Ahmad subagja | Masjid Agung Jawa Tengah
2021-12-09 17:29:21Puncak HSN di MAJT, Habib Umar Semangati Para Santri Setia Jaga NKRI
SEMARANG - Puncak peringatan Hari Santri ke-6 Tahun 2021 yang digelar MAJT bukan hanya diikuti jajaran pengurus dan karyawan, namun juga diikuti sejumlah santri dari berbagai pondok pesantren, tokoh masyarakat dan wartawan. Bahkan Ormas Pasukan Garuda Nusantara (PGN) dan FKPPI berbaur dengan para santri mensukseskan upacara Hari Santri Nasional (HSN) di MAJT, Jumat (22/10/2021).
Ketua Pelaksana Pengelola MAJT, Prof Dr KH Noor Ahmad MA selaku inspektur upacara HSN menekankan, santri punya peran yang sangat besar dalam rangka mempertahankan agama dan NKRI. Santri sebagai ideologi untuk mempertahankan NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan kebinekaan Indonesia, sehingga sumber santri adalah Islam moderat yang selalu menegakkan toleransi kebinekaan.
''Dengan dasar ini, maka apa yang dituangkan dalam janji santri tersebut memperlihatkan bahwa kapan pun selagi masih ada santri NKRI akan tetap tegak berdasarkan Pancasila dan UUD '45,'' tegas Prof Noor Ahmad.
Prof Noor mengingatkan, santri harus memiliki satu cita-cita yang sangat tinggi, karena ke depan apa yang akan terjadi di Indonesia terkait pertarungan ideologi kita tidak tahu. Oleh karena itu santri harus mengambil peran strategis, agar NKRI tetap terjaga utuh dan bersatu.
''Tanpa santri, maka tentu ada yang perlu dipertanyakan apakah ideologi, Islam moderat, Pancasila dan UUD '45 masih seperti sekarang ini atau tidak. Selain itu santri memiliki ilmu yang instan, maka santri adalah pemikir karena ilmunya bisa dipertanggungjawabkan,'' ujar Prof Noor Ahmad.
Sejumlah tokoh masyarakat hadir di antaranya, Slamet Prayitno, mantan Kaditsospol Provinsi Jateng, KH Eman Sulaiman, panitia HSN, KH Ahmad Hadlor Ihsan, Ketua Takmir PP MAJT yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al Islah, Mangkang, Kota Semarang, Wakil Ketua PP MAJT, KH Hanif Ismail Lc, Sekretaris PP MAJT KH Muhyiddin MAg, H Isdiyanto Isman, Ketua HSN MAJT, dan Ketua Umum Patriot Garuda Nusantara (PGN) Hafidh Iwan Cahyono SH, yang sekaligus mengerahkan anggotanya mengikuti upacara HSN.
Wakil Sekretaris PP MAJT, KH Istajib AS yang didapuk menjadi pembaca resolusi jihad mengakui, peringatan HSN ke-6 ini makin meriah, dan alhamdulillah gaungnya makin memasyarakat. Dia menyatakan, Hari Santri merupakan momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada awal Oktober tahun 1945 bangsa Indonesia resah atas kekejaman para Kolonialis yang sudah menjajah Indonesia selama 350 tahun, tetapi ketika Indonesia sudah merdeka, para penjajah Belanda dan Jepang masih ingin menjajah dan mengganggu Indonesia yang sudah merdeka .
''Maka dari itu para santri yang dikomando oleh Mbah KH Hasyim Asyari dan para kyai bahu membahu mengusir penjajah dengan semangat Jihad Fisabilillah. Maka kami berharap kepada masyarakat untuk selalu mengenang peristiwa Hari Santri yang tahun ini memasuki tahun ke-6,'' ujar Istajib .
Rangkaian HSN, selain upacara dan istighotsah juga dilaksanakan dialog Hari Santri secara live yang disiarkan RRI dan Live Youtube. Dialog menampilkan tiga narasumber, Ketua Panitia HSN, H Isdiyanto Isman, Sekretaris PP MAJT, KH Muhyiddin MAG, dan Ketua Umum PGN, Hafidh Iwan Cahyono SH. Dialog dipandu oleh Bachtiar dari RRI Semarang.
Usai upacara HSN dilanjutkan istighotsah yang dipimpin oleh KH Achmad Hadlor Ikhsan dan doa oleh KH Hanif Ismail Lc. Sedangkan Habib Umar Al Muthohar yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al Madinah Cepoko, Gunungpati, Semarang ini menyampaikan mauidhoh hasanah.
Menurut Habib Umar Al-Muthohar santri adalah personal yang siap membangun relasi dengan para kyai atau ulama dalam kondisi apa pun. Selain itu, santri juga siap menerima arahan dan menjalankan bimbingan para kyai atau ulama.
"Disebut santri kalau mereka selalu membangun relasi dengan kyai. Tidak hanya membangun relasi sesaat untuk suatu kepentingan," kata Habib Umar Al-Muthohar ketika memberi mauidhoh hasanah dalam acara Istighosah di Ruang Sholat Utama Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Jumat (22/10/2021).
KH Muthohar menjelaskan banyak kejadian yang berkaitan dengan kepentingan termasuk terutama kepentingan politik. Sesudah kepentingannya tercapai, jelasnya, melenggang tak menghiraukan lagi rajutan silaturrohim yang dibangun dengan kyai atau ulama. Santri, lanjutnya, selalu mendengarkan arahan dan bimbingan para kyai. Karena itu, hidupnya lebih terarah dan tidak mudah diombang-ambingkan keadaan duniawi.
"Dengan mendengarkan arahan dan bimbingan kyai, santri setelah sukses dalam kehidupan sosialnya, baik sebagai pengusaha, pejabat, public figure maupun karyawan biasa, tetap saja santri membangun relasi dan mendengarkan arahannya. Membangun relasi dengan kyai tidak hanya sesaat, melainkan kontinyus berkelanjutan," kata Habib Umar Al-Muthohar.
Habib Umar menjelaskan ada empat pilar kehidupan sosial sebagaimana disampaikan Ali bin Abu Tolib. Pertama, orang alim yang mau mengamalkan dan membagikan ilmunya kepada orang lain. Kedua, orang yang mau selalu belajar atau mengkaji sesuatu yang belum ia pahami. Ketiga, orang yang mau menasarufkan hartanya untuk kemaslahatan ummat. Keempat, orang faqir yang tetap kuat imannya.
Dengan berada di salah satu pilar itu saja, lanjut habib Umar, konstribusi seseorang sudah cukup besar dalam rangka ikut menata keamanan dan kenyamanan sosial masyarakat. "Kyai itu penjaga keimanan, polisi penjaga keamanan. Lha kalau masyarakat terutama para santri tetap berpegang teguh pada kesantriannya, kloplah kondisi masyarakat. Apalagi santri selalu siap berada di posisi mana pun. Pasti aman, tenteram dan terkendali," tandas Habib Umar Al-Muthohar sambil berpesan santri harus siap jaga NKRI.
Tentang Penulis
Ahmad subagja | Masjid Agung Jawa Tengah
| Jln. Gajah Raya Semarang
Kembalinya Tanah Banda Wakaf Masjid Besar Kauman Semarang menjadi momentum sejarah yang penting bagi masyarakat muslim Semarang. Momentum kembalinya banda wakaf tersebut menjadi titik klimaks perjuangan masyarakat muslim semarang dalam menyelesaikan masalah yang sebenarnya telah muncul sejak tahun 1980.Kembalinya banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang tersebut inilah yang menjadi latar belakang sejarah pendirian Masjid Agung Jawa Tengah.
Pada tanggal 6 juni 2001 Gubernur Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah yang terdiri atas unsur Pemerintahan Propinsi, Majelis Ulama Indonesia, Masjid Besar Kauman Semarang, Departemen Agama, Departemen Pekerjaan Umum, Organisasi Kemasyarakatan Islam, Pemerintah Kota, dan Cendekiawan.
Tim ini yang kemudian lebih dikenal sebagai Panitia Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), bekerja keras menanggulangi masalah-masalah baik yang mendasar maupun teknis. Berkat niat yang luhur dan silaturahmi yang erat, dalam waktu kerja yang amat singkat keputusan-keputusan pokok sudah dapat ditentukan : status tanah, persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemiilhan lahan tapak dan program ruang. Adalah pemilihan lahan tapak yang banyak disoroti masyarakat, karena membutuhkan luas lahan 10 hektar. Padahal tanah wakaf yang dikembalikan ke Masjid Besar Kauman Semarang terdiri atas 6 blok terpisah-pisah, dan hanya satu yang ukurannya cukup besar, mancapai 10 hektar. Lahan di Jl. Gajah yang cukup besar ini terletak sekitar 800 m dari Jl. Arteri Soekarno Hatta yang merupakan jala besar.
Pada bulan September 2001, Panitia berhasil menerbitkan sebuah dokumen teknis yang menjadi kerangaka acuan kerja bagi para peserta sayembara. Masjid ini diharapkan menjadi pusat pelayanan ibadah dan kemasyarakatan, sekaligus pusat pelayanan ibadah dan kemasyarakatan, sekaligus pusat pendiidkan dakwah islam ,silaturahmi dan komunikasi dunia islam selain itu masjid tersebut juga diharapkan dapat menjadi pusat inovasi pemikiran islam dan pusat pemberdayaan ekonomi umat. Lingkup pelayanan yang dikehendaki adalah Jawa Tengah, bertempat di Semarang. Karena skala ukurannya tersebut, Masjid Agung Jawa Tengah harus pula menjadi tuntunan atau landmark kota. Untuk itu bentuk masjid haruslah mengikuti perkembangan jaman sekaligus menyiratkan jiwa napas Jawa Tengah.
Pembangunan masjid tersebut dimulai pada hari Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana yang dilakukan Menteri Agama Ri, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-Munawar, KH. MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto. Pemasangan tiang pancang pertama tersebut juga dihadiri oleh tujuh duta besar dari Negara-negara sahabat, yaitu Arab Saud, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Mesir, Palestina, dan Abu Dabi. Dengan demikian mata dan perhatian dunia internasional pun mendukung dibangunnya Masjid Agung Jawa Tengah tersebut. Sebelum dilakukan pemasangan tiang pancang tersebut, dilaksanakanlah pengajian dan mujahadah oleh kiai-kiai karismatik seperti KH. Munif Zuhri dari Girikusumo, KH. Baqoh Arifin dari Kajoran, KH. Habib Luthfi dari Pekalongan dan lain-lain.
Akhirnya umat islam di Jawa tengah patut berbangga bahwa pada akhirnya mereka dapat memiliki masjid agung yang megah dan indah, sarat keistimewaan dibanding masjid-masjid lain, yakni Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang terletak di Jl. Gajah Raya Kelurahan Sambirejo di Kota Semarang. Masjid Agung Jawa Tengah diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono. Masjid dengan luas areal tanah 10 Hektare dan luas bangunan induk untuk shalat 7.669 meter persegi tersebut bargaya arsitektur perpaduan antara Jawa, Jawa Tengah dan Yunani. Gaya Timur tengah terlihat dari kubah dan empat minaretnya. Gaya Jawa tampak dari bentuk tanjungan dibawah kubah utama. Sedangkan gaya Yunani tampak pada 25 Pilar-pilar kolosium yang dipadu dengan kaligrafi yang indah.
Meskipun baru diresmikan pada tanggal 14 Nopember 2006, namun masjid ini telah difungsikan untuk ibadah jauh sebelum tanggal tersebut. Masjid megah ini telah digunakan ibadah shalat jum’at untuk pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M. Chabib Thoha, MA, (Kakanwil Depag Jawa Tengah).