Ahmad subagja | Masjid Jami' Al Khoir
2020-04-16 19:31:38SAATNYA BERPIKIR CEMERLANG
اَلسَّلاَم٠عَلَيْكÙمْ وَرَØْمَة٠الله٠وَبَرَكَاتÙÙ‡Ù
SAATNYA BERPIKIR CEMERLANG
بÙسۡـــــــــم٠ٱلله٠ٱلرَّØۡـمَـٰن٠ٱلرَّØÙـــــــيم
Allah SWT berfirman:
وَا للّٰه٠اَخْرَجَكÙمْ مّÙنْۢ بÙØ·Ùوْن٠اÙمَّهٰتÙÙƒÙمْ لَا تَعْلَمÙوْنَ شَيْــئًا Û™ وَّ جَعَلَ لَـكÙم٠السَّمْعَ وَا لْاَ بْصٰرَ وَا لْاَ ÙْئÙدَةَ Û™ لَعَلَّكÙمْ تَشْكÙرÙوْنَ
Artinya : "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur." (QS. An-Nahl 16: 78)
Sesungguhnya berpikir dari sebuah aktivitas manusia-merupakan karunia Allah SWT yang tak terhingga. Dalam Islam berpikir secara cemerlang merupakan pemikiran yang mustanir yakni pemikiran yang paling tinggi, yaitu pemikiran yang dapat mengantarkan pada kebangkitan rasa syukur yang sesungguhnya kepada Allah SWT.
Pemikiran yang mustanir tidak cukup hanya sebatas pengetahuan tentang asal muasal benda beserta cabang-cabangnya atau fakta-fakta beserta sebab musababnya atau teks-teks beserta makna-maknanya semata segaimana yang terdapat dalam pemikiran yang amiq (mendalam), melainkan membutuhkan pengetahuan tentang perkara-perkara yang melingkupi benda-benda tersebut dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya.
Bila kita telusuri dari para Ahlinya, pemikiran dibagi menjadi tiga, yaitu:
(1). Pemikiran dangkal (al fikru al sathhy) yaitu melihat sesuatu kemudian menilainya tanpa adanya pemahaman.
(2). Pemikiran mendalam (al fikru al ‘amiq) yaitu melihat sesuatu kemudian memahaminya, setelah itu baru menilai.
(3). Pemikiran cemerlang (al fikru al mustanir) yaitu melihat sesuatu, lalu memahaminya dan memahami segala hal yang terkait dengannya, kemudian baru menilai.
Sesungguhnya dalam pemikiran yang dangkal terjadi karena adanya transfer fakta ke otak tanpa usaha untuk mengindra apa yang berhubungan dengannya, dan tanpa mengaitkan pengindraan dengan ma’lumat yang berhubungan dengannya. Akibatnya, dihasilkan penilaian yang dangkal.
Allah SWT berfirman:
وَلَـقَدْ ذَرَأْنَا Ù„Ùجَـهَنَّمَ ÙƒÙŽØ«Ùيْرًا مّÙÙ†ÙŽ الْجÙنّ٠وَالْاÙنْس٠ۖ Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ Ù‚ÙÙ„Ùوْبٌ لَّا ÙŠÙŽÙْقَهÙوْنَ بÙهَا Û– ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ‡Ùمْ اَعْيÙÙ†ÙŒ لَّا ÙŠÙبْصÙرÙوْنَ بÙهَا Û– ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ‡Ùمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعÙوْنَ بÙهَا Û— اÙولٰٓئÙÙƒÙŽ كَالْاَنْعَام٠بَلْ Ù‡Ùمْ اَضَلّ٠ۗ اÙولٰٓئÙÙƒÙŽ Ù‡Ùم٠الْغٰÙÙÙ„Ùوْنَ
Artinya : "Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah." (QS. Al-A'raf 7: 179)
Sementara orang memiliki pemikiran mendalam di tengah-tengah umat, maka menggandeng tangannya untuk “bangkit” lebih mudah.
Orang-orang ini, jika hidup di tengah-tengah umat, walau memiliki informasi yang terbatas, dan mengindra satu atau beberapa realita yang ada serta hidup di masa yang sama, mereka akan mampu memajukan umatnya.
Mereka mampu mentransformasi umat dari satu keadaan ke keadaan yang lebih baik, mereka mampu menggambarkan kehidupan dengan gambaran yang faktual, karena mereka memiliki pemikiran yang benar dan pendapat yang shahih.
