surutanga saat itu bekerja sebagai nelayan dan petani. Pada kontek awal perkembangan Palopo ini, batas kota diyakini berada melingkar antara makam Jera’ Surutanga di selatan, makam Malimongan di sisi barat, dan makam raja Lokkoe di utara Sungai Boting.

Perkembangan Palopo kemudian dilanjutkan dengan tumbuhnya Kampung Benturu sebagai kluster tingkat ketiga seluas 5 ha. Pemukiman Benturu kala itu dilingkungi benteng pertahanan yang terbuat dari tanah menyerupai parit. Tinggi rata-rata dinding benteng 2 meter dan lebar rata-rata 7 meter. Panjang benteng tidak kurang 5 kilometer menghadap pantai. Benteng ini disebut Benteng Tompotikka, yang bermakna “tempat matahari terbit”. Lokasi benteng ini diyakini berada di sekitar Kompleks Perumahan Beringin Jaya. Kala itu, dalam areal benteng ini terdapat jalan setapak sepanjang 1500 meter yang membujur timur-barat. Namun demikian, Kampung Benturu ini diyakini tidak sezaman dengan Surutanga dan Lalebbata. Benteng diperkirakan dibangun pada abad XIX untuk persiapan menghadapi Belanda.

Dalam catatan Gubernur Celebes tahun 1888, DF Van Braam Morris, pada saat itu di Palopo ada sekitar 21 kampung dengan jumlah bangunan rumah sebanyak 507 buah. Di era itu, Tappong menjadi wilayah paling padat dengan 100 rumah, lalu Ponjalae 70 rumah dan Amassangan 60 rumah. Total penduduk Palopo kala itu ditaksir sebanyak 10.140 jiwa. Jumlah ini belum termasuk penduduk di wilayah Pulau Libukang yang mencapai 400 jiwa. Keduapuluh satu kampung tersebut adalah: Tappong, Mangarabombang, Ponjalae, Campae, Bonee, Parumpange, Amassangan, Surutanga, Pajalesang, Bola sadae, Batupasi, Benturu, Tompotikka, Warue, Songka, Penggoli, Luminda, Kampungberu, Balandai, Ladiadia dan Rampoang.

Dari catatan Morris ini, bisa ditarik kesimpulan sederhana bahwa saat itu memang Palopo sudah memperlihatkan sebuah ciri masyarakat urban. Hal itu ditandai dengan pemusatan penduduk yang lebih intensif dibandingkan daerah lain di wilayah Kerajaan Luwu. Menurut M. Irfan Mahmud, masyarakat dari Toraja dan Luwu bagian utara mulai menghuni Kota Palopo dengan menempati lahan bekas makam di Luminda dan separuh lahan persawahan sebagai kelanjutan pemukiman di tepi Sungai Boting. Kedatangan atau migrasi masyarakat Toraja dan Luwu bagian utara ini tentu didorong oleh sebuah harapan. Bagi mereka, selain menjadi bantuan untuk pertahanan militer kerajaan Luwu, Palopo juga dianggap lebih memberi harapan atas kehidupan yang lebih baik atas diri mereka.

Ciri masyarakat urban ini ditegaskan lagi dengan terbangunnya infrastruktur pada masa kolonial. Belanda mulai membangun Palopo pada tahun 1920. Oleh pemerintah colonial, alun-alun kerajaan dibanguni pasar dan rumah jabatan pegawai Belanda. Istana Datu Luwu yang terbuat dari kayu dirombak dan digantikan dengan bangunan berarsitektur Eropa. Didirikan pula sekolah, asrama militer, rumah sakit dan gereja di sisi barat istana. Selain itu, pembangunan pelabuhan dan gudang di bagian timur merangsang tumbuhnya pemukiman baru. Banyak lahan rawa pantai diubah menjadi pemukiman. Demikian pula di bagian barat, yang mana lahan persawahan mulai beralih fungsi menjadi pemukiman. Daerah-daerah tersebut antara lain adalah Sempowae, Dangerakko, Pajalesang dan Boting.

Perkembangan Palopo mengalami pasangsurut akibat insiden 23 Januari 1946 dan pemberontakan DI/TII. Pembangunan kembali bergairah ketika Abdullah Suara menjabat Bupati Luwu kala itu. Ia membangun banyak infrastruktur seperti Masjid Agung Luwu-Palopo, kantor Bupati Luwu (yang habis terbakar akibat rusuh pilkada beberapa waktu lalu), rumah jabatan Bupati (Saokotae), hingga Pesantren Modern Datok Sulaiman. Hal ini menjadikan Palopo sebagai ibu kota Kabupaten Luwu mulai menjadi mercusuar ekonomi di utara Sulawesi Selatan. Perlahan tetapi pasti, peningkatan status Kota Administratif (kotif) kemudian disandang di 4 Juli 1986 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 1986. Seiring dengan perkembangan zaman, tatkala gaung reformasi bergulir dan melahirkan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan PP Nomor 129 Tahun 2000, telah membuka peluang bagi kota administratif di seluruh Indonesia yang telah memenuhi sejumlah persyaratan untuk dapat ditingkatkan statusnya menjadi sebuah daerah otonom.

Ide peningkatan status Kotif Palopo menjadi daerah otonom bergulir melalui aspirasi masyarakat yang menginginkan peningkatan status kala itu, yang ditandai dengan lahirnya beberapa dukungan peningkatan status Kotif Palopo menjadi Daerah Otonom Kota Palopo dari beberapa unsur kelembagaan penguat seperti:

Akhirnya, setelah Pemerintah Pusat melalui Depdagri meninjau kelengkapan administrasi serta melihat sisi potensi, kondisi wilayah, dan letak geografis Kotif Palopo yang berada pada Jalur Trans Sulawesi dan sebagai pusat pelayanan jasa perdagangan terhadap beberapa kabupaten yang meliputi Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Tana Toraja, dan Kabupaten Wajo serta didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, Kotif Palopo kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Otonom Kota Palopo.

Tanggal 2 Juli 2002 merupakan salah satu tonggak sejarah perjuangan pembangunan Kota Palopo, dengan ditandatanganinya prasasti pengakuan atas daerah otonom Kota Palopo oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Palopo dan Kabupaten Mamasa Provinsi SULAWESI SELATAN, yang akhirnya menjadi sebuah daerah otonom, dengan bentuk dan model pemerintahan serta letak wilayah geografis tersendiri, berpisah dari induknya yakni Kabupaten Luwu.

Di awal terbentuknya sebagai daerah otonom, Kota Palopo hanya memiliki 4 wilayah Kecamatan yang meliputi 19 Kelurahan dan 9 Desa. Namun seiring dengan perkembangan dinamika Kota Palopo dalam segala bidang sehingga untuk mendekatkan pelayanan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat, maka pada tahun 2006 wilayah kecamatan di Kota Palopo kemudian dimekarkan menjadi 9 Kecamatan dan 48 Kelurahan.

Tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Palopo mencapai 8,8 persen. Dengan pertumbuhan yang cukup tinggi ini, Palopo tetap menjadi harapan dari warganya atas kesejahteraan yang lebih baik. Harapan ini tentu bukanlah harapan kosong belaka. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Palopo tercatat sebagai yang terbaik ketiga di Sulawesi Selatan. Inilah doktrin “wanua mappatuwo”. Palopo dan Tana Luwu pada umumnya adalah kota tempat menggantungkan optimisme dan harapan.

Kota Palopo yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa (Sulawesi Barat) dan Kota Palopo (Sulawesi Selatan) terletak pada 02°53'15" - 03°04'08" LS dan 120°03'10" - 120°14'34" BT dengan batas administratif sebagai berikut:

Struktur lapisan dan jenis tanah serta batuan di Kota Palopo pada umumnya terdiri atas 3 jenis batuan beku. Batuan metamorf dan batuan vulkanik serta endapan alluvial yang hampir mendominasi seluruh wilayah Kota Palopo.

Penyebaran jenis batuan dan struktur lapisan tanahnya mempunyai kecenderungan batuan beku granit dan garbo serta beberapa intrusi batuan lainnya. Kemudian dijumpai pula batuan beku yang merupakan jejak aliran larva yang telah membeku yang bersusunan balastik hingga andesitik.

Batuan sedimen yang dijumpai meliputi batu gamping, batu pasir, untuk mendukung pembangunan dan bangunan di kawasan Kota Palopo. Ketersediaan tanah urukan, pasir serta batuan di wilayah Kota Palopo cukup tersedia yang terhampar di beberapa sungai Battang, sungai Latuppa, dan sungai yang berbatasan dengan Kabupaten Luwu Kecamatan Lamasi atau Walenrang.

Seperti wilayah lain di Indonesia, Kota Palopo beriklim tropis dengan tipe iklim hutan hujan tropis (Af) yang ditandai dengan curah hujan yang cenderung tinggi hampir sepanjang tahun. Curah hujan tahunan di kota Palopo berkisar antara 2100–2700 mm per tahun dengan rata-rata bulanan di atas 100 mm per bulan dan jumlah hari hujan lebih dari 120 hari per tahunnya. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan Juni dengan rata-rata curah hujan di atas 300 mm per bulannya dengan hari hujan terbanyak yakni sebanyak 21 hari hujan. Suhu udara rata-rata di Kota Palopo berada pada angka 21 °C–32 °C dan tingkat kelembapan nisbi sebesar ±81%.

Kepala daerah kota Palopo pertama kali dipimpin oleh H.P.A. Tenriadjeng, yang diberi amanah sebagai penjabat Wali kota (Caretaker), mengawali pembangunan Kota Palopo selama kurun waktu satu tahun, hingga kemudian dipilih sebagai Wali kota definitif oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palopo untuk memimpin Kota Palopo Periode 2003-2008, yang sekaligus mencatatkan dirinya selaku Wali kota pertama di Kota Palopo. Saat ini, pemimpin pemerintahan Palopo dijabat oleh penjabat Wali Kota Asrul Sani. Asrul menggantikan Judas Amir, walikota definitif yang masa jabatannya telah selesai pada 26 September 2023.

Kota Palopo terdiri dari 9 kecamatan dan 48 kelurahan. Pada tahun 2017, kabupaten ini memiliki luas wilayah 252,99 km² dan jumlah penduduk sebesar 182.690 jiwa dengan sebaran penduduk 722 jiwa/km².

Sebagian besar suku yang mendiami daerah ini meliputi Suku Luwu, Suku Bugis, Jawa, Suku Toraja dan Konjo Pesisir dan sebagian kecil meliputi Minangkabau, Batak, dan Melayu. Islam adalah salah satu mayoritas agama yang dianut sebagian besar masyarakat Kota Palopo. Sedangkan Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu dianut oleh sebagian kecil masyarakat di Kota Palopo.

Berita dari Masjid

Artikel pilihan untuk peningkatan pengetahuan dan berbagi dari seluruh masjid di Indonesia.