Mereka memiliki al ihsas al fikri, yakni pemahaman yang dihasilkan dari pengindraan.
Sesungguhnya fikiran adalah salah satu kekuatan manusia, dan manusia adalah makhluk yang senantiasa berfikir. Bahkan Syaikh
Taqiyuddin An-Nabhani pernah mengatakan dalam Kitabnya “Nidzamul Islam” bahwa: “Bangkitnya manusia tergantung pada pemikirannya tentang hidup, alam semesta, dan manusia.” Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani: “Agar manusia mampu bangkit harus ada perubahan mendasar dan menyeluruh terhadap pemikiran manusia dewasa ini, untuk kemudian diganti dengan pemikiran lain (Islam).
Allah SWT berfirman:
اÙنَّ ÙÙيْ خَلْق٠السَّمٰوٰت٠وَالْاَرْض٠وَاخْتÙلَاÙ٠الَّيْل٠وَالنَّهَار٠لَاٰيٰتÙ
Ù„ÙّاÙولÙÙ‰ الْاَلْبَابÙ
الَّذÙيْنَ يَذْكÙرÙوْنَ اللّٰهَ Ù‚Ùيَامًا وَّقÙعÙوْدًا وَّعَلٰى جÙÙ†ÙوْبÙÙ‡Ùمْ وَيَتَÙَكَّرÙوْنَ ÙÙيْ خَلْق٠السَّمٰوٰت٠وَالْاَرْض٠ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطÙلًا Ûš سÙبْØٰنَكَ ÙÙŽÙ‚Ùنَا عَذَابَ النَّارÙ
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S 3 Ali-Imran: 190-191)
Syaikh Hassan al-Banna dalam “Bayna al-ams wa al-yawm” misalnya mengatakan bahwa diantara faktor kemenangan Islam adalah kita mengajak dengan fikrah Islam, suatu fikrah yang paling kuat.
Berdasarkan pemikiran mustanir itu manusia membangun pemahaman dan kecenderungannya. Dengan pemikiran mustanir itu pula dia dapat menentukan sudut pandangnya tentang kehidupan dan makna keberadaannya dalam kehidupan. Pemikiran itulah yang akan mengangkat derajat dan kedudukannya di tengah-tengah masyarakat. Apakah dia rela menjadi orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang rendah?
Apakah dia rela memiliki pemikiran yang dangkal dan pandangan yang sempit? Apakah dia merasa puas dengan pemikiran yang mendalam dan meninggalkan ribuan pertanyaan berkaitan dengan segala sesuatu yang berada di sekitarnya?
Ataukah dia mencari kedudukan yang Allah muliakan dan kenikmatan yang telah Allah karuniakan kepadanya yaitu nikmat akal dan kemuliaan sebagai manusia.
Dengan demikian, dia dapat berpikir sebagai manusia dan menggunakan akalnya untuk memahami benda-benda dan memperoleh kejelasan dari perkara-perkara yang masih samar sehingga dapat mengetahui hakekatnya.
Ibnu Katsîr rahimahullah ketika menafsirkan QS 16 An-Nahl ayat 78 pada pembukaan diatas mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla memberikan mereka telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, dan hati -yakni akal yang tempatnya di hati- untuk membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang membahayakan.
Dan Allâh Azza wa Jalla memberikan kepada manusia kenikmatan-kenikmatan ini, agar dengannya mereka dapat beribadah kepada Rabb-nya.”
Semoga kita mampu berfikir secara cemerlang dengan bersandar atas rasa Syukur kepada Allah SWT, Amiiin.
SEMOGA BERMANFAAT
Jazakumullah
Like
Comment
Share
Tentang Penulis
Ahmad subagja | Masjid Jami' Al Khoir
| Jl. Siliwangi Raya Sepanjang Jaya Rawalumbu Bekasi Jawa Barat
Masjid Jami' Al Khoir dibangun pada tahun -. Masjid Jami' Al Khoir merupakan kategori Masjid Umum.Masjid Jami' Al Khoir beralamat di Jl. Siliwangi Raya Sepanjang Jaya Rawalumbu Bekasi Jawa Barat .Masjid Jami' Al Khoir memiliki luas tanah , luas bangunan dengan status tanah . Masjid Jami' Al Khoir memiliki jumlah jamaah orang jumlah muazin orang jumlah remaja orang dan Jumlah Khotib orang